Mohon tunggu...
OlIvio NIM 55522120021
OlIvio NIM 55522120021 Mohon Tunggu... Konsultan - OlIvioTritusia Asmoro - Mahasiswi S2 Mercubuana

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Perpajakan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB1_Diskursus Fenomena Manajemen Pajak Pada Pemotongan PPh Kaitannya Terhadap Penghindaran Pajak

14 Oktober 2023   14:11 Diperbarui: 14 Oktober 2023   14:46 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena Manajemen Tatakelola Pada Pemotongan PPh ; Paradoks antara Kepatuhan dan Penghindaran Pajak

Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang paling besar. Dana yang diperoleh dari pajak digunakan untuk melakukan pembangunan infrastruktur negara. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk dapat menertibkan pembayaran pajak, salah satunya dengan menerapkan withholding tax system. Withholding tax system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yaitu subyek pajak dalam negeri meliputi wajib pajak badan, perorangan, pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, atau subyek pajak dalam negeri lainnya yang telah ditunjuk oleh Dirjen Pajak. Pertama kali muncul sistem penerimaan pajak ini yaitu pada perang dunia kedua. Negara yang pertama kali menerapkan sistem ini adalah Amerika Serikat. Tujuannya adalah untuk mempercepat penerimaan pajak. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak, namun beberapa pihak justru memanfaatkannya dalam strategi perencanaan pajak atau yang dikenal dengan tax planning/tax management (Wardhani et al., 2019).

Tax olanning / tax management sebenarnya memiliki banyak definisi yang menurut pakar perpajakan berdasarkan persepsi masing masing. Menurut (Pohan, 2022) dalam bukunya mendefinisikan manajemen perpajakan adalah upaya menyeluruh yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi ataupun badan usaha melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengndalian kewajiban dan hak perpajakannya agar hal hal yang berhubungan dengan perpajakan orang pribadi, perusahaan atau organisasi tersebut dapat dikelola dengan baik, efisien dan efektif sehingga dapat memberikan kontribusi yang maksimum bagi Perusahaan dalam artian peningkatan laba atau penghasilan. Adapun tax planning adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau orng pribadi atau badan usaha sedemikian rupa dengan memanfaatkan berbagai celah kemungkinan yang dapat ditempuh oleh Perusahaan dalam koridor ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku agar Perusahaan dapat membayar pajak dalam jumlah minimum.

Motivasi untuk melakukan tax planning terdiri atas beberapa hal berikut seperti tingkat peraturan perpajakan yang semakin rumit, besarnya pajak terutang tinggi, biaya untuk negosiasi. Secara umum motivasi untuk melakukan tax planning adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam menganalisis celah peraturan yang dapat dimanfaatkan. Analisis yang cermat terhadap celah peraturan terjadi atas perbedaan atau dengan memanfaatkan:

  • Perbedaan tarif pajak
    • Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak
    • Loopholes, shelters, havens

Adanya perbedaan tarif pajak tersebut karena penerapan schedular taxation tarif yang diterapkan di Indonesia (yang dapat kita temukan dalam UU PPh tahun 1983/1994/2000) akan memotivasi wajib pajak atau perencana pajak dalam mendesain tax planning-nya sedemikian rupa pada besaran penghasilan kena pajak dengan lapisan tarif yang paling rendah, sebagaimana dikemukakan dalam bukunya The Economics of International Tax Avoidance). 

Penerapan tax planning dapat dilakukan pada system perpajakan dengan menganut system withholding tax. Withholding tax system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yaitu subyek pajak dalam negeri meliputi wajib pajak badan, perorangan, pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, atau subyek pajak dalam negeri lainnya yang telah ditunjuk oleh Dirjen Pajak. Withholding tax yang terdiri dari PPh atas transaksi yang dikenakan pajak yang bersifat final PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Karyawan PPh pasal 21, PPh atas transaksi pembelian barang impor yang dilakukan pemungut pajak antara lain, bendahara pemerintah dan badan-badan tertentu atau disebut PPh pasal 22, PPh atas pembayaran bunga, deviden, royalti, dan jasa-jasa kepada wajib pajak dalam negeri PPh pasal 23, dan PPh atas pembayaran bunga, deviden, royalti, dan jasa-jasa kepada wajib pajak luar negeri PPh pasal 26. Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Amerika Serikat untuk mempercepat penerimaan pajak selama Perang Dunia II.

Menurut Darmayasa et al., (2016) tujuan WHT adalah untuk memfasilitasi atau mempercepat pengumpulan pajak, dengan mengumpulkan pajak dari pembayar pajak yang mana jumlahnya jauh lebih banyak dari pihak ketiga yang melakukan pemotongan pajak atau dalam penelitian ini disebut dengan party making a payment to another (PAYEE). Maka pemerintah memiliki tujuan untuk mengembangkan sistem administrasi WHT melalui reformasi yang sesuai dengan UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. WHT merupakan kebijakan perpajakan yang sejalan dengan Self Assessment System (SAS). Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai perilaku kepatuhan pajak di bawah SAS.

Objek Withholding tax

Pajak Penghasilan Pasal 21

Credit : melawinews
Credit : melawinews

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri (Pasal 1 angka 2 PER-16/PJ/2016). PPh Pasal 21 merupakan salah satu pelunasan pajak dalam tahun berjalan yang dilakukan oleh pihak lain atau pihak ketiga yang membayar penghasilan. Pihak yang membayar penghasilan memiliki kewajian yang diatur oleh undang -- undang untuk menghitung, memotong, menyetor, dan melapor pajak yang terutang. Kewajiban ini dikenal dengan istilah pemotongan pajak atau dalam bahasa inggris disebut withholding income tax.


Pajak Penghasilan Pasal 22

Credit : delinewstv 
Credit : delinewstv 

Berdasarkan kententuan yang dituangkan dalam pph pasal 22 yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah pertama, Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pnyerahan barang; dan kedua, Badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain


Pajak Penghasilan Pasal 23

Credit : Think Tax
Credit : Think Tax

Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan), dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21, PPh pasal 23 ini dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.


Pajak Pajak Penghasilan Pasal 24

Credit : Mautika
Credit : Mautika

Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana yang telah diubah menjadi undang-undang No.10 1994 dan terakhir diubah dengan undang-undang No.17 tahun 2000 yakni menentukan bahwa wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak penghasilan atas seluruh penhasilan tersebut diterima dan diperoleh, baik di Indonesia maupun luar negeri. Untuk menghindari pengenaan pajak ganda tersebut maka sesuai kententuan PPh pasal 24, pajak yang dibayar atau terhutang diluar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terhutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi perhitungan pajak yang terhutang berdasarkan Undang-undang no. 7 tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang no.17 tahun 2000, disusul dengan keputusan Menteri Keuangan no. 640/ KMK.04/1994.

Menurut Darmayasa et al., (2016) Dasar hukum withholding tax system adalah UU No 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Beberapa pasal-pasal UU Pajak Penghasilan yang menggunakan WHT dapat menggunakan metode penghitungan gross base atau nett base. Sistem perpajakan secara selfassessment masih belum dapat merubah Wajib Pajak dalam melakukan kegiatan perpajakannya dengan baik dan benar. Pajak bagi perusahaan adalah beban yang akan dapat mempengaruhi kurangnya laba bersih, pajak yang dikenakan dirasa masih terlalu besar untuk dibayar sehingga Wajib Pajak berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil-kecilnya dengan melakukan perencanaan pajak. Secara umum perencanaan pajak adalah langkah awal di dalam manajemen pajak.


Penghindaran pajak adalah salah satu perencanaan pajak (tax planning), di mana perencanaan ini bertujuan untuk mengurangi pajak secara legal. Meski penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan usaha Wajib Pajak yang tidak melanggar undang-undang, sebenarnya penghindaran pajak merupakan tindakan yang tidak diinginkan oleh pemerintah sehingga oleh pemerintah dibuat aturan- aturan untuk mencegahnya. Penghindaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak memang tindakan yang legal, selama tidak menyalahi aturan perundang - undangan perpajakan, tetapi jika dilihat dari segi penerimaan negara pastinya akan berkurang karena Wajib Pajak mencari celah untuk mengatur pajaknya tanpa harus melanggar aturan perpajakan. Perlu adanya sanksi perpajakan sebagai alat pencegahan agar angka penghindaran pajak yang dilakukan Wajib Pajak dapat ditekan sehingga penerimaan negara dapat meningkat (Hantoyo et al., 2016).

Menurut Drs Chairil Anwar Pohan M.Si, (2022) Tax Management Pajak Penghasilan Karyawan

Tax planning yang dapat dilakukan untuk pemotongan PPh Pasal 21 adalah dengan memanfaatkan sumber daya manusia untuk meningkatkan produktivitas Perusahaan yang dikelolanya dengan menerapkan stategi  win win solution dalam perencanaan pajak penghasilan karyawan. Perencanaan pajak diadaptasi dari strategi dan komunikasi bisnis. Namun konsepnya diterapkan untuk tujuan tujuan lain yang lebih strategis. Impelementasinya dapat menjadi senjata utama untuk dapat mensukseskan negosiasi atau kebijakan secara internal dan eksternal yang akan memberikan dampak pada optimalisasi profit taking Perusahaan.

Tax Management Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 22

Manajemen pajak yang baik akan mensyaratkan pada beberapa hal yang tidak melanggar aturan yang secara prinsip diatur dalam hak dan kewajiban perpajakan setiap pihak yang terkait:

Pengecualian PPh Pasal 22. Terdapat pengecualian pajak yang harus diperhatikan misalnya impor barang yang bebas bea masuk berdasarkan ketentuan perundang undangan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan pengajuan SKB PPN. PPh pasal 22 yang tidak termasuk PPh final dapat diajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) oleh Wajib Pajak yang memenuhi kriterianya seperti yang dimaksud dalam keputusan Dirjen Pajak. Berhubungan dengan hal tersebut, maka tax planner akan memanfaatkan momen permohonan SKB PPh Pasal 22 tersebut diajukan agar tidak terjadi lebih bayar pajak penghasilan

Tax Management Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23

Perencanaan pajak yang dilakukan kaitannya dalam PPh pasal 23 adalah terkait biaya deductible atau biaya yang dapat dikurangkan. Dimana biaya tersebut dapat menjadi pengurang dalam perhitungan laba fiscal ketika menjadi koreksi fiscal. Yang pertama terkait dengan pengenaan pajak atas dividen. Sehubungan dengan pemerintah kemudia menutup grey area aturan ini dengan merivisi pasal 4 ayat 3 (f) didalam UU PPh No.17 Tahun 2000. Revisi tersebut dengan menambahkan perseroan investor harus memiliki usaha aktif di luar kepemilikan saham. Dengan demilkian tax planning berubah, jika kepemilikan sahamnya lebih kecil dari 25% maka lebih baik merger saja untuk mencukupi kekurangan dana yang harus diinvest ke operating company tersebut. Yang kedua terkait dengan perubahan tarif PPh pasal 23. Sehubungan dengan diturunkannya tarif UU PPh pasal 23 UU No 36 Tahun 2008 yang semula hanya 15% menjadi 15% dari dividen, bunga royalty, hadiah serta dan 2% dari peraran bruto atas jasa sewa, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lainnya. Yang terakhir dapat dilakukan dengan pengajuan SKB PPh pasal  23. Pengajuan SKB PPh pasal 23 kurang lebih memiliki kebijakan yang sama dengan PPh pasal 22 yang diajukan agar tidak terjadi lebih bayar pajak penghasilan.

Tax Management Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 26

Tax planning yang dapat dimanfaatkan dalam pemotongan PPh pasal 26 adalah dengan memanfaatkan tax treaty, efektifknya tax treay maksimm 10% tetapi dapat juga 5% atau 0%. Yang artinya harus melakukan treaty shopping, bandingkan mana rate yang terendah yang merupaakan celah untuk dimanfaatkan.

Tax Management Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 4 Ayat 2

Tax planner dapat memanfaatkan perbedaan tarif bunga. Yaitu dengan membandingkan dan menarik benefit dari perbedaan tarif bunga dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ditawarkan dari reksadana dibandingkan dengan obligasi yang ditawarkan dibursa edek. Jika sudah dihitung dan dibuatkan analisisnya dapat menentukan atau memutuskan jenis objek pph final mana yang akan digunakan/dipilih.

Efektivitas pengumpulan pajak melalui WHT ditunjukkan di beberapa negara bahwa porsi penerimaan pajak dari WHT memiliki persentase yang signifikan. Di Amerika Serikat sendiri porsi withholding tax mencapai 70 % dari penerimaan negara tersebut sehingga penerapannya sangat diperhitungkan oleh Internal Revenue Service (IRS). Memperhatikan efektivitas dan efisiensi yang didapatkan melalui WHT sistem maka perlu dilakukan maksimalisasi tax effort dengan sistem ini. Pemerintah perlu mendesain skema yang akan meningkatkan penerimaan pajak melalui WHT. Skema pajak yang merupakan tax effort melalui WHT tersebut antara lain dengan menambah tax base yang dapat dijangkau pada pemotongan melalui WHT. Beberapa jenis pajak kategori Non Final yang masih memungkinkan, bisa diubah menjadi pajak Final sehingga akan mempermudah mekanisme dalam pemotongan WHT. Skema lainnya adalah penerapan sanksi bagi pihak ketiga perlu dilakukan telaah ulang. Pemerintah perlu memberikan insentif dengan cara lain agar pihak ketiga tidak terbebani menjalankan amanat dalam melakukan pemotongan pajak. Misalnya dengan memberikan reward bagi pemotong pajak yang disiplin dan taat. DJP telah sangat dibantu dan dimudahkan dengan adanya kerjasama yang baik dari para pemberi kerja yang disiplin dan patuh mendukung sistem WHT ini, sehingga akan lebih fair apabila DJP memberikan insentif berupa reward bukan sanksi yang justru akan memperbesar rasa tax phobia.



Daftar Pustaka


Darmayasa, I. N., Aneswari, Y. R., & Yusdita, E. E. (2016). Meningkatkan Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Melalui Withholding Tax System. Jurnal InFestasi, 12(2), 203--216.

Drs Chairil Anwar Pohan M.Si, M. B. (2022). Optimizing Corporate Tax Management: Kajian Perpajakan dan Tax Planning Terkini (S. B. Hastuti (ed.); 2nd ed.). PT Bumi Aksara.

Hantoyo, S. S., Kertahadi, & Handayani, S. R. (2016). Pengaruh Penghindaran Pajak dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Program Studi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas, 9(1), 1--7.

Wardhani, A. P., Fitri, D., & Pangestuti, R. (2019). Withholding Tax System Untuk Pemungutan Pajak. Akurasi: Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan, 1(1), 55--62.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun