Pada acara gathering kantor di awal bulan ini, setelah berhari-hari berlalu, gagasan itu masih berkecamuk di dalam pikiran saya. Memang, kita sering membaca, melihat, mendengar, membicarakan tentang hal-hal yang menarik, tetapi yaaa... semuanya berlalu begitu saja, nggak ada value added-nya di dalam hidup kita.
Contoh simplenya ya, bukan informasi yang untuk menyerapnya membutuhkan daya ingat super, hanya sepotong informasi saat kita berkenalan dengan seseorang. Hanya untuk mengingat namanya saja, kita bahkan nggak mampu (saya sendiri sering mengalami hal ini). Saya pikir-pikir, kenapa sih untuk hal begini saja saya nggak bisa, tapi adakalanya saya bisa loh mengingat nama orang tersebut, dan bahkan tidak bertanya sekali lagi tentang namanya. Yang saya butuhkan saat itu untuk mengingat namanya adalah: kesadaran penuh bahwa saya ada di tempat saya berada dan sedang berkenalan dengan seseorang yang pastinya spesial, yang bernama ... Saya ingin menjadi temannya. Saya menyebut namanya di percakapan kami.
Kalau mau disimpulkan, kenapa kita nggak bisa menyerap sesuatu (boro-boro mengingat dan melakukannya). Itu karena kita mengganggap hal itu tidak seberapa penting, dengan demikian kita tidak memperhatikan dengan sungguh (pikiran dan hati kita tidak tertuju sepenuhnya pada hal yang kita lihat/dengar/baca itu).
Saya punya cara tersendiri untuk menyerap dengan baik, selain mempunyai kesadaran penuh seperti cerita di atas. Caranya yaitu: dengan menuliskannya. Sangat logis kan untuk menuliskan sesuatu yang kita lihat/dengar/alami (sesuatu yang abstrak), lalu bagaimana dengan sesuatu yang sifatnya nyata, seperti tulisan, apa perlu kita tulis (lagi). Ya, tetap saja saya menuliskannya (tepatnya menyadur). Di saat saya menulis pokok gagasan yang sama dengan gaya saya sendiri, di saat itulah saya bisa meresapi makna dari kata-kata. Bahkan, membaca kembali setelah tulisan tersebut selesai memberikan ide-ide baru, ataupun koreksi-koreksi yang penting agar makna yang dimaksud hati dan pikiran saya sama dengan makna rangkaian kalimat yang saya tuliskan.
Namun, berhasil menyerap bukan berarti bahwa hal yang sudah diserap itu nggak menguap. Menguap begitu saja loh, setelah sekian waktu. Bolehkah saya masih bertanya-tanya kenapa sih mengingat (membiarkan hal yang diserap tidak menguap begitu saja) bukan proses yang mudah? Sekedar menebak-nebak, mungkinkah karena begitu banyak hal yang ingin kita ingat, sementara processor kita hanya satu pada suatu waktu, sehingga semuanya bercampur aduk (alias nggak fokus), sehingga nggak ada konsentrasi untuk mengingat satu hal, yang sederhana sekalipun. Kita memiliki pikiran yang bercabang, yang kita buat menjadi kompleks. Padahal kalau kita menyelesaikan untuk mengingatnya satu per satu, kita akan berhasil. Kita berharap dan berjuang untuk mengetahui dan menguasai banyak hal dalam waktu yang bersamaan, tetapi yang terjadi kita tidak menguasai apapun.
Ada seorang teman kost saya yang kalau nonton tivi, dunia seolah-olah hanya dia dan tivi. Makanya dia sampai takut untuk membeli tivi sebagai hiburan di kamar kost. Dia takut kuliahnya keteteran gara-gara "bersahabat" dengan tivi setiap hari. Dalam hal serap menyerap, memang teman saya ini jagonya. Daya ingatnya kuat, cocok banget deh buat kuliah Farmasi yang harus menghafalkan nama obat dan kontraindikasinya yang manual book nya lebih sadis dari kamus. Kenapa sih dia bisa menyerap dengan baik? Setelah dipikir-pikir, mungkin jawabannya adalah karena dia menganggap sesuatu yang akan dia dengar dan lihat, apapun itu, adalah sesuatu yang menarik dan penting bagi dia. Sehingga proses menyerap juga dilakukan dengan sepenuh hati.
Saya ingat seorang dosen yang mengatakan bahwa pembelajaran yang efektif hanya beberapa saat di awal kuliah dimulai (hitungannya menit), untuk rincinya saya lupa. Tapi pada intinya memang untuk tetap tertarik pada sesuatu itu dan memasukkannya dalam otak kita nggak segampang itu. Hanya beberapa menit di awal kita dapat konsentrasi dan menikmati, lalu selanjutnya menjadi tidak tertarik. Tadi pagi saya membaca renungan harian, bahwa ada orang (nah saya aja baru baca tadi pagi lupa namanya siapa) yang punya ingatan super, dapat mengingat 30 tahun yang lalu sampai sekarang hingga detail, misalnya: apa yang dia lakukan pada tanggal sekian dan jam sekian. Hebat! Tetapi jaman sekarang, ada laptop, reminder, hape, dan mungkin masih bisa diandalkan notes yang kita tulis sendiri untuk mengingat sesuatu. Dengan mengetahui kelemahan kita mengingat, maka akan ada upaya untuk meningkatkannya kan, daripada kita nggak tau kelemahan dan sama sekali tidak berupaya.
Kembali ke ide awal, untuk membuat hidup kita lebih baik (ada value added dalam hidup kita), kita harus menyerap dengan sepenuh hati, meluangkan waktu untuk mengingatnya, sehingga di saat pengetahuan tersebut dibutuhkan kita nggak loading dengan kesal, "duuuuh... gua pernah nih baca ini, tapi apa yaaah"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H