Stunting merupakan kondisi di mana balita (bayi di bawah 5 tahun) mengalami gagal tumbuh yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Namun stunting bukan hanya persoalan tinggi badan tetapi rendahnya kemampuan anak untuk belajar, adanya keterbelakangan mental, dan dapat menyebabkan munculnya penyakit-penyakit kronis lainnya.
Kebijakan Sosial dapat dilihat dari dua aspek yaitu kebijakan sosial dipahami sebagai kebijakan serta program dari pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat, dan kebijakan sosial dipahami sebagai kegiatan akademik yang mencakup deskripsi, eksplanasi, dan evaluasi terhadap kebijakan sosial. Dalam hal ini kebijakan stunting termasuk dalam kebijakan dari pemerintah sebagai upaya menyejahterakan masyarakat dalam pembangunan sosial.Â
Di Indonesia sendiri merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara setelah Timor Leste dan ke-5 di dunia. permasalahan stunting ini tentu tidak bisa dipandang sepele dan harus segera diatasi. Anak yang terjangkit stunting cenderung akan memiliki tingkat kecerdasan yang rendah. Selain itu, pada usia produktif, individu yang pada balita dalam kondisi stunting berpenghasilan 20 persen lebih rendah dibanding individu yang tidak terjangkit stunting. Kerugian negara dampak dari stunting ini diperkirakan mencapai sekitar Rp300 triliun per tahun. Stunting juga dapat menurunkan produk domestic bruto negara sebesar 3 persen.Â
Dasar Pelaksanaan Kebijakan Stunting di Indonesia
- PERPRES No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020 -2024.
- PERPRES No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Perpres ini mengatur antara lain mengenai: strategi nasional percepatan penurunan stunting, penyelenggaraan percepatan penurunan stunting, koordinasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting, pemantauan, evaluasi, pelaporan serta pendanaan.
- Surat Set Wapres No. B.470/KSNB/SWP/PKM.00/07/2021 tentang pelaksanaan SSGI tahun 2022
- Surat Bappenas No. 030007/PP.03.02/D.5/T/3/2022 mengenai urgensi pelaksanaan SSGI oleh Kemenkes.
Kementerian Kementerian Kesehatan merilis hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI ) pada Konferensi Kerja Nasional BKKBN pada Rabu (25/1). Hasilnya presentase stunting di Indonesia menurun dari 24,4 % pada tahun 2021 menjadi 21,6 % pada tahun 2022. Walau mengalami penurunan akan tetapi  presentase ini belum memenuhi Standard World Health Organization (WHO) mengenai stunting harus pada angka kurang dari 20%. Berikut rincian angka provinsi di Indonesia saat 2022 yang mengalami stunting
- Nusa Tenggara Timur: 35,3%
- Sulawesi Barat: 35%
- Papua: 34,6%
- Nusa Tenggara Barat: 32,7%
- Aceh: 31,2%
- Papua Barat: 30%
- Sulawesi Tengah: 28,2%
- Kalimantan Barat: 27,8%
- Sulawesi Tenggara: 27,7%
- Sulawesi Selatan: 27,2%
- Kalimantan Tengah: 26,9%
- Maluku Utara: 26,1%
- Maluku: 26,1%
- Sumatera Barat: 25,2%
- Kalimantan Selatan: 24,6%
- Kalimantan Timur: 23,9%
- Gorontalo: 23,8%
- Kalimantan Utara: 22,1%
- Sumatera Utara: 21,1%
- Jawa Tengah: 20,8%
- Sulawesi Utara: 20,5%
- Jawa Barat: 20,2%
- Banten: 20%
- Bengkulu: 19,8%
- Jawa Timur: 19,2%
- Sumatera Selatan: 18,6%
- Kep Bangka Belitung: 18,5%
- Jambi: 18%
- Riau: 17%
- DI Yogyakarta: 16,4%
- Kepulauan Riau: 15,4%
- Lampung: 15,2%
- DKI Jakarta: 14,8%
- Bali: 8%
Dapat terlihat meski mengalami penurunan tetap masih terbilang tinggi oleh karena itu penuturan Jokowi bahwa target pada 2024 mendatang presentase stunting di Indonesia menurun sampai 14%. Menurut Jokowi Angka tersebut bukanlah angka yang sulit untuk dicapai. Hal ini bisa dicapai jika dengan kekuatan kita bersama semuanya bisa bergerak dan berkerja bersama-sama untuk mencapai target tersebut. dengan Infrastruktur dan lembaga yang ada, kemudian, harus digerakkan untuk memudahkan menyelesaikan persoalan stunting. Dari lingkungan mulai dari air bersih, sanitasi, rumah yang sehat, ini merupakan kerja terintegrasi serta harus terkonsolidasi.Â
Menurut BKKBN Hato Wardoyo mengungkapkan Rangkaian Rapat Kerja Nasioal (Rakernas) memiliki tujuan untuk mensukseskan Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan adanya 5 pilar.
- Pilar pertama yaitu komitmen
- Pilar kedua adalah pencegahan stunting
- Pilar ketiga patut dapat melakukan konvergensi
- Pilar keempat, mengadakan pangan yang baik
- Pilar kelima, melaksanakan inovasi terobosan serta data yang baik
Dari grafik  di atas dilansir dari ayosehat.kemkes.go.id dapat terlihat bahwa penurunan stunting terjadi pada masa pandemi dan bukan terjadi di masa biasa. Budi Gunadi Sadikin selaku Menteri Kesehatan mengharapkan di masa yang normal penurunan kasus stunting diharapkan bisa lebih bagus lagi kemudian target penurunan stunting di angka 14% di 2024 akan tercapai.
Berbagai gejala stunting yang dapat dikenali yaitu:
- Wajah terlihat lebih muda dari anak seusianya
- Pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat Terlambatnya pertumbuhan gigi dan tubuh
- Buruknya kemampuan fokus dan memori belajar
- Mengalami keterlambatan pubertas
- Anak cenderung pendiam serta tidak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya pada saat menginjak usia 8 sampai 10 tahun
- Memiliki berat badan yang lebih ringan jika dibandingkan anak seusianya
Menurut penelitian yang berjudul Penelitian Hubungan Sanitasi, Air Bersih dan Mencuci Tangan dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Indonesia yang diteliti oleh Mitha Adzura, Fathmawati (2021) penelitian ini bertujuan agar mengetahui bagaimana hubungan stunting dengan ketersediaan sanitasi. Hasil penelitian ini menunjukkan dengan adanya jamban yang sehat, pemenuhan air bersih, dan kebiasaan mencuci tangan memiliki keterkaitan terhadap kejadian stunting.