Politik Indonesia sangat dinamis begitu juga strateginya. Strategi politik selalu mengalami perubahan perkembangan menyesuaikan perubahan mindset masyarakatnya. Dimulainya pilkada langsung, konsultan politik dan lembaga survey tumbuh bak jamur di musim hujan. Jika dulu penggalangan suara menggunakan strategi popularitas, pencitraan, mempengaruhi opini massa menggunakan lembaga survey, memanfaatkan tokoh agama, tokoh masyarakat kini sudah ketinggalan jaman. Penggunaan banner, flyer, baliho, spanduk bahkan iklan media televisi kini hanya sekedar menjadi alat pemberitahuan. Dan tidak mempengaruhi opini masyarakat. Masyarakat sudah tidak peduli pencitraan kandidat atau mungkin sudah jenuh dengan iklan-iklan politik yang bertebaran. Masyarakat menginginkan suatu yang kongkrit. Baik yang ditunjukkan sang kandidat melalui kinerja yang langsung dirasakan masyarakat atau sesuatu yang kongkrit dalam bentuk lain.
Jika Pilgub DKI lebih dari dua kandidat seperti 2012, dimungkinkan terjadi dua putaran. Putaran pertama sebagai petahana Ahok akan menjadi musuh bersama. Jika tanpa persiapan yang matang maka energi Ahok akan habis di babak pertama. Bahkan bukan tidak mungkin justru Ahok yang harus tersingkir lebih dulu. Dan, ada hal yang perlu di waspadai buat para pendukung siapapun calon gubernur yang mempunyai itikad baik membuat Jakarta lebih baik lagi.
Pileg 2014 dan Pilkada serentak 2015 teknik dan strategi model baru penggalangan suara dengan menghalalkan segala cara telah dipraktekkan dan berhasil. Petahana dengan popularitas & elektabilitas tingi, kinerja baik, siang malam selalu turun ke masyarakat kalah telak oleh kandidat yang sama sekali tidak dikenal.
Pada Pilkada serentak 9 Desember 2015, di sebuah kabupaten terjadi kemenangan mutlak calon yang sama sekali sebelumnya tidak pernah diunggulkan. Bahkan para pemilihnyapun tidak pernah mengenal siapa sebenarnya yang dicoblos. Sang kandidat tidak pernah turun sama sekali kelapangan. Para pemilihnya hanya tahu nomor urut di kartu suara. Bupati terpilih mengalahkan petahana. Petahana seorang yang sangat populer, dicintai masyarakatnya, berkinerja baik, bersih dan dicalonkan oleh partai pemenang. Secara logika, kasat mata dan teori sang petahana “seng ada lawan”.
Dari berbagai survey hingga seminggu menjelang pencoblosan sang petahana selalu menempati popularitas dan elektabilitas tertinggi. Seminggu menjelang pencoblosan baru terlihat kemenangan sang calon yang tak pernah diunggulkan tak terbendung. Tim sukses petahana dan kandidat lainnya kalang kabut berusaha mengejar dengan berbagai macam cara. Termasuk melakukan politik uang, tapi tetap tidak bisa merubah keadaan.
Yang lebih mencengangkan lagi, si Bupati terpilih sebenarnya sama sekali tidak pernah punya keinginan untuk ikut Pilkada apalagi menjadi Bupati. Sadar, dirinya sama sekali tidak punya kemampuan menjadi pejabat publik. Majunya ikut ajang Pilkada serentak tersebut hanya karena keinginan orang tuanya. Ayahnya seorang pengusaha sukses, prihatin anaknya yang semata wayang seorang yang introvert tapi senang kehidupan hura-hura, hedonis, hoby dugem dan tak pernah mau membantu ngurus usaha orang tuanya. Kehidupannya sehari-hari kalau tidak mengurung diri dikamar, pergi dari karaoke-ke karaoke. Harapan orang tuanya jika anaknya menjadi Bupati akan merubah perilaku si anak, dapat mengenal lebih banyak orang, pejabat dan mempunyai jaringan untuk melanjutkan usaha orang tuanya.
Singkat cerita. Menjelang dilantik, Bupati terpilihpun mau tidak mau harus kursus kilat berbagai bidang untuk mengupgrade kemampuannya. Bahkan metode hypnoteraphy juga dilakukan agar si Bupati terpilih mempunyai kepercayaan diri. Aneh ya, tapi itu nyata terjadi.
Bagaimana yang semula sama sekali tidak diunggulkan, tidak dikenal bisa mutlak memenangkan Pertarungan? Apakah Money politic? YA TENTU SAJA. Tapi money politic saja tidak cukup. Tanpa strategi yang efektif, money politic tanpa perencanaan hanya menghambur-hamburkan uang. Jika sekedar bagi-bagi uang tidak akan pernah bisa dipastikan sipenerima akan mencoblos atau tidak. Purnawirawan jenderal dan pensiunan intelejen menjadi konsultan politik dibalik kemenangan kandidat yang tak punya nama. Bagaimana mekanisme kerjanya? lain waktu kita bahas.
Warning buat siapapun Pemimpin terbaik yang menjadi cagub DKI 2017. PERPADUAN OPERASI SENYAP dan POLITIK UANG membuat petahana, kandidat unggulan, kuda hitam bertekuk lutut tak berdaya.
foto: thetimes.co.uk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H