Dua bulan lalu saya bertemu dengan Teguh Sudarisman, my Master Suhu di sebuah kedai kopi di timur Jakarta. Di sela obrolan seputar perjalanan dan buku barunya, terselip sebuah tanya penasaran dari doi,”kamu nggak tertarik ke Thailand? tapi di sana ada nggak ya kuburan tua? kan kamu sukanya ke kuburan, hmmm … nanti aku tanya ya ke temanku.”
Obrolan iseng tapi serius di atas terngiang saat menemukan nama saya dan Ibu tercantum di linimasa Wisata Thailand sebagai salah dua dari sepuluh pemenang kuis online #WHIgoestoThailand yang digelar oleh Women’s Health Indonesia (WHI) akhir Pebruari lalu. Dan, Minggu siang (02/03/14) sebagai hadiahnya, kami pun bergabung dengan enam pemenang kuis lainnya di The Royal Thai Embassy, Mega Kuningan Jakarta untuk menonton pentas tari dan mengikuti workshop tari Thailand.
[caption id="attachment_326388" align="aligncenter" width="486" caption="Director of Tourism Authority of Thailand (TAT) di Jakarta, Mr Nithee Seeprae (dok. koleksi pribadi)"][/caption]
Penjelajah kuburan bisa menari?
Percaya nggak percaya, waktu kecil saya suka ikut keriaan menari massal ketika ada kegiatan yang digelar di gereja atau di kota kecamatan tempat saya dibesarkan. Seiring berjalannya waktu, ternyata panggilan jiwa bukan untuk menjadi penari. Meski pernah ada sedikit sesal yang menggelitik karena nggak menguasai satu pun tari daerah. Tapi kemudian ada cara untuk mengobati sesal itu dengan menjadi penikmat pertunjukan tari. Maka beragam pagelaran tari pun disambangi demi menikmati lentur lenggak-lenggok tubuh penari dalam berekspresi dan memadukan gerak dengan irama.
Pk 13.15 acara dibuka dengan bunyi-bunyian dari alat musik tradisional Thailand seperti ching, taphon, pong lang, pi dan kawan-kawan yang dimainkan oleh Chantaburi College of Dramatic Arts, Thailand. Suara dan irama yang dihasilkan selintas mirip dengan musik tradisional Indonesia khususnya Bali dan Jawa.
[caption id="attachment_326390" align="aligncenter" width="486" caption="Wajah manis penari Thailand menarikan Natalilamalarangsan (dok. koleksi pribadi)"]
Dalam sambutannya Director of Tourism Authority of Thailand (TAT) di Jakarta, Mr Nithee Seeprae mengatakan, pertunjukan Minggu siang lalu adalah satu pertunjukan istimewa yang digelar khusus untuk sepuluh orang pemenang kuis online #WHIgoestoThailand. Banditpatanasin Institute atau Chantaburi College of Dramatic Arts yang datang ke Jakarta membawa misi pertukaran seni budaya sebelumnya telah tampil di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Sebelum mereka bertolak kembali ke negerinya keesokan hari, kami bersyukur bisa menyaksikan penampilan mereka.
Siang itu tiga buah tari tradisional Thailand: Natalilamalarangsan (Hat Dance), Chatri Dance (Tari Nora) dari selatan Thailand dan tari pergaulan dari north eastern Thailand Serng Pong Lang yang dipertunjukkan membuat jempol kaki ikut menari. Dalam bincang-bincang singkat dengan Mr Nithee, beliau menyampaikan bahwa tiga tarian yang dipentaskan siang itu berasal dari tiga wilayah yang berbeda. Alam yang berbeda di tiap wilayah melahirkan seni budaya yang berbeda pula, meski tetap satu.
[caption id="attachment_326391" align="aligncenter" width="486" caption="Thai tea yang nikmaaaaat (dok. koleksi pribadi)"]
[caption id="attachment_326392" align="aligncenter" width="486" caption="Aneka penganan Thailand yang tak jauh beda dengan penganan nusantara, hanya nama yang tak sama (dok. koleksi pribadi)"]