Lori yang kami tumpangi dari gerbang Felda Gedangsa berhenti di depan sebuah rumah berhalaman lega. Di terasnya ramai orang berkumpul, sanak saudara dari si empunya rumah. Turun dari lori, kami berjalan ke teras, bersalaman dengan semua yang berdiri dan berjejer di sana. Satu-satu mulai dari teras depan, masuk ke dalam rumah melalui pintu samping lalu keluar lagi ke depan lewat pintu utama. Di kiri dan kanan pintu masuk, masing-masing berdiri sebuah meja yang di atasnya telah tertata rapi aneka penganan. Karena kepanasan, maka meja tempat minuman dinginlah yang ramai dikerubuti.
Felda Gedangsa, sebuah pemukiman yang berada di wilayah Kuala Khubu Baru, Selangor. Pemukiman yang menyenangkan karena ada banyak pohon peneduh di sekitar rumah – rumah warganya. Berdiri di pekarangan depan dan belakang rumah semi permanen yang halamannya bisa untuk bermain bola. Di halaman itu pula tumbuh beraneka jenis tanaman hias, pula di terasnya beberapa tanaman pot menyejukkan pandangan.
Usai menyegarkan kerongkongan, kami diajak sang empunya rumah untuk beranjak ke pekarangan belakang. Di depan pintu pondokan kayu yang terpisah dari bangunan induk, kami disambut senyum ramah nenek yang empunya rumah. Beliau mempersilakan kami untuk mengambil posisi yang nyaman sebelum dirinya memulai demo membuat Kue Tat Bengkulu. Karena ruangan itu kecil saja, untuk menghindari sesak di dalam maka sebagian kami memilih berdiri dan merekam pemandangan di dalam ruang dengan mengintip dari kisi-kisi jeruji kayunya. Sedang nenek duduk di sebuah bale-bale yang ada di dalam ruangan itu, menghadapi belanga, loyang plastik kecil, dan bahan-bahan untuk membuat kue.
Penganan tradisional semacam nastar yang terbuat dari campuran telur, tepung terigu, santan, minyak sayur, margarin serta gula kelapa untuk bagian isinya ini, konon dahulu adalah sajian khusus untuk para raja. Ia tak pernah absen disajikan saat lebaran datang. Nikmat dimakan selagi hangat untuk menemani menyapa senja yang mulai turun. Kenapa disebut Kue Tat Bengkulu? Kenapa bukan Kue Tat Felda Gedangsa?
Di hari lain, kami mampir ke Rumah Rehat Kuala Khubu Baru untuk melihat pembuatan Bahulu Cake oleh Bapak Ismail dan keluarga. Pembuatan kue ini menjadi istimewa karena ia mengingatkan pada jajanan masa kecil yang di Malaysia disebut Kue Bolu Bahulu, sedang di Jawa lebih dikenal dengan sebutan Bolu Klemben. Nama boleh berbeda karena ia telah dibawa menyebar dan menemukan dunia yang berbeda, namun sumber akarnya tetaplah satu. Lewat dunia kuliner, rasa itu seharusnya tetap terjalin dengan erat untuk dijaga dan dinikmati bersama hari ini dan kelak di kemudian hari oleh generasi yang akan datang, saleum [oli3ve].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H