Mohon tunggu...
Olive Bendon
Olive Bendon Mohon Tunggu... Administrasi - Travel Blogger

Travel blogger yang senang menceritakan perjalanannya (dan kawan berjalannya) yang berkaitan dengan sejarah, gastronomi, medical tourism, kesehatan mental lewat tulisan. Memiliki hobi fotografi, menonton teater, dan membaca buku. Ikuti juga jejaknya di OBENDON.COM

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Masuk SD Bisa Lewat Belakang

27 Mei 2011   10:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:09 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tahun ajaran baru sudah di depan mata, para orang tua yang belum mendapatkan sekolah buat anak-anaknya mulai panik. Sekolah negeri yang mereka incar sebagian sudah menutup pendaftaran karena over quota mau masuk swasta perlu dana lebih besar. Angkot D01 jurusan Ciputat – Kebayoran Lama pun menjadi tempat diskusi dan berkeluh kesah soal pendaftaran calon murid ke jenjang Sekolah Dasar (SD) antara dua orang ibu muda dalam perjalanan ke tempat kerja.

“Wi, aturannya mesti enam ya di akhir Juni? Kalau lima koma delapan masih masuk gak ya?”

“Wahhh, kalau patokannya enam jelas kita sudah gak masuk ‘Ka. Lewat belakang aja.”

Berada satu angkutan selama kurang lebih 15 menit membuat saya jadi ter-update dengan istilah angka yang digunakan oleh kedua ibu muda yang juga pekerja ini. Ternyata mereka tengah membahas batasan usia anak yang bisa masuk SD adalah minimal 6 tahun per akhir Juni. Kalau usia anak kurang 2 bulan dari batasan usia yang ditetapkan, apakah sang anak harus menunggu setahun lagi untuk berkesempatan menempuh pendidikan di SD? Apa yang dialami oleh ibu Dewi dan Eka juga dialami oleh beberapa orang tua lainnya, jangankan usia kurang 2 (dua) bulan tahun lalu ada kejadian usia anak kurang 4 (empat) hari dari ketentuan Dinas Pendidikan pun ditolak! Oleh karena itu ibu Dewi menyarankan kepada ibu Eka untuk mendaftar lewat belakang.

“Iya sih Wi, kemarin juga yang telpon-telpon kepala sekolah disuruh datang aja. Tapi mesti bawa uang bangku katanya, memang biasanya berapa sih?”

“Waktu si kakak tahun lalu, Dewi bayarnya empat ratus ribu langsung ke sekolah. Di negeri sebenarnya gak ada aturannya, seberapa kita mampu namanya sumbangan sukarela dibawah meja.”

“Gitu ya, di sana sekitar lima ratus ribu katanya yang daftar sudah over quota. Kalau ke sekolah swasta kan mahal minimal 2 kali ya.”

Ternyata bahasannya berlanjut ke pungutan tak resmi yang diberlakukan oleh oknum di sekolah hingga tes masuk. Tes masuknya berupa tes baca, menulis dan berhitung bahkan di beberapa sekolah ada juga tes bahasa Inggris. Dari pengalaman ibu Dewi, beliau menyarankan temannya untuk tidak khawatir soal tes karena tesnya sederhana asal anaknya memang sudah siap. Dari obrolan di angkot, ibu Eka bertekad tetap membawa anaknya ke sekolah yang sudah diincar hari Senin depan untuk mengikuti tes masuk walaupun pendaftaran sudah penuh. Proses pendaftarannya bisa lewat belakang langsung menghadap kepala sekolah dengan membawa bekal uang bangku yang sudah disiapkan.

Mengapa proses pendaftaran masuk SD menjadi ribet begini? Buat diketahui, saat ini proses pendaftaran calon peserta didik dari SD hingga SMA di Jakarta dilakukan secara online. Di sistem sudah diprogram batasan umur untuk calon murid SD harus minimal sama dengan 6 (enam), jadi kalau usia anak 6 (enam) tahun kurang 1 (satu) hari pun pasti ditolak mentah-mentah oleh sistem. Akibatnya banyak orang tua yang protes anaknya tidak diterima karena di bawah batasan umur tadi. Kesempatan ini disambut oleh beberapa oknum di sekolah untuk melakukan pungutan dengan berbagai alasan seperti pungutan uang bangku, formulir, uang seragam dan lainnya.

Saya lalu teringat waktu daftar masuk SD di kampung duluuuuuu, prosesnya hanya sehari diantar Bapak menyerahkan beberapa dokumen dalam map berwarna biru. Bersama kami ke bagian penerimaan ditanya-tanya sebentar terus Bapak saya tanda tangan surat selesai. Karena sekolah di swasta, tiap bulan saya akan minta uang SPP (Sumbangan Pembangunan dan Pendidikan) ke orang tua untuk dibayarkan ke bagian keuangan. Jika ada perubahan sekolah akan mengirimkan surat yang diketahui oleh yayasan. [oli3ve]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun