Mohon tunggu...
Olive Bendon
Olive Bendon Mohon Tunggu... Administrasi - Travel Blogger

Travel blogger yang senang menceritakan perjalanannya (dan kawan berjalannya) yang berkaitan dengan sejarah, gastronomi, medical tourism, kesehatan mental lewat tulisan. Memiliki hobi fotografi, menonton teater, dan membaca buku. Ikuti juga jejaknya di OBENDON.COM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Maria Zaitun, Pelacur yang Hadir di Tujuh Tahun Kepergian Rendra

10 Agustus 2016   08:32 Diperbarui: 10 Agustus 2016   15:58 1426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sha Ine Febriyanti membawakan Nyanyian Angsa di TIM (dok. koleksi pribadi)

Perempuan itu melangkah terhuyung-huyung dari kerumunan orang banyak. Tapak kakinya telanjang. Mulutnya sibuk berkicau, tak hirau pada sekelilingnya. Orang ramai yang duduk berkerumun pun tak ada yang tergerak untuk memintanya diam. Mereka yang diam. Entah terpesona, entah karena pantatnya terpaku di tanah. Tubuh perempuan itu sebentar limbung ke kiri, sebentar ke kanan. Napasnya naik turun, mengikuti gerak badannya yang meliuk mengikuti gerak tangannya. Rambutnya dibiarkan jatuh tergerai, tak peduli beberapa helai menimpa mukanya yang menyimpan sengsara dan mulai menua.

Maria Zaitun, ia menyebut namanya. Seorang pelacur yang tak lagi mampu menjadi mesin pencetak uang bagi induk semangnya membuatnya terusir dari rumah pelacuran. Tubuhnya tak mulus lagi, dipenuhi borok dan digerogoti sipilis. Pada dokter langganan ia mencari pertolongan meski hanya suntikan vitamin C yang didapatnya karena hutang berobatnya yang kemarin-kemarin saja tak dapat dibayarnya. Bagaimana mau membayar jika tabungannya saja penuh utang?

Di jelang akhir hidupnya, Maria Zaitun pergi menjumpai pastor untuk membuat pengakuan dosa. Dirinya khawatir akan dosa yang melulu dibuatnya selama melacur. Pastor menunda-nunda untuk menemuinya, mencari-cari alasan agar tak mendengar pengakuan dosanya. Bahkan menolak untuk mendoakannya karena Maria Zaitun dianggapnya gila! Ia butuh dokter jiwa, bukan pastor! *kasihan sekali kau Maria Zaitun*

Hari sudah gelap. Lelah mengantarkannya ke tepian sungai. Di sana ia berjumpa lelaki tegap, yang rambutnya ikal, matanya lebar dan parasnya elok. Ia seperti pernah mengenalnya, tapi ia lupa kapan dan di mana? Pada lelaki yang di tubuhnya ia jumpai bekas-bekas luka, ia pasrahkan dirinya.

Aku tak takut lagi
Sepi dan duka telah sirna
Sambil menari kumasuki taman firdaus
dan kumakan apel sepuasku
Maria Zaitun namaku
Pelacur dan pengantin adalah saya.

Maria Zaitun adalah tokoh utama dalam sajak Nyanyian Angsa karya W.S. Rendra yang dibacakan oleh Sha Ine Febriyanti pada Selasa malam (09/08/2016) di pelataran Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Salah satu sajak yang dihadirkan dalam pergelaran Kesaksian Rendra [7 Tahun Mengenang Seniman Besar Indonesia].

Semalam, Sha Ine Febriyanti berhasil melacurkan dirinya pada sosok Maria Zaitun lewat permainan karakter, cara bertutur, gerak tubuh, dan ritme suara saat menyampaikan keresahan seorang pelacur yang hanya ingin membuat pengakuan dosa di jelang kematiannya. Totalitas Sha Ine bak sihir yang membuat penonton yang memenuhi pelataran Teater Jakarta diam. Bahkan kotak-kotak suara yang sebelumnya dikerubuti suara-suara dari belakang panggung yang turut berisik ketika penampil musikalisasi puisi sedang berkreasi di panggung pun menjinak.

Rendra banyak melancarkan keresahannya lewat protes keras dan keprihatinan yang terjadi dalam masyarakat melalui sajak dan puisinya sehingga membuatnya pernah dicekal oleh pemerintah. Nyanyian Angsa adalah puisi sindiran akan hilangnya kepedulian manusia yang berkecimpung dalam lembaga kemanusiaan dan kerohanian. Karakter yang dihadirkkannya lewat tokoh dokter dan pastor dalam sajak tersebut. Sedang Maria Zaitun mewakili masyarakat yang terpinggirkan.

Selain Sha Ine Febriyanti, di kegiatan semalam ada juga Kelompok Musik Sirkus Barock, Sawung Jabo, Jockie Surjoprajogo serta para budayawan dan pekerja seni Indonesia lainnya. WS. Rendra meninggal pada 6 Agustus 2009, semalam ada peringatan 7 (tujuh) tahun kepergiannya, saleum [oli3ve].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun