Mohon tunggu...
Olive Bendon
Olive Bendon Mohon Tunggu... Administrasi - Travel Blogger

Travel blogger yang senang menceritakan perjalanannya (dan kawan berjalannya) yang berkaitan dengan sejarah, gastronomi, medical tourism, kesehatan mental lewat tulisan. Memiliki hobi fotografi, menonton teater, dan membaca buku. Ikuti juga jejaknya di OBENDON.COM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jejak Sejarah Itu Terbentang di Depan Mata

7 Januari 2014   08:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="486" caption="Sebuah catatan perjalanan masa (dok. koleksi pribadi)"][/caption]

Mungkin kita sudah sering membaca atau mendengar informasi mengenai catatan-catatan sejarah perjalanan bangsa ini yang banyak tersimpan di luar negeri. Demikian pula halnya dengan manuskrip Aceh yang konon kabarnya ada yang tersimpan di Malaysia. Sayangnya dari sekian banyak info yang beredar itu, belum pernah saya melihat ada yang menunjukkan wujudnya.

Pukul 10.15 taksi yang dipesankan oleh petugas hotel tempat meluruskan punggung selama 6 (enam) jam di daerah Bukit Bintang, Kuala Lumpur berhenti di seberang hotel. Kugamit Rei, mantapkan hati untuk mengayun langkah,”hari ini kita bertualang ke Bangi, Rei … demi IBU.” Aku pamit kepada petugas hotel baik hati yang telah memanggilkan taksi kenalannya sehingga ada rasa aman untuk beranjak ke tempat yang tak terbayangkan di mana letaknya.

“Mbak, ini tasnya ditaruh ke depan ya! Banyak copet, wiz hati-hati.” Ibu Tri, perempuan paruh baya asal Surabaya yang saya temui sedang beberes di kamar mandi belakang beberapa menit yang lalu tergopoh-gopoh menghampiri dan membenarkan letak tas selempang yang menggantung di pundak. Berasa dilepas oleh Ibu sendiri kala langkah hendak pergi jauh meninggalkan rumah.

“Terima kasih ya Bu, Ibu baik-baik di sini semoga satu waktu nanti kita ketemu lagi,” kataku sembari menepuk pundaknya dengan lembut. Perempuan hebat, rela terpisah jauh dari keluarganya demi sekeping dua keping ringgit penyambung hidup.

Mansoor bin Ishak, nama yang tertera pada kartu pengenal yang tertancap di atas dashboard teksi Semenanjung yang saya tumpangi terheran-heran saat mengetahui maksud hati ke Bangi untuk menyambangi perpustakaan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Pertanyaan yang dilontarkan Farah, rakan blogger Malaysia sebelum kami berpisah jelang pergantian hari kembali berdengung di kuping, ”kenapa tak ke UM (University of Malaya)?” Jawaban yang sama pun kembali dikumandangkan bahwa yang dicari memang tersimpan di UKM.

[caption id="attachment_314272" align="aligncenter" width="486" caption="Isi bagian depan taksi pak Mansoor (dok. koleksi pribadi)"]

138905778411129650
138905778411129650
[/caption]

30 menit perjalanan kami sampai di depan gerbang UKM, setelah menanyakan lokasi yang dituju kepada petugas jaga; kami lanjut menyusuri jalan-jalan di dalam kampus. Tak susah untuk menemukan tempatnya, dari depan gerbang sampai perempatan belok kiri, belok kanan lurussssss hingga gedung keempat Pak Mansoor menepikan kendaraan tepat di bawah tangga Perpustakaan Tun Seri Lanang.

[caption id="attachment_314273" align="aligncenter" width="486" caption="Jadwal operasional perpustakaan (dok. koleksi pribadi)"]

13890578891964840397
13890578891964840397
[/caption] Dengan menggandol Rei di punggung, tapak demi tapak terayun meniti anak tangga, melewati selasar yang ramai oleh mahasiswa duduk berkelompok dengan laptop dan buku terbuka lebar hadapan mereka. Kepada petugas di depan pintu perpustakaan, saya minta petunjuk bagaimana menuju ke ruang Arkip yang terletak di lantai enam. Mungkin karena penampilan saya seperti mahasiswa, si bapak tak bertanya macam-macam langsung menunjukkan tangga yang ada di luar ruangan.

Dada mulai berdebar-debar… tinggal selangkah lagi untuk masuk ke dalam ruang berpendingin yang sepi. Kaki terus diayun ke depan loket membunyikan bel dan menjelaskan tujuan kedatangan kepada petugas yang menghampiri dari balik kaca. Oleh mbak Rosmi, saya diberi dua katalog arsip untuk mencari data yang dibutuhkan. Entah karena terlalu bersemangat perut mendadak mules. Kepada mbak Rosmi saya menitipkan Rei dan berlari ke lantai empat mencari tandas. Sampai di sini tak ada masalah, Rei dengan bebas bisa masuk ke ruang kerja petugas arkip dan dibiarkan di dalam sana tanpa ditanya macam-macam.

[caption id="attachment_314274" align="aligncenter" width="486" caption="Katalog untuk melihat list manuskrip Aceh (dok. koleksi pribadi)"]

1389058032908160314
1389058032908160314
[/caption] Kembali ke ruang arkip, saya menuju loket dan menunjukkan list data yang sudah ditandai kepada petugas. Kali ini bukan mbak Rosmi yang keluar tapi temannya yang memberikan selembar formulir untuk diisi serta menanyakan metrik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun