Secangkir kopi hitam baru saja diantarkan ke meja. Kopi itu dipilihkan Lesley Lee, kawan berjalan yang tinggal di Klang. "Olive, you should try their coffee. First you are taste it, it will stay for last", katanya saat kami baru saja memilih meja kosong di antara meja -- meja yang  telah penuh terisi untuk duduk di Chong Kok Kopitiam.Â
Ini kali kedua kami bersua setelah sebelumnya di akhir April lalu, kami menikmati perjalan bersama di Negeri Sembilan. Di meja pualam bundar yang berada di tengah kedai itu kemudian bergabung Robert Lee, suami Lesley dan Phil disusul Dhani dari MQTV juga Lily Riani, blogger Malaysia.
Sebagai penikmat kopi yang paginya tak selalu bergantung pada secangkir kopi, ketika bertandang ke kedai kopi legendaris di satu kota; wajib hukumnya untuk mencoba secangkir kopi pilihan di kedai itu. Karena tak suka yang manis -- manis saya pun memesan kopi hitam, panas.Â
Cangkir -- cangkir berisi kopi lainnya tersaji di meja. Datang bersama roti bakar dengan selai kaya dan butter yang sengaja dipesan Lesley dan Phil untuk dinikmati bersama -- sama, juga beberapa potong penganan tradisional yang disediakan  untuk dikudap.
Duduk di kedai ini, harus bisa menahan diri tak silap memesan segala penganan yang menggoda di meja tetangga untuk diicip seperti roti bakar yang di atasnya bertengger telur ayam setengah matang yang membuat air liur nyaris tumpah.Â
Aroma Kopi O-Kaw menguar dari dalam cangkir berwarna kuning yang dihiasi tulisan Chong Kok Kopitiam yang terduduk di atas meja merangsang hasrat untuk segera dinikmati. Saya menyesapnya sekali. Maaaaak, enak bangeeeeet!
Kisah Klang berawal pada 1857 ketika Sultan Abdul Samad, Sultan Selangor meminta Raja Abdullah, anak menantunya, mengawasi perluasan area penambangan timah yang akan dibuka di Lembah Klang. Raja Abdullah meminta para penambang Cina yang masa itu dipekerjakan di Lukut (sekarang wilayah Negeri Sembilan) turun ke Lembah Klang, membabat hutan, dan membuka area tambang baru di sepanjang aliran sungai Gombak dan Klang. Untuk memantau kerja para pekerja Cina tersebut, dipercayakan kepada Cina, Yap Ah Loy. Pada 1886 semasa koloni Inggris, jalur kereta api Lembah Klang dibangun untuk menghubungkan Kuala Lumpur dan Klang.
Terpujilah nama Tuhan! Sungguh pagi yang menyenangkan. Bersua kawan berjalan, berbagi cerita sembari 'ngopi, dan memulai kegiatan Eat, Travel, & Write 9: Selangor International Culinary Adventure  2019 yang diadakan oleh Selangor State Economic Planning Unit/Unit Perancangan Ekonomi Negeri (UPEN) Selangor dan Gaya Travel Magazine. Dari Chong Kok Kopitiam dengan perut yang tak henti tersenyum, kami berjalan riang ke Galeri Diraja Sultan Abdul Aziz.
Pada 1873 Klang menjadi tempat kedudukan Kesultanan Selangor sekaligus sebagai pusat pemerintahan sebelum dipindahkan ke Kuala Lumpur pada 1880. Ketika Sultan Abdul Samad mangkat, pada 1898, Alaeddin Sulaiman Shah, cucunya, diangkat sumpahnya menggantikan kakeknya menjadi Sultan Selangor V dan menjadikan Klang sebagai ibukota Selangor. Meski Klang tak lagi disebut sebagai ibukota Selangor sejak beralih ke Shah Alam pada 1978, Klang tetaplah disebut sebagai The Royal Town.Â
Di beranda depan Galeri Diraja Sultan Abdul Aziz, kami disambut oleh Chang Sui Yong a.k.a Julie, pemandu wisata dari Tourism Selangor yang akan menemani berkeliling Royal Klang Town. Ia memulai kisah Klang dengan menceritakan seluk beluk gedung Sultan Suleiman hingga menjadi Galeri Diraja Sultan Abdul Aziz atau museum biografi Sultan Abdul Aziz.