Tak semua orang bisa tenang – tenang saja ketika melihat jarum suntik, terlebih bila anggota tubuhnyalah yang akan menjadi sasaran si jarum suntik. Sugesti terhadap perkakas dokter itu pulalah yang menghadirkan ketegangan di wajah beberapa anak lelaki bersarung yang duduk – duduk di tikar, di pekarangan belakang pendopo Rumah Ilmu (Rumil). Ada yang menikmati hiburan yang disajikan dari panggung terbuka, ada yang berusaha terlihat tenang meski sarungnya terlihat berdebar – debar menahan getar tubuh pemakainya. Ada pula yang tak dapat menahan kucuran air mata yang terus saja menganak sungai di pipinya.
Jarum suntik itu belum sedikit pun menyentuh tubuhnya, tapi ketegangan demi ketegangan tampak jelas di wajah Putra (5) yang siap menyongsong usia akil balig. Ketika diajak bercanda, susah payah dihadirkannya senyum di bibirnya. Ia beberapa kali terlihat mengusap wajahnya dengan kedua tapak tangannya saat kupingnya menangkap teriakan – teriakan dari belakang punggungnya. Ia pun beberapa kali mengganti posisi duduknya, berusaha bercanda dengan kawan yang duduk di kiri kanannya yang juga sama – sama tegang menunggu nomor urut dan nama mereka dipanggil.
Saya bersua Putra saat dirinya melangkah keluar dari Ruang Salep dan berjalan mengantri ke depan photo booth sebelum dirinya memilih duduk di barisan depan, di depan panggung menonton keriaan yang ditampilkan oleh anak – anak Rumil. Meski datang ditemani ayah dan ibunya, Putra masih terlihat tenang duduk tak didampingi orang tuanya ketika satu dua anak yang tubuhnya lebih besar terlihat membenamkan diri rapat – rapat ke tubuh ayah atau ibu mereka.
Sebenarnya, sunat yang dilakukan pada anak lelaki hanyalah proses pemotongan kulit yang membungkus kepala penis (kulup), bukan memotong penis. Untuk meminimalisir rasa sakit yang muncul, pasien sunat diberi anestesi lokal dan tindakan dilakukan dengan teknik laser. Menurut Dr Tata, salah seorang dokter yang saya temui saat sibuk membersihkan sarung tangan yang dikencingi pasien sunat di salah satu bilik, sunat sudah bisa dilakukan sejak bayi. Meski teknik operasi kecil yang dilakukan pada Khitanan Ceria ini menggunakan laser, namun tetap saja para dokter bersedia melayani permintaan pasien cilik dan orang tuanya yang memilih untuk disunat dengan cara biasa yang prosesnya lebih lama dan sakitnya pun lebih terasa. Proses pemulihan usai sunat laser lebih cepat, hanya perlu 3 – 4 hari dibanding dengan sunat biasa. Di samping itu, sunat laser pengerjaannya juga lebih cepat (tergantung perlawanan yang diberikan oleh pasien), tak menimbulkan banyak pendarahan, dan luka terkadang tak perlu dijahit.
Ada yang datang dikawani orang tuanya, ditemani kakak serta adiknya, pun yang diantar pakdenya karena ayahnya sedang bekerja. Beberapa dari mereka tetap tenang ketika masuk ke bilik hingga proses sunat selesai, namun tak sedikit juga yang berteriak – teriak. Menurut Adrian (7) dan Ivan (7), mereka tak merasakan sakit saat disunat, hanya berasa digigit semut ketika jarum suntik menyentuh penis setelah itu, biasa saja. Yang belum sempat sunat, yuuk! April depan akan ada Khitanan Ceria lagi, ikutan ya. Saleum [oli3ve].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H