Mohon tunggu...
Olive Bendon
Olive Bendon Mohon Tunggu... Administrasi - Travel Blogger

Travel blogger yang senang menceritakan perjalanannya (dan kawan berjalannya) yang berkaitan dengan sejarah, gastronomi, medical tourism, kesehatan mental lewat tulisan. Memiliki hobi fotografi, menonton teater, dan membaca buku. Ikuti juga jejaknya di OBENDON.COM

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Melirik Dapur Bengkulu di Felda Gedangsa, Selangor

15 Mei 2016   23:13 Diperbarui: 15 Mei 2016   23:37 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membentuk adonan menjadi serupa dengan daun yang memanjang (dok. koleksi pribadi)

Lori yang kami tumpangi dari gerbang Felda Gedangsa berhenti di depan sebuah rumah berhalaman lega. Di terasnya ramai orang berkumpul, sanak saudara dari si empunya rumah. Turun dari lori, kami berjalan ke teras, bersalaman dengan semua yang berdiri dan berjejer di sana. Satu-satu mulai dari teras depan, masuk ke dalam rumah melalui pintu samping lalu keluar lagi ke depan lewat pintu utama. Di kiri dan kanan pintu masuk, masing-masing berdiri sebuah meja yang di atasnya telah tertata rapi aneka penganan. Karena kepanasan, maka meja tempat minuman dinginlah yang ramai dikerubuti.

Felda Gedangsa, sebuah pemukiman yang berada di wilayah Kuala Khubu Baru, Selangor. Pemukiman yang menyenangkan karena ada banyak pohon peneduh di sekitar rumah – rumah warganya. Berdiri di pekarangan depan dan belakang rumah semi permanen yang halamannya bisa untuk bermain bola. Di halaman itu pula tumbuh beraneka jenis tanaman hias, pula di terasnya beberapa tanaman pot menyejukkan pandangan.

Usai menyegarkan kerongkongan, kami diajak sang empunya rumah untuk beranjak ke pekarangan belakang. Di depan pintu pondokan kayu yang terpisah dari bangunan induk, kami disambut senyum ramah nenek yang empunya rumah. Beliau mempersilakan kami untuk mengambil posisi yang nyaman sebelum dirinya memulai demo membuat Kue Tat Bengkulu. Karena ruangan itu kecil saja, untuk menghindari sesak di dalam maka sebagian kami memilih berdiri dan merekam pemandangan di dalam ruang dengan mengintip dari kisi-kisi jeruji kayunya. Sedang nenek duduk di sebuah bale-bale yang ada di dalam ruangan itu, menghadapi belanga, loyang plastik kecil, dan bahan-bahan untuk membuat kue.

Dengan cekatan tangan yang sudah mengeriput itu memecah telur ke dalam belanga lalu dikocok manual dengan pengocok telur. Setelah tercampur dengan baik, santan kental dituang ke dalamnya, diaduk lagi hingga rata. Sebuah loyang disiapkan untuk tepung terigu yang dituangi dengan santan, minyak sayur, margarin, gula pasir, dan dicampur hingga adonan kalis. Setelah semua siap, adonan dibentuk menyerupai daun memanjang, bagian tengahnya diisi dengan gula kelapa. Kue yang sudah dibentuk dimasukkan ke dalam panci kemudian dibakar di atas bara, bagian atasnya ditutup lagi dengan lempengan seng yang telah dipanaskan dan dibubuhi bara arang pula. Tak lama, Kue Tat Bengkulu pun siap diangkat.

Membentuk adonan menjadi serupa dengan daun yang memanjang (dok. koleksi pribadi)
Membentuk adonan menjadi serupa dengan daun yang memanjang (dok. koleksi pribadi)
Penganan tradisional semacam nastar yang terbuat dari campuran telur, tepung terigu, santan, minyak sayur, margarin serta gula kelapa untuk bagian isinya ini, konon dahulu adalah sajian khusus untuk para raja. Ia tak pernah absen disajikan saat lebaran datang. Nikmat dimakan selagi hangat untuk menemani menyapa senja yang mulai turun. Kenapa disebut Kue Tat Bengkulu? Kenapa bukan Kue Tat Felda Gedangsa?

Bengkulu masihlah melekat pada masyarakat yang bermukim di Felda Gedangsa karena akar mereka memang berasal daerah yang ada di Sumatera. Tidaklah heran bila berkunjung ke sini ada kesamaan tradisi yang dibawa dari akarnya dan tetap dijaga kelestariannya.

Kue Tat Bengkulu enak dinikmati semasih hangat dengan secangkir kopi panas (dok. koleksi pribadi)
Kue Tat Bengkulu enak dinikmati semasih hangat dengan secangkir kopi panas (dok. koleksi pribadi)
Di hari lain, kami mampir ke Rumah Rehat Kuala Khubu Baru untuk melihat pembuatan Bahulu Cake oleh Bapak Ismail dan keluarga. Pembuatan kue ini menjadi istimewa karena ia mengingatkan pada jajanan masa kecil yang di Malaysia disebut Kue Bolu Bahulu, sedang di Jawa lebih dikenal dengan sebutan Bolu Klemben. Nama boleh berbeda karena ia telah dibawa menyebar dan menemukan dunia yang berbeda, namun sumber akarnya tetaplah satu. Lewat dunia kuliner, rasa itu seharusnya tetap terjalin dengan erat untuk dijaga dan dinikmati bersama hari ini dan kelak di kemudian hari oleh generasi yang akan datang, saleum [oli3ve].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun