Mohon tunggu...
Olive Bendon
Olive Bendon Mohon Tunggu... Administrasi - Travel Blogger

Travel blogger yang senang menceritakan perjalanannya (dan kawan berjalannya) yang berkaitan dengan sejarah, gastronomi, medical tourism, kesehatan mental lewat tulisan. Memiliki hobi fotografi, menonton teater, dan membaca buku. Ikuti juga jejaknya di OBENDON.COM

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mengecap Kecap Tulen 1882 di Pasar Lama Tangerang

20 Januari 2014   10:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:40 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dasar Jawa, nggak bisa makan tanpa kecap!" seloroh seorang kawan ketika melihat seorang kawan yang lain sibuk mencari kecap saat hendak menikmati santap siang. Bagi sebagian orang, kecap adalah pembangkit selera dan napsu makan. Karena terbiasa demikian, kawan ini pun merasa ada yang kurang dengan makanannya sebelum dibubuhi kecap.

Ngomong-ngomong soal kecap, saya jadi teringat satu kunjungan ke kawasan Pasar Lama Tangerang untuk survey lokasi kegiatan yang akan dilakukan di Museum Benteng Heritage (MBH) dan sekitarnya beberapa waktu lalu. Saat pamit, oleh pengurus MBH kami masing-masing dibekali dengan sebotol kecap. Ini bukan kecap biasa karena kecap ini adalah produksi rumahan yang sudah ada semenjak 1882, Kecap Benteng No 1! Orang menyebutnya Kecap Istana atau Kecap cap Burung. Kenapa bawa-bawa benteng? Karena kecap ini asli produksi warga keturunan Tionghoa yang akrab dikenal dengan nama Cina Benteng.

[caption id="attachment_317013" align="aligncenter" width="486" caption="Pabrik kecap Benteng, Tangerang (dok. koleksi pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_317014" align="aligncenter" width="486" caption="Kecap Benteng No 1 yang diproduksi sejak 1882, buah tangan dari Museum Benteng Heritage, Tangerang (dok.koleksi pribadi)"]

13901872081469356232
13901872081469356232
[/caption] Usaha rumahan yang dirintis oleh Teng Hay Soey ini, sampai hari ini  pengolahannya  masih dilakukan dengan cara tradisional di satu rumah yang sudah dimakan usia yang mereka sebut pabrik. Sayang karena hari itu hari Minggu, pabriknya tutup. Kami hanya bisa jinjit dan mengintip ruangan dapurnya dengan menggunakan kamera.

Saat berjalan-jalan di sekitar pasar pagi sembari mencuci mata dan mencari makanan untuk mengganjal perut, kami menemukan kecap lain yang kemasannya berbeda. Pada kemasannya pun tertulis Kecap Benteng dengan inisial SH di bagian bawahnya. Kecap SH, orang biasa menyebutnya demikian, adalah "adik" kecap tulen! Kecap SH (= Siong Hin) adalah kecap dari pabrik kecap yang dirintis oleh Lo Tjit Siong pada 1920.

[caption id="attachment_317015" align="aligncenter" width="486" caption="Kecap SH aka Siong Hin sudah ada sejak 1920"]

139018725297293331
139018725297293331
[/caption]

Dari segi rasa ada yang mengatakan kecap SH lebih gurih di lidah, di samping itu jika hendak dibawa sebagai buah tangan akan lebih enteng karena memiliki kemasan botolan plastik kecil serta kemasan isi ulang. Sedang kecap Istana hanya diproduksi dalam botol beling ukuran 620ml.

[caption id="attachment_317017" align="aligncenter" width="486" caption="Ayam goreng itu makin mantap jika dicocol dengan kecal tulen (dok. koleksi pribadi)"]

13901872921195789485
13901872921195789485
[/caption] [caption id="attachment_317018" align="aligncenter" width="486" caption="Sate babi dari Pasar Lama Tangerang ini makin aduhai rasanya jika dibubuhi kecap tulen (dok. koleksi pribadi)"]
13901873251565107656
13901873251565107656
[/caption] Pada kunjungan berikutnya ke MBH, kami disuguhi Nasi Ulam yang masih hangat dengan potongan ayam goreng di atasnya. Meski bukan pencari kecap untuk bangkitkan selera makan, saya mengikuti petunjuk dari tuan rumah untuk mencocol ayamnya ke dalam kecap untuk mendapatkan sentuhan rasa yang aduhai. Dan .... begitu daging ayam yang telah dicocol ke kecap tulen menyentuh ujung lidah, rasanya tak terkatakan. Asli, nikmat banget! Selamat berkhayal dengan kecap, saleum [oli3ve].

****

Tulisan terkait:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun