Spoor memindahkan kantor NEFIS dari Australia ke Hindia Belanda dan kembali ke Batavia pada Oktober 1945 dengan satu jabatan baru yang menantinya sebagai Kepala Staf KNIL, orang kedua di jajaran tentara kolonial. Kepulangan ini membuahkan pertemuan keluarga yang terpisah karena perang, Spoor berkumpul kembali dengan Rika istrinya yang melewati masa perang di kamp interniran Cihapit, Bandung dan kamp Kramat. Ia juga bertemu dengan kakaknya Andre Spoor, yang pernah bertugas sebagai Residen Pontianak beserta keluarganya. Pada 31 Januari 1946, Spoor menerima komando menggantikan Van Oyen sebagai Panglima Tertinggi KNIL; jabatan yang dianggapnya sebagai permainan politik dan membuatnya stress.
[caption id="attachment_400456" align="aligncenter" width="486" caption="Kawan berjalan, kakak - kakak Travel Bloggers Indonesia di Ereveld Menteng Pulo (dok. Bobby Ertanto)"]
Di depan tempat peristirahatan Jenderal Hendrik Simon Spoor, putera musisi Belanda, Andreas Petrus Spoor; cucu keponakan JE Jautze seorang anggota Korps Marsose yang bertugas di Aceh pada 1893 -1894; dua tangkai anggrek yang telah disematkan ke dalam vas bambu diletakkan sembari bergurau,”selamat beristirahat violist berbakat, sesekali perdengarkanlah gesekan biolamu di Simultankerk agar tempat ini tak selamanya senyap.” Saleum [oli3ve].
Referensi:
- Jenderal Spoor, Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda Terakhir di Indonesia, J.A. de Moor, 2015
- Pertempuran Surabaya November 1945, Des Alwi, 2012
- Doorstoot Naar Djokja, Pertikaian Pemimpin Sipil Militer, Julius Poor, 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H