Mohon tunggu...
Olga Cloudy
Olga Cloudy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jember

tertarik akan isu isu HAM

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perketat Aturan Ekspor CPO, Untuk Apa?

27 Maret 2023   02:38 Diperbarui: 27 Maret 2023   04:42 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

1 Januari 2023 menjadi tanggal dimana Indonesia mulai untuk memperketat aturan terhadap ekspor kelapa sawit. Indonesia memutuskan untuk mengurangi proses pengiriman kelapa sawit ke luar negeri. Hal ini ditujukan untuk memastikan pasokan minyak kelapa sawit di dalam negeri terpenuhi. Aturan baru ini memutuskan untuk eksportir hanya diizinkan melakukan pengiriman ke luar negeri hanya enam kali volume penjualan domestik yang mereka miliki. Harus kurang dari rasio delapan kali lipat, yaitu rasio saat ini. Menurut peraturan baru yang ditinjau oleh kantor berita Reuters dan dikonfirmasi oleh pejabat industri. "Untuk mengamankan pasokan dalam negeri, khususnya pada triwulan I 2023," kata Septian Hario Setio, Petinggi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Akan tetapi, rasio yang ditetapkan saat ini akan selalu ditinjau secara berkala. Dengan mempertimbangkan situasi dalam negeri terkait pasokan ketersediaan minyak goreng serta harga dari minyak goreng tersebut.

Pada periode awal tahun 2023, Indonesia mulai memperkenalkan beberapa langkah untuk ekspor produk minyak kelapa sawit. Meskipun, Indonesia berada di ambang ke khawatiran akan harga minyak goreng yang mungkin tidak terkendali. Beberapa waktu lalu, larangan singkat terhadap ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia menyebabkan munculnya keguncangan pasar dan ke khawatiran pasokan dari global. Selain itu, menyebabkan membengkaknya inventaris domestic. Dengan adanya larangan ekspor minyak kelapa sawit yang dikeluarkan oleh Indonesia, menyebabkan harga minyak goreng mulai tak terkendali. Harga minyak goreng mulai melonjak di seluruh dunia. Hal ini tentu saja menyebabkan meningkatnya ke khawatiran akan ketahanan pangan dalam kancah global. Ditambah lagi, suasana perang Ukraina dan Rusia serta cuaca yang buruk.

Presiden Jokowi, mengumumkan larangan ekspor terhadap minyak kelapa sawit di saat yang mengkhawatirkan. Dikarenakan, pasokan pangan global sedang mengalami banyak tekanan yang diakibatkan beberapa hasil panen memburuk, invasi Rusia terhadap Ukraina yang mengganggu proses ekspor, dan juga efek dari pandemic Covid-19 diantaranya kekurangan tenaga kerja. "India adalah produsen utama minyak sawit dan pelarangannya berarti kita mengalami guncangan pasokan pada minyak nabati yang akan mendorong harga lebih tinggi, menambah tekanan harga pangan dan merugikan mereka yang paling rentan di negara maju dan negara-negara dengan bobot makanan tinggi seperti India," Trinh Nguyen, seorang ekonom senior untuk negara berkembang Asia di Natixis di Hong Kong.

Nguyen mengatakan larangan itu akan memperburuk kekurangan tenaga kerja di Malaysia, produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia. "Ini berarti Malaysia mendapat keuntungan dari harga yang lebih tinggi tetapi tidak akan menutupi guncangan pasokan sehingga kita harus mengalami kekurangan pasokan global yang berdampak pada harga pangan global," katanya. Harga global minyak sawit mentah (CPO), bahan utama minyak goreng Indonesia, telah meningkat tajam selama berbulan-bulan. Indonesia membatasi ekspor minyak sawit pada bulan Januari, sebelum membatalkan pembatasan pada bulan Maret, dan larangan baru tersebut dipandang sebagai pelengkap Kebijakan Presiden Jokowi mengucurkan bantuan tunai langsung untuk minyak goreng. Dalam sebuah pidato, Presiden Joko Widodo membenarkan larangan itu diperlukan untuk memastikan ketersediaan produk makanan di dalam negeri di tengah melonjaknya inflasi di seluruh dunia. "Saya akan memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng di pasar dalam negeri menjadi melimpah dan terjangkau," kata Jokowi.

Larangan itu akan mulai berlaku pada 28 April dan Indonesia belum mengindikasikan berapa lama akan berlangsung. "Sejak Maret harga CPO melonjak dan pelarangan ekspor CPO oleh pemerintah Indonesia tentu akan memperparah kenaikan harga CPO di pasar global," Ega Kurnia Yazid, asisten peneliti di Center for Strategic dan Studi Internasional di Jakarta. "Kenaikan ini kemungkinan juga akan diikuti oleh kenaikan harga produk pengganti seperti minyak kanola, minyak zaitun, dan minyak kelapa." Menyusul pengumuman larangan tersebut, harga minyak kedelai, minyak nabati kedua yang paling banyak digunakan setelah minyak kelapa sawit, naik 4,5 persen, sementara beberapa supermarket di Inggris mengumumkan akan membatasi penjualan minyak zaitun, bunga matahari, dan rapeseed menjadi dua. atau tiga item per pelanggan.

"Larangan itu akan merugikan eksportir dan importir dan akan menjadi distorsi perdagangan," kata Tim Harcourt, kepala ekonom di University of Technology di Sydney. "Pada akhirnya akan berdampak buruk bagi Indonesia dan Malaysia, datang pada saat hambatan perdagangan internasional dan rantai pasokan global serta ancaman inflasi yang lebih tinggi secara global." Larangan tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan global terhadap Indonesia dan menyebabkan kekacauan bagi mereka yang membeli minyak sawitnya. "Banyak negara yang bergantung pada pasokan minyak sawit dari Indonesia," ujarnya. "Regulasi ini tentu bisa memicu ketidakpastian mitra dagang Indonesia, dan kredibilitas Indonesia sebagai mitra dagang bisa dipertanyakan. Belum lagi ini akan mengganggu kontrak perdagangan minyak sawit yang telah disepakati sebelumnya."

Akan tetapi, saat ini Indonesia sedang memberlakukan kewajiban pasar domestik atau DMO. Pemberlakuan DMO ini membuat setiap bisnis wajib untuk menjualkan sebagian hasil dari produksi untuk lokal. Imbalan yang mereka dapat adalah izin untuk ekspor. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau GAPKI Bapak Eddy Martono menyatakan bahwa masih ada ke khawatiran akan pasokan minyak goreng dalam negeri. Dikarenakan program biodesel dari pemerintah serta produksi minyak kelapa sawit yang diperkirakan rendah dalam kuartal pertama. Oleh karena itu, Indonesia berencana menaikkan komponen minyak sawit menjadi 35 persen mulai 1 Februari 2023. Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia itu juga akan merayakan Ramadhan pada Maret 2023, saat permintaan pangan termasuk minyak goreng diperkirakan akan meningkat, kata Eddy. Sementara pelaku usaha akan mematuhi peraturan tersebut, Eddy mengatakan rasio ekspor yang baru harus dievaluasi secara berkala dalam jangka pendek.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun