Mau percaya atau tidak, suka ataupun benci, tapi itulah kenyataannya. Jakarta boleh mengaku hebat dan "ramah" yang mampu menarik beratus-ratus jenis pajak dari ratusan juta rakyat setiap harinya, tapi soal urusan Freeport dan ribuan buruh yang mogok disana, kehebatan ada di ketiak Amerika dan kebengisan ada dimoncong senapan tentara kita.
Dari bumi Papua, kabar terakhir menyebutkan, setelah beberapa hari mengalir kabar merdu untuk buruh yang mogok -3 utusan khusus istana yang mendarat di Timika sudah melakukan nego dengan SPSI- dua jenderal dan Michael Manufadu (dubes Kolumbia, re: case Nazaruddin).
Kabar melaporkan, negosiasi antara Michael Manufadu dan buruh Freeport itu digelar menjelang larut malam. Seperti yang sudah bisa raba dan dirasa, negoisasi tak banyak kemajuan dan harapan. Saat Manufadu ditanya A, jawabnya C, ditanya B, jawabnya D. Di akhir pertemuan Manufadu bilang: "saya akan bantu perjuangkan tapi tidak berjanji".
Bagi buruh, sekalipun janji itu pahit, itu masih lebih bagus ketimbang anggota-anggota Komisi IX yang mengumbar janji-janji manis dan merdu, "memperjuangkan buruh Freeport sampai titik darah penghabisan", tapi di Jakarta tak bersuara apapun, mulut-mulut mereka tetap tergerendel. Itu juga, katanya, masih lebih bagus lagi ketimbang Si Oneng yang bilang di media intinya: pilih mana, Freeport atau Papua Merdeka. Sakit hati buruh-buruh itu kian menusuk-nusuk lambung mereka.
Pemerintah jelas terjepit hari-hari ini. Di satu sisi, tawaran renegoisasi kian tak jelas, -kecuali pemerintah tetap ramah dan "bijak" pada kemauan Freeport- di sisi lain, terungkap berita kalau security perusahaan Freeport semuanya bule dan sebagiannya adalah veteran invasi Afghanistan dan Irak.
Hasil investigasi Anggota Komisi VII DPR Ali Kastela memaparkan, jumlah serdadu Amerika di Papua mencapai angka 70 personil, walaupun jumlah sebenarnya jauh lebih besar dari apa yang sengaja dinampakkan keluar. Jumlah yang sangat besar, mengingat diseberang sana 2500 serdadu lain tengah berjaga-jaga. Menyoal keberadaan 2500 marinir tepat di pintu masuk Republik Indonesia, Purnomo Yusgiantoro bilang, bukan ancaman bagi kedaulatan NKRI, hal yang sangat diyakini oleh Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono.
Lagi-lagi Amerika selalu beruntung sebab Indonesia yang "ramah" tak pernah bersuara dan gagal menterjemahkan pernyataan Obama bahwa AS akan memantapkan pengaruhnya di kawasan Asia-Pasifik. Sebuah nada dering yang pernah dinyalakan Bush Junior saat memulai operasi tempur mereka yang berdarah-darah di Irak dan Afghanistan.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H