Mohon tunggu...
Black Horse
Black Horse Mohon Tunggu... -

Black Horse; Nomaden, Single Fighter Defence.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Tergoda "Political Games" Kalangan Elit

13 Januari 2012   21:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:55 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada Selasa, 10 Januari 2012, Media Indonesia menurunkan tulisan Editorial berjudul "Yudhoyono kian Redup". Dalam cuplikan tersebut Media Indonesia menulis;  "Tidak hanya sekali-dua kali Yudhoyono berjanji memerangi korupsi, seperti memberantas korupsi mulai halaman istana dan memimpin sendiri pemberantasan korupsi. Namun, sejauh ini perang itu hanya perang-perangan."

Sebuah analisa jitu mengingat presentasi korupsi selama Presiden Yudhoyono memerintah sejak 2004 tidak saja dilakukan oleh kalangan DPR, juga dinamika garong-menggarong malah menjadi budaya dan kode etik untuk eksis. Kode etik, sebab korupsi menjadi alat transaksi dan sandra untuk kemudian ditukar dengan kue kekuasaan. Menjadi budaya, sebab korupsi sudah tidak lagi kenal malu bahkan dengan cara terbuka dan vulgar.

Menjatuhkan dosa sejarah bangsa hanya kepada SBY juga tindakan kurang tepat, mengingat yang terlibat didalamnya hampir seluruh anggota dari semua partai. Karena melibatkan semua anggota dari semua Partai, nampak sekali kalau masing-masing partai-partai dengan mudah memainkan kartunya dengan manis. Senjata pamungkas untuk saling dekap dan saling rekat.

Dalam setiap kesempatan mereka begitu familiar menyiapkan berton-ton kata-kata dan konsep-konsep abstrak melegalkan penghianatan amanat rakyat dihadapan rakyat. Sebuah perpaduan yang adonannya pas untuk menepis setiap kemungkinan kecurigaan rakyat kalau ini tak lebih dari program persengkongkolan kejahatan yang paripurna. Ironis bila mengingat mereka telah digaji mahal-mahal dengan uang pajak rakyat untuk sesuatu yang derajatnya jauh lebih mulia dari sekedar kekuasaan sesaat.

Sementara mereka yang koar-koar teriak keadilan di luar sana, bisa dibilang adalah mereka yang tak bisa ikut menikmati dan merayakan nikmatnya kue politik dan kekuasaan. Sebagian adalah mereka yang memang sejak awal terpelanting dan tidak bisa ikut kekuasaan. Sebagian lagi adalah mereka yang tidak dapat tempat karena seat pesawat kekuasaan SBY “sudah penuh”. Bahkan sebagian lagi belum pernah mengecap kekuasaan dan belakangan terang-terangan menyatakan perlawanan atas rezim.

Tak heran jika mereka mencoba bertekad menggoyang rezim dengan harapan “siapa tahu bisa jadi pahlawan”. Mereka ada yang sadar tidak bakal mampu mendongkel rezim, namun tetap berupaya sebagai tabungan investasi politik menjelang Pemilu 2014.

Yang menggelikan adalah, mereka yang menjejakkan dua kaki ditempat berbeda. Satu di pemerintahan (menjadi bagian dari koalisi) satu lagi di pihak oposisi. Yang model demikan ini tidak pernah alpa memanfaatkan momentum/sentimen publik terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat. Langkah seperti itu adalah juga bagian dari investasi menggiurkan menjelang Pemilu 2014 nanti.

Tentu, mereka punya strategi dan tujuan, sebab kalau rezim tak diganggu-ganggu, efek kedepannya, rezim bakal mulus dalam konsolidasi kekuasaan dan kekuatan. Efek lanjutannya: The Ruling Party punya kans besar untuk melanggengkan kekuasaannya dan kalangan oposisi tak punya peluang memperbaiki posisi di Pemilu 2014.

Yang jelas, apapun bentuk  slogan dari pemerintahan kelak, tak lebih dari sekedar “political games” di antara kalangan elit, mereka semua adalah pendosa dan pendhalim. Kelak, siapapun yang akan menjadi presiden dan dari partai manapun,  maka ungkapan "berperang melawan korupsi" tetap hanya menjadi perang-perangan.

Percayalah! . . .  kecuali rakyat sendiri yang bergerak untuk berubah. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun