Ketika itu, jam sepuluh malam lebih sedikit pada Senin, 27 September 2010, sebuah pesan sms sampai ke banyak tokoh dan sarjana agama berpengaruh di Jakarta. Isinya panjang, membuat sebagian yang menerimanya berpikiran bos besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab, bakal lepas peci dan menjadi sastrawan penulis novel kritik-budaya. Tapi, mengingat yang mengirim Sang Habib, mereka tetap membacanya. Dan saat mereka sampai di kata terakhir, mereka tahu Rizieq tetaplah Rizieq yang kenal: vokal, tak mengenal takut.
"FPI Mohon doa." Begitu di awal sms disusul informasi bersanggul tanda pentung dan barisan huruf kapital yang menyembul sebentar-sebentar seperti mata gergaji. Mereka yang diopname di rumah sakit di Singapura enam bulan terakhir mungkin perlu waktu sejenak untuk tahu beberapa singkatan di dalamnya:
"Bismillaah! Laa Haula wa Laa Quwwata Illaa Billaah! Allaahu Akbar!
Indonesia bukan Negara Setan, tapi Negara dengan DASAR Ke-Tuhanan & Kemanusiaan yang menjunjung tinggi norma AGAMA. Tidak ada tempat di Indonesia bagi segala bentuk penyimpangan dan kesesatan yang bertentangan dengan AGAMA dan DASAR NEGARA RI.
Karenanya, FPI dan LPI Jakarta sedang berjuang menghentikan KAMPANYE KEMAKSIATAN & PERZINAHAN & HOMOSEKSUAL & LESBIANISME di Indonesia dengan nama Festival Internasional Homo dan Lesbi yang disponsori oleh KONTRAS-GRAMEDIA-TIM-DKJ-LBH-KPI & LSM LIBERAL dengan DANA ASING dan digelar oleh Kedubes AS, Belanda, Perancis, Jerman & Jepang serta direstui oleh Kementrian KOMINFO RI.
KAMPANYE SESAT tersebut dimulai Rabu 29 September 2010 di GoetheHaus - Jakarta, selanjutnya akan digelar di seluruh Indonesia, dengan acara Putar FILM PORNO tentang Homo & Lesbi, KONTES Homo & Lesbi, PERKAWINAN Homo & Lesbi, PEREKRUTAN anak muda untuk dijadikan Homo & Lesbi, dan acara sesat lainnya.
Kantor Berita BBC & AFP telah memberitakan bahwa untuk pertama kalinya di dunia, Festival Film Homo & Lesbi diadakan di Negara Mayoritas Muslim yaitu INDONESIA.
Ayo, ikut AKSI FPI ke GoetheHaus, ErasmusHuis, Center Cultural Francais, Japan Foundation & Yayasan Q-Munity Kesetaraan Indonesia selaku Panitia Penyelenggara, Selasa 28 September 2010 jam 9 pagi, kumpul di Kantor DPD FPI Jakarta di Tebet. Ayo Gabung dengan FPI ganyang PENYEBAR MA'SIAT & PENGUNDANG LAKNAT yang telah mengebiri Pemerintah RI dengan KEKUATAN ASING dan DALIH HAM. Ayo, Selamatkan Indonesia! Hidup Mulia atau Mati Syahid!"
Kru media dapat tembusan sms ini. Begitu pula penyelenggaran festival dan organisasi yang mensponsori.
Esoknya, FPI menepati janjinya. Di GoetheHaus di bilangan Menteng, seratusan anggota FPI berdemo dengan seragam putih, membawa aneka poster. Gambar-gambar pasangan lelaki berpelukan. Lelaki menjilat lelaki. Tentu saja teriak-teriakan kecaman.
Pesan mereka sampai. Setidaknya, beberapa film batal diputar. Tapi di luar mereka, FPI dipandang sebagai biang keladi. Kecaman seperti ombak yang sampai ke pantai. Koran Inggris, The Guardian, waktu itu menggunakan kata "hardlines", kelompok garis keras, untuk FPI tapi menahan diri untuk menilai mereka yang memprakarsai festival film gay dan lesbian itu di tengah mayoritas Muslim Indonesia.