Mohon tunggu...
Black Horse
Black Horse Mohon Tunggu... -

Black Horse; Nomaden, Single Fighter Defence.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hirarki Kebutuhan Maslow dan Logika Dandang

3 Juli 2012   22:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:18 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="450" caption="http://en.wikipedia.org/wiki/Maslow%27s_hierarchy_of_needs"][/caption] Anda masih ingat dengan teori piramida tentang hirarki kebutuhan manusia? Abraham Maslow  dalam teori tersebut menggambarkan bahwa tingkatan paling dasar dan fital manusia adalah pemenuhan kebutuhan dasar supaya mampu bertahan hidup yang ia sebut sebagai basic need, naik ke level atas keselamatan dan kemananan atau savety, kemudian tingkatan level tertinggi masih menurut Maslow adalah aktualisasi diri atau meaning. Maslow juga mengatakan bahwa manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan di level berikutnya sebelum jenjang level dibawahnya terpenuhi terlebih dahulu. Tapi, tentu saya tidak membahasa teori ini, karena saya secara pribadi tidak sepenuhya setuju dengan teori yang digagas oleh Maslow tersebut. Tapi, diluar konteks percaya, setuju atau tidak teori tersebut, ternyata teori itu ada banyak benarnya pada individu-individu tertentu. Dan, nyatanya kita seringkali menemukan adanya kepercayaan diri pada manusia yang begitu kecil dan kerdil, dan itu dapat saja bersumber dari hal yang amat primitif dan primordial, mungkin lebih primordial daripada yang disimpulkan oleh Maslow dalam bentuk piramidnya yang terkenal itu. Dari beberapa analisa, pengamatan dan penelitian asal-asalan beberapa sampel komentar beberapa warga di Kompasiana ini, kita dapat dengan mudah mengambil kesimpulan bahwa gagasan Maslow tentang hirarki kebutuhan manusia tertinggi itu dapat dengan mudah kita temukan. Contoh sederhananya adalah, beberapa geng dan warga (Saya tidak akan meyebutkan identitas) seringkali menggunakan kata-kata yang tidak pantas dan tidak layak lebih dominan digunakan daripada kata-kata "Allah", "Subhanallah" atau "Astagfirullah" maupun "Pancasila". Juga sangat kentara lebih dominannya penggunaan kata-kata bernuansa negatif seperti, "Anda", "Kalian" "Dia" dan "Mereka" daripada kata-kata bernuansa positif seperti, "Saya" atau "Kita". Pengguaan kata-kata tersebut, dapat dengan mudah ditafsirkan sebagai bentuk karakter  aktualiasasi diri untuk memenuhi kebutuhan dasar merea, yaitu bertahan untuk hidup. Dan sosok seperti itu, lebih senang mendefleksikan fokus suatu masalah menjadi "salah mereka", "Salah dia", "Salah Kalian" atau apapun di luar konteks luar dirinya sendiri, demi aktualiasasi diri atau geng mereka. Tentu ini adalah sebuah ciri khas dari krisis kepercayaan diri dan mentalitas pada seseorang. Sehingga untuk menanggulanginya, mereka harus menggunakan segala hal dan cara diluar kapasitas dirinya, untuk mampu tetap eksis walaupun dengan menggunakan hujatan dan fitnahan terhadap mereka yang kadung sudah dianggap sebagai lawan. Mentalitas pokoknya!. Tapi, saya tidak akan mengambil kesimpulan sembrono bahwa pelaku demikian itu kemungkinan terjadi karena masa kecil mereka begitu tersiksa sehingga pelaku sering menggunakan kata-kata tak pantas diruang terbuka dan berwibawa seperti Kompasiana ini dengan kata-kata tal lazim seperti "Pelacur", "Bodoh","Perawan Tua", "Kafir", "Musrik" dan nama binatang sejenisnya. Namun yang jelas, mereka memang tak pernah sadar saat menggunakan logika dandang. Adalah ciri khas penganut logika dandang. Dandang berkata pada dandang, “Mukamu hitam!”. Bagi keluarga yang menanak nasi dengan dandang di atas api minyak tanah atau mungkin di atas kayu bakar, akan sulit ditemukan bagian bawah dandangnya tidak hitam. Bagian bawah itu disebut muka dalam peribahasa karena dandang biasanya disimpan dalam keadaan terbalik, sehingga awal kali yang tampak di muka adalah bagian bawahnya, sementara hitam itu sendiri berarti aib, dosa atau apa saja yang mencoreng kepribadian. Hitamnya muka dandang adalah sebuah kenyataan. Kalaupun hitam itu diungkap oleh dandang lain yang juga hitam mukanya, tetap saja kedua-duanya sama-sama hitam dan aib yang harus diterima sebagai kenyataan. Lazimnya dandang, kata-kata jorok dan primitif dari mereka yang ingin eksis dan ingin meng-aktulalisasi diri diatas adalah catatan hitam dan kesan buruk di ‘wajah sekaligus batin’. Karena pelaku-pelaku tersebut adalah cermin buruk dan dosa di wajah sekaligus batin mereka. [On]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun