Prabowo Subianto melihat pengalaman Tiongkok sebagai model yang dapat diadaptasi untuk Indonesia. Namun, terdapat beberapa perbedaan signifikan antara konteks Tiongkok dan Indonesia yang harus diperhatikan.
Perbedaan Konteks Politik dan Sosial
Deng Xiaoping beroperasi dalam konteks politik yang sangat berbeda. Tiongkok adalah negara satu partai di mana pemerintah memiliki kontrol yang sangat ketat terhadap masyarakat dan ekonomi.Â
Dengan stabilitas politik yang kuat dan keputusan yang tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh oposisi politik, Deng mampu menerapkan kebijakan yang berkelanjutan tanpa gangguan politik yang berarti. Sebaliknya, Indonesia adalah demokrasi multipartai dengan dinamika politik yang lebih kompleks, di mana pengambilan keputusan kebijakan seringkali lambat karena adanya negosiasi antarpartai dan kelompok kepentinga.
Pragmatismenya Deng dapat lebih mudah diterapkan di Tiongkok, di mana kebijakan top-down dapat diimplementasikan tanpa banyak hambatan. Di Indonesia, tantangan politik dan desentralisasi kekuasaan menuntut lebih banyak konsultasi dan pendekatan kolaboratif, yang mungkin menghambat penerapan reformasi ekonomi yang berskala besar dan cepat seperti di Tiongkok.
Struktur Ekonomi yang Berbeda
Ekonomi Tiongkok pada era Deng sebagian besar berbasis agraris dengan dominasi negara atas sektor industri. Reformasi yang dilakukan Deng melibatkan liberalisasi sektor swasta dan pembukaan ekonomi terhadap investasi asing, yang kemudian mendorong perkembangan industri manufaktur besar-besaran. Indonesia, di sisi lain, sudah memiliki sektor swasta yang lebih berkembang dan lebih terbuka terhadap pasar internasional dibandingkan Tiongkok pada 1970-an.Â
Oleh karena itu, reformasi yang diperlukan di Indonesia mungkin tidak sepenuhnya selaras dengan model Deng, yang lebih berfokus pada liberalisasi awal ekonomi yang terisolasi.
Indonesia juga memiliki sektor informal yang besar, serta ketergantungan pada sumber daya alam yang berbeda dengan fokus Tiongkok pada manufaktur. Perlu adanya kebijakan yang lebih spesifik untuk mengatasi ketergantungan ekonomi pada komoditas, yang dalam konteks Indonesia tidak dapat diselesaikan hanya dengan membuka investasi asing.
Kebijakan Investasi dan Infrastruktur
Salah satu aspek penting dari kesuksesan reformasi Deng adalah investasi besar-besaran dalam infrastruktur, yang didukung oleh investasi asing langsung (FDI). Shenzhen dan kota-kota lainnya berkembang menjadi pusat teknologi dan manufaktur yang didorong oleh pembangunan infrastruktur yang masif. Di Indonesia, infrastruktur masih menjadi tantangan besar, terutama di luar pulau Jawa. Meskipun pemerintah telah mendorong pembangunan infrastruktur dalam beberapa tahun terakhir, investasi dalam teknologi dan inovasi belum sekuat yang diperlukan untuk menghasilkan transformasi ekonomi seperti yang dialami Tiongkok.