Mohon tunggu...
Oky Nugraha Putra
Oky Nugraha Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang manusia yang terus belajar, belajar, belajar pada siapapun.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Resensi Buku "Perpustakaan Kelamin: Buku dan Kelamin Dalam Pertaruhan"

23 Februari 2017   19:47 Diperbarui: 23 Februari 2017   19:49 1551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Judul                           : Perpustakaan Kelamin, Buku dan Kelamin Dalam Pertaruhan

Penulis                       : Sanghyang Mughni Pancaniti

Penerbit                     : Semesta Institute

Tempat terbit            : Bandung

Tahun terbit              : 2016

Tebal halaman          : 229

“Pada darahku, tanya menjadi kekuatan yang haram untuk didua”.

-Hal. 1

Kalimat yang menghantam alam bawah sadar mayoritas masyarakat itu akan kita dapati ketika kita membuka halaman nomor satu dalam novel ini. Berlatar di Desa Cigendel, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang abad ke-21 novel ini mengisahkan tentang seorang pemuda yang sama sekali tidak disekolahkan sedari kecil oleh ibunya bernama Hariang dan sekelumit kisah hidupnya yang berkelindan antara cinta dan bakti pada ibunya, Pabukon Kadeudeuh, Drupadi kekasihnya, Barudak PAKU (Pasukan Anti Kuliah), dan Kang Ulun si pencari donor kelamin !

Menarik memang bila hanya menilik sekilas dari judul novel ini. Orang mungkin akan memiliki imajinasi yang menjijikan tentang perpustakaan yang berisi buku-buku tentang seks, kelamin, pelacuran, serta serba-serbi unsur pemuasan birahi lainnya. Atau tentang kelamin pria maupun wanita hasil pengawetan yang dipajang di perpustakaan agar para pembaca buku di perpustakaan itu merasakan sesuatu yang ‘berbeda’ daripada perpustakaan lainnya. Bukan tentang itu, bukan ! Novel ini sama sekali bukan tentang hal menjijikan seperti itu.

Dimulai di bagian pertama ketika Hariang kecil ingin membuka dan masuk ke sebuah bangunan di depan rumahnya yang setiap hari terlihat olehnya. Pintu bangunan tersebut selalu digembok. Ibunya selalu mengelak untuk menjawab apa isi ruangan tersebut bila anak semata wayangnya itu bertanya. Saking kesalnya dengan sikap ibunya yang belum mau menjawab apa isi ruangan di depan rumah mereka itu, Hariang suatu hari pergi keluar rumah dengan wajah bersungut-sungut penuh kemarahan pada ibunya (Hal. 2-3).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun