Dalam suatu obrolan sore hari bertempat di Rumah Baca Buku Sunda beberapa waktu lalu, ketika penulis sengaja berkunjung ke sana untuk mencari literatur yang berkaitan dengan sumber penulisan skripsi, Mamat Sasmita yang merupakan pengelola sekaligus pemilik tempat memberikan pendapatnya mengenai upaya pemerintah yang dianggap kurang signifikan dalam upaya pengadaan buku berbahasa Sunda di masyarakat.
Mamat menilai, pemerintah provinsi khususnya kurang berinisiatif dalam mengapresiasi karya sastra Sunda yang banyak dihasilkan oleh para penulis.
Kebiasaan membaca buku berbahasa ibu di lingkungan masyarakat Jawa Barat yang sebagian besar berbahasa Sunda tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan bertutur bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana para penutur ini mempraktikkannya di kelompok sosial yang paling kecil, keluarga, lalu beralih ke pergaulan sosial yang lebih luas mulai dari tetangga, sekolah, hingga instansi pemerintahan.
Proses percakapan dalam bahasa ibu ini akan mengundang rasa penasaran bila ada kata yang satu pihak kurang memahaminya.
Di sanalah mereka akan mulai mencari baik secara verbal dengan bertanya atau secara literal dengan menelusurinya lewat buku.
Mental berbahasa SundaÂ
Menurut Mikihiro Moriyama dalam bukunya Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad 19 (2005) bahasa Sunda yang digunakan sekarang oleh penuturnya merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Bahkan sebelumnya pemerintah kolonial sampai tahun 1820-an beranggapan tidak ada yang namanya bahasa Sunda seperti yang kita kenal sekarang.
Mereka menganggap yang ada adalah bahasa "Jawa Gunung". Karena memang secara geografis bahasa Sunda kala itu digunakan oleh orang-orang di pedalaman yang jauh dari pesisir pantai. Ditambah, kontur alam Priangan bagian selatan didominasi oleh pegunungan.
Menariknya, meskipun pemerintah Belanda yang menginisiasi penelitian tentang bahasa Sunda, tetapi pembukuan pertama dalam bentuk kamus dua bahasa dilakukan seorang pemilik perkebunan berkebangsaan Inggris di wilayah Bogor, Jonathan Rigg. Kamusnya terbit pada tahun 1862.