Mohon tunggu...
Oky Aryanti
Oky Aryanti Mohon Tunggu... -

Proud to be Muslim :)

Selanjutnya

Tutup

Money

Kontribusi Pajak dalam Pembiayaan Pembangunan di Indonesia

28 Desember 2015   06:48 Diperbarui: 28 Desember 2015   08:11 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia telah melakukan pembangunan nasional di segala bidang dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang yang ditetapkan sebelumnya. Dalam suatu pembangunan, semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat harus ikut andil. Kemudian hal pokok yang harus ada dalam suatu pembangunan yang akan dilakukan adalah terkait pendanaan. Karena roda pemerintahan dan pembangunan tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan dana, terutama dana dari pemerintah dalam negeri. Selama ini, sumber-sumber pembiayaan pembangunan di Indonesia didapatkan dari pembiayaan dalam negeri maupun dari luar negeri, Bentuk pembiayaan dalam negeri meliputi penerimaan pajak, penerimaan migas, tabungan dalam negeri dan lain sebagainya. Namun, seiring dengan perkembangan era globalisasi dan maraknya eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran menyebabkan Indonesia tidak dapat mengandalkan penerimaan migas. Sehingga sampai saat ini Indonesia menerapkan system penerimaan pajak untuk mencukupi biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan nasional. Sebagai gambaran, di bawah ini disajikan perbandingan besarnya sumber penerimaan negara dari sektor pajak, dibandingkan dengan penerimaan dari sektor migas dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir dari tahun 1989/1990 sampai dengan 1999/2000.

Pengertian pajak sendiri menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undanf-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah :

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi, atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Bisa dikatakan bahwa sumber penerimaan Negara yang paling utama berasal dari pajak, tanpa adanya pajak kehidupan suatu Negara tidak akan berjalan baik. Bahkan Muhammad Iqbal, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak mengatakan “Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa salah satu penopang pendapatan nasional yaitu berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70 % dari seluruh penerimaan negara.”Sebagai hal yang mempunyai peran besar dalam pembangunan ekonomi,  pajak memiliki 4 fungsi utama yaitu Fungsi Budgeter (Sumber Utama Kas Negara), Fungsi Alokasi (Sumber Pembiayaan Pembangunan), Fungsi Distribusi (Alat Pemerataan Pendapatan) dan Fungsi Regulasi (Alat Pengatur Kegiatan Ekonomi). Jadi dengan adanya pajak, dana yang didapatkan juga dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan di segala bidang dan diharapkan semua masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan yang dibiayai dari pajak tersebut.

Semakin banyak pajak yang dipungut juga akan berpengaruh terhadap banyaknya pembangunan yang terbiayai. Pembangunan yang dimaksudkan bisa berupa pembangunan infrastruktur, atau biaya-biaya yang lainnya yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat seperti biaya pendidikan dan kesehatan. Akan tetapi ironisnya, masih banyak kasus pajak yang telah dialokasikan sebagai pembiayaan pembangunan justru disalahgunakan oleh oknum-oknum pihak pemerintah. Yang menyebabkan ruginya negara karena pihak pemerintah justru meninggikan anggaran pembelanjaan agar pemerintah mengucurkan dana sesuai yang diharapkan, bahkan masih banyak terjadinya praktik-praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) di kalangan atas atau para pejabat.Contoh studi kasus yang pernah terjadi yaitu “Direktorat Jenderal Pajak dikabarkan telah menetapkan Direktur Keuangan PT Bumi Resources Tbk Eddie J. Soebari sebagai tersangka kasus dugaan pidana pajak.” (sumber : TEMPO Interaktif edisi Senin, 22 Maret 2010. Dalam kasus tersebut, dijelaskan bahwa petinggi Group Bakrie menjadi tersangka kasus pajak, dan dalam waktu yang sama Direktorat Jenderal Pajak sedang menangani kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri Group milik Sukanto Tanoto senilai Rp 1,4 triliun. 

Sehingga sudah seharusnya pemerintah lebih meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan keuangan Negara khususnya dalam hal penggunaan dana yang dihasilkan dari masyarakat yaitu pajak. Agar kasus-kasus KKN dan penyalahgunaan pajak tidak terjadi lagi serta perlu ditegakkannya hokum terhadap oknum-oknum yang melakukan kesalahan tanpa memandang kedudukan dan jabatan yang dimiliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun