Capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III tahun 2023 berada di angka 5,1 persen yang mana angka tersebut berada di atas pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 yang diproyeksikan oleh International Monetary Fund (IMF) di angka 5,0 persen (Kementerian Keuangan, 2023). Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai negara berkembang dapat dikatakan cukup tinggi. Salah satu faktor suatu negara memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak lepas dengan proporsi penduduk dengan usia produktif di negara tersebut. Badan Pusat Statistik tahun 2023 menyajikan data bahwa penduduk usia produktif Indonesia tahun 2022 berada di angka 85 persen yang diproyeksikan mencapai titik puncak tertinggi jumlah usia produktif pada tahun 2045.
    Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menggambarkan tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat suatu negara tersebut melainkan diukur menggunakan pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita Indonesia tahun 2022 berada di angka 71 juta rupiah atau 4.783,9 USD (Badan Pusat Statistik, 2023). Asmirawati (2017), berdasarkan pendapatan per kapita, Indonesia diklasifikasikan sebagai negara yang terancam untuk terjebak dalam pendapatan menengah (middle income trap). Muhammad Chatib Basri (2023) menyinggung bonus demografi dalam artikelnya yang berjudul "Tua Sebelum Kaya" menuliskan bahwa Indonesia harus mampu keluar dari Middle Income menjadi High Income maksimal tahun 2045 agar Indonesia tidak menjadi negara yang tua sebelum kaya pada tahun 2050.
    Artikel ini disajikan menggunakan metode pendekatan Scoping Review model pembahasan deskriptif terhadap indikator yang berpengaruh dalam peningkatan Gross Domestic Product tepatnya pendapatan per kapita di Indonesia. Pendekatan Scoping Review yaitu sebuah metode yang berguna untuk mengidentifikasi suatu topik dari berbagai sumber berupa penelitian yang sudah ada dari peneliti sebelumnya berdasarkan metode yang mereka gunakan.
    Middle Income Trap (MIT) atau Jebakan Pendapatan Menengah memiliki definisi, kondisi suatu negara dengan pendapatan menengah yang tidak mampu mempertahankan tingkat atau persentase pertumbuhan ekonomi dengan stabil (tidak memiliki kecenderungan untuk naik) dalam mencapai level High Income Country (negara dengan penghasilan tinggi), sehingga terjebak di middle income (Aviliani et al, 2014). Sementara Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto, merupakan akumulasi nilai atas output perekonomian yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu . Penghitungan GDP didasarkan pada nilai output oleh seluruh pelaku ekonomi pada wilayah negara tersebut (Mankiw, 2007).
    Berdasarkan yang dilansir oleh OCBC 2022, negara berkembang dengan pendapatan menengah atau middle income memiliki tantangan dalam menggapai level berikutnya sebagai high income country. Beberapa indikator atau variabel dalam perhitungan besaran Gross Domestic Product yang mengakibatkan suatu negara terjebak dalam kategori pendapatan menengah, antara lain: rendahnya tingkat kecanggihan teknologi produksi untuk produk ekspor, kurang tepatnya alokasi penanaman modal asing, tingginya beban ketergantungan terhadap negara lain, dan rendahnya dukungan terhadap sumber daya manusia dalam negeri. Â
    Pada tahun 2017, Asmirawati dalam artikelnya telah melakukan analisis tentang pendapatan per kapita menjadi indikator utama dalam pengelompokan negara sebagai low income, middle income, dan high income menggunakan estimasi model ordinary least square terhadap data sekunder dari World Bank dan Badan Pusat Statistik. Apabila dikaitkan dengan 4 (empat) indikator di atas, informasi yang dihasilkan yaitu indikator yang berpengaruh signifikan positif terhadap pendapatan per kapita meliputi tingkat kecanggihan teknologi produksi untuk produk ekspor, rasio beban ketergantungan terhadap negara lain, dan tingkat pendidikan terhadap sumber daya manusia dalam negeri. Sementara indikator yang berpengaruh signifikan negatif terhadap pendapatan per kapita yaitu alokasi penanaman modal (investasi) asing.
    Sebagai akibat dari adanya 4 (empat) indikator di atas yang berperan signifikan terhadap capaian Gross Domestic Product sekaligus bentuk jihad Indonesia Emas 2045, pemerintah Indonesia dengan intens memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2024 positif di angka 5,2% dengan anggaran pendapatan sebesar Rp2.802,3 triliun dan anggaran belanja sebesar Rp3.325,1 triliun (UU APBN 2024).
    Dengan mengetahui salah satu indikator Gross Domestic Product yang memiliki pengaruh signifikan pada pertumbuhan ekonomi yaitu human resources atau sumber daya manusia dalam negeri, penulis mendukung adanya peningkatan alokasi anggaran pendidikan dalam APBN 2024. Peningkatan anggaran tersebut akan meningkatkan pula standar sumber daya manusia pada penduduk usia produktif secara agregat di Indonesia. Penulis optimis bahwa semakin tinggi bare minimum pendidikan di Indonesia maka peran penduduk usia produktif dalam pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H