Mohon tunggu...
Oky Firman
Oky Firman Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

I still learn to survive in the next level in my life, don’t give up and stay wake up

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Khusus dari Otonomi Khusus Papua yang Janggal

3 Juli 2021   20:10 Diperbarui: 3 Juli 2021   20:18 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Belakangan ini, status Otonomi Khusus ini mulai banyak menjadi bahan pembicaraan karena akan akan diperpanjang masa berlakunya oleh pemerintah pusat. Banyak pihak yang menentang keputusan ini karena berdasarkan evaluasi pelaksanaan sejak tahun 2002, dana yang telah dialokasikan oleh pemerintah untuk sistem Otonomi Khusus tidak mampu mendorong pertumbuhan di daerah Papua secara signifikan.

Kehadiran UU No. 21 Tahun 2001 merupakan jawaban pemerintah untuk mengatasi ketimpangan sosial yang ada di Papua. Undang-Undang ini berisi kebijakan khusus yang didasarkan pada nilai-nilai yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar Orang Asli Papua (OAP), Hak Asasi Manusia (HAM), supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kependudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga negara dimana masyarakat Papua bisa memperjuangkan haknya secara damai, karena pada saat itu harus diyakinkan segenap komponen masyarakat Papua, khususnya orang asli Papua, bahwa Otonomi Khusus merupakan pilihan yang paling tepat.

Pada dasarnya istilah "otonomi" dalam Otonomi Khusus diartikan sebagai kebebasan bagi rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri, sekaligus pula berarti kebebasan untuk melaksanakan pemerintahan sendiri dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam Papua untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Papua dengan tidak meninggalkan tanggung jawab untuk ikut serta mendukung penyelenggaraan pemerintahan pusat dan daerah-daerah lain di Indonesia yang memang kekurangan. Sedangkan istilah "Khusus" lebih diartikan sebagai perlakuan berbeda yang diberikan kepada Papua karena kekhususan yang dimilikinya. Kekhususan tersebut mencakup hal-hal seperti tingkat sosial ekonomi masyarakat, kebudayaan, dan sejarah politik. Dalam pengertian praktisnya, kekhususannya otonomi Papua mengartikan bahwa ada hal-hal mendasar yang hanya berlaku di Papua dan tidak berlaku di daerah lain di Indonesia, dan ada hal yang berlaku di daerah lain yang tidak diterapkan di Papua.

Jika Indonesia benar-benar serius dalam menjawab tantangan pemisahan diri yang dilakukan oleh Papua dengan tidak melepas begitu saja karena adanya kepentingan tertentu. Seharusnya pemerintah lebih serius dalam menjawabnya karena rakyat Papua memiliki alasannya, rakyat Papua merasa bahwa mereka tidak dilibatkan dalam proses-proses perundingan yang membahas masa depan wilayahnya. Dalam pelaksanaan Referendum (Perpera) pada tahun 1969, yang mana Pepera tidak dilaksanakan  sesuai  dengan  prinsip-prinsip  universal  yang  menggunakan  sistem One Man One Vote (satu orang satu suara). Melainkan melalui sistem perwakilan yang melibatkan banyak tokoh masyarakat Papua yang dipilih dan ditentukan oleh Indonesia dalam Dewan Musyawarah Pepera (DMP) dan mewakili penduduk saat itu. Hal ini menimbulkan adanya kemungkinan terjadinya manipulasi  dan  rekayasa  aspirasi didalam pelaksaan Perpera yang tidak sesuai dengan Perjanjian New York (One Man One Vote), sehingga pada akhirnya legitimasi Pepera diragukan.

Transparansi pemerintah inilah yang menjadi tanda tanya besar menurut kami, tak hanya cara kotor saja namun masih ditemukanya praktik-praktik korupsi dalam penyaluran dana Otonomi Khusus. Faktanya, sejak dikeluarkannya Otonomi Khusus ini pada  tahun  2001, sistem Otonomi Khusus tidak memberikan dampak nyata yang signifikan yang dapat digunakan sebagai indikator penilaian keberhasilan terhadap pemerintah dalam menyikapi permasalahan Papua sampai saat ini. Pernyataan adanya dugaan korupsi ini pernah di utarakan oleh Menteri Negara Koordinator (Menko), Pulhukam Mahfud M.D. pada konferensi pers hari Kamis, tanggal 03 Desember 2020 dengan menyatakan bahwa "Dana untuk Papua itu besar sekali tapi dikorupsi para kaum elitenya". Dan kita tidak tahu elit mana yang di maksud, antara elite rezim ataukah elite yang ada di Papua, tentunya semua itu berasal dari negara untuk negara dan bukan untuk program ini.

Jika kami ditanya tentang pelaksaan program ini, maka kami akan menjawab setuju. karena menurut kami, hal ini adalah hak konsesi yang diberikan negara untuk sebuah provinsi dimana hak-hak ini pernah diberikan di berbagai tempat misalnya, Nangro Aceh Darussalam dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun pada dasarnya, karena implementasinya yang kurang maksimal ini justru malah membuat sistem ini tidak memperbaiki apapun, sehingga menurut kami perlu diadakannya kajian ulang sampai matang dalam mengambil keputusan ini dan juga diperlukan kucuran dana yang besar juga. Ada beberapa hal yang harus dievaluasi oleh pemerintah apalagi pada akhir tahun 2019 telah terjadi kontraksi terhadap ekonomi Papua yang cukup signifikan. Data yang diperoleh dari Badan Statistika Nasional yaitu sebesar -15,72% yang menunjukkan penurunan, hal ini terjadi akibat dari menurunnya tingkat produksi dibidang pertambangan sebesar -43,21%. Hasil ini sangat kontras jika dibandingkan dengan besaran dana yang telah digelontorkan oleh pemerintah. Hal yang patut dipertanyakan menurut kami, terutama terkait dengan pemanfaatan atau alokasi Dana Otonomi Khusus ini karena sejak tahun 2002, Dana Otonomi Khusus ini terus mengalami kenaikan. Evaluasi lainnya adalah praktek korupsi yang sering dilakukan oleh elite pemerintah, hal ini harus benar-benar menjadi fokus pemerintah kedepannya sehingga dana yang sedemikian besarnya dapat terserap dan bisa menembus setiap lapisan masyarakat Papua hingga ke lapisan terkecil.

Kelompok kami setuju dengan program ini dengan alasan program ini adalah jawaban dari keinginan pemisahan diri yang dilakukan oleh Papua. Namun kami juga menginginkan bahwa dalam melaksanakan program ini, diperlukan adanya menteri khusus yang ahli dalam bidang ini dan perlakuan khusus, misalnya; dibentuknya lembaga atau badan khusus yang diawasi langsung oleh lembaga KPK dan lembaga-lembaga lain yang bersangkutan, agar program ini dapat berjalan tepat sasaran dan sesuai dengan alur sehingga dapat meminimalisir terjadinya penyelewangan hak, dana, ataupun kekuasaan yang berimbas kepada tidak maksimalnya pelaksanaan Otonomi Khusus ini. Sehingga diharapkan bahwa dana ini bisa membawa perubahan yang cukup signifikan selama undang-undang Otonomi Khusus masih diterapkan. Otonomi Khusus sebenarnya memiliki banyak manfaat terutama terhadap pembangunan Papua, mengingat saat ini Provinsi Papua Barat dan Papua masuk ke dalam daftar provinsi paling tertinggal yang ada di Indonesia.

Penulis : Yayang Andi Saputra, Oky Firman Wahyuni, Eny Safitri Rachmadani-Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun