Mohon tunggu...
OKI ALEX S.
OKI ALEX S. Mohon Tunggu... -

hobi : menulis, berdiskusi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wajah Pembangunan Pasar Percontohan Nasional Panorama Kota Bengkulu

25 Maret 2015   01:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:05 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pembangunan pasar percontohan nasional di kota Bengkulu menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan, karena terdapat banyak kepentingan didalamnya.Seyogyanya pembangunan haruslah berdasarkan apa yang dibutuhkanoleh masyarakat, dengan memperhatikan asas keadilandan kemanfaatan.

Budaya penindasan dan kesewenangan, mengambil kesempatan ditengah kesempitan orang, bahkan berlaku curang tampaknya menjadi bahan penting evaluasi kemanusiaan kita saat ini . Jika kita menggunakan pancasila sebagai dasar negara, tentu salah satu nilai yang harus dipegang adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Akan tetapi kondisi adanya ketidakadilan yang terjadi dengan merugikan pihak pedagang kerap kali terjadi, sampai indikasi korupsi pun mewarnai wajah pembangunan percontohan nasional ini, dan kembali lagi itu semua atas nama Pembangunan dan demi perekonomian nasional yang lebih baik.

Saat semua kalangan, dari penjabat negeri hingga preman pasar menjadikan agenda penghisapan sebagai wahana mengais rejeki, maka hal ini akan berdampak secara langsung terhadap perekonomian suatu daerah. Tidak ada transparansi, apakah hasil penghisapan tersebut benar-benarmasuk ke pendapatan asli daerah atau justru ke “kantong-kantong” pribadi pihak tertentu. Oleh karena itu, Hal inilah yang harus diwaspadai oleh setiapmasyarakat karena masalah ini merupakan tanggung jawab kita bersama.

Seperti Itukah wajah pembangunan kota bengkulu ?

Penulis mengajak pembaca sekalian untuk secara kritis menelaah setiap aspek pembangunan pasar percontohan nasional, yang hingga hari ini masih menyisakan carut marutnya sendiri. PPN panorama menjadi agenda massif pemerintahan Kota Bengkulu, bagimana tidak? Pembangunan kali ini menelan uang Negara hampir 28 miliar,dengan melewati tiga tahap penyelesaian.

Tapi apa kenyataan lapangan yang terjadi, pembaca bisa melihat sendiri secara langsung, pasar yang katanya percontohan nasional. PANTAS KAH GELAR ITU DISEMATKAN? Melihat betapa tidak manusiawi, dan tidak strategis nya tata kelola pasar tersebut.siapakah yang harus bertanggung jawab?

Wajah Kemanusiaan di Pembangunan Pasar Percontohan Nasional Panorama Kota Bengkulu

Saat wacana ekonomi kerakyatan mulai digaung-gaungkan dalam beberapa tahun ini, pemerintah mulai melirik pasar tradisional sebagai sector yang potensial untuk ditumbuh kembangkan. Rencana tindak lanjut atas wacana ini adalah digelontorkannya dana pemerintahan untuk pembangunan pasar percontohan nasional (PPN), dimana pembangunan ini kedepannyaakan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai sebuah kearifan lokal (local wisdom) seperti proses tawar menawarnya, pelayanan dengan rasa kekeluargaan dan Asas “pembeli adalah raja”.

Akan tetapi pertanyaannya adalah akankah angan pembangunan ini “semulus kaki istri” penguasa?

Kita tahu bahwa nilai-nilai yang masih tertanam di pasar tradisionalseperti ttenggang rasa antar sesama , pengkultusan nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian yang tinggi diantara pedagang masih tertata rapi. Dan sekarang didapati bahwa hal-hal tersebut dirasakan telah hilang setelah gaung pembangunan pasar percontohan nasional disuarakan. Pembangunan yang menelan bermiliaran dana Negara, memunculkan niat-niat busuk pengusa. Korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi alat ampuh untuk melepaskan syahwat kekuasaan. Pada akhirnya pembangunan PPN dijadikan proyek licin dan setengah hati. Parapedagang dijadikan objek pemerasan. Mereka dibebankan pungli kios yang tak wajar, uang kebersihan yang melonjak, uang parkir yang menggelembung, dan masih banyak objek-objek penghisapan lainnya. fenomena inilah yang menyeruak di pasar percontohan nasional panorama di Bengkulu.

Bagi yang bermodal besar, hal ini tidak lah seberapa. Namun bagaimana dengan pedagang-pedagang kecil (PKL), mereka yang tak sanggup membeli kios karena tak ada modal. yang mereka tahu hanyalah makan apa hari ini dan apakah masih akan bertahan esok hari. Nasib baik tak berpihak pada para PKL tersebut, janji pemimpin untuk mengayomi semua rakyatnya tanpa terkecuali hanya isapan jempol semata. Para PKL tersebut mengalami penggusuran terus-menerus.

Tataran birokrasi dan politik tumpang tindih tidak pernah masuk dalam logika dagang mereka.Bagi pedagang kaki lima yang kehidupan sehari-harinya masih terpaku pada pelanggan, penggusuran yang dilakukan dalam rangka revitalisasi secara otomatis membuat mereka kehilangan tempat berjualan. Tentu saja ini hal berimbas pada pendapatan mereka. Apakah ini yang disebut sebagai keadilan? Mungkin sudut pandang para pembaca hanya merasakan bahwa revitalisasi untuk kemajuan pasar. Akan tetapi, dari sudut pandangmereka para pedagang, mereka bukanlah boneka yang bisa dijadikan objek permainan birokrasi. Karena seharusnya setiap kebijakan pemerintah memikirkan dampak bagi masyarakat terutama dalam hal ini para pedagang. Jika katanya hal ini merupakan “penertiban” akankah ada tempat sementara penampungan para pedagang kaki lima ? apa dampak dari penertiban ini? Dan apakah tidak ada solusi lain yang lebih manusiawi? tanpa harus melibatkan berbagai pihak dari pamong praja sampai kepolisian. Jika tidak, kita semuanya dapat menyimpulkan bahwa penindasan terjadi di selokan pasarbersama dengan bau amis kesewenangan pihak pemberi kebijakan.

Fakta miris lainnya adalah fenomena satgas (Preman) ex kaki lima. Bahwa mereka adalah pedagang kaki lima “bandel” yang direkrut dan diiming-imingi sejumlah honor oleh pihak pasar dalam rangka penertiban ini. Bukankah ini merupakan awal memulai pergesekan konflik horizontal antar pedagang. Dari pantauan penulis dilapangan, setelah menertibkan satgas kembali berdagang bersama yang ditertibkan. Hal ini riskan memunculkan keributan baru diantara sesama

Persaingan kotor dalam rangka keuntungan masih terlihat sangat dominan terjadi dipasar.Apakah ini yang disebut-sebut kebobrokan nilai sampai tingkat mendasar? Inikah nilai yang mengakar dizaman yang modern saat ini? Pertanyaan itu timbul dari benak kita. Mengapa semua itu terjadi ? Penyebabnya mungkin hanya satu, Budaya keserakahanyang mengakar hingga sampai ke tataran masyarakat kecil. Karena rasa kekecawaan pedagang pada sistem birokrasi yang seolah semakin menindas mereka. Jadi mereka dengan alami memegang asas “kalau pemimpin kita rusak, maka masyarakatnya pasti bobrok juga”

Ktidakmampuan menjaga norma-norma yang tetanam di suatu bangsa merupakan salah satu ujung pangkal terjadinya kebobrokan di suatu daerah. Kalau pemimpinnya mencerminkan sifat dan sikap dalam mengambil kebijakan mulia jelas masyarakatnya akan mencontoh pemimpinnya, begitu juga sebaliknya.Karena pemimpin merupakan representrasi masyarakat disuatu wilayah.

Kebobrokan pembangunan dan relevansi dengan perekonomian daerah

Dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi nasional yang berlandaskan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, Kemendagri memutuskan untuk memprogramkan pembangunan dan revitalisasi Pasar Percontohan Nasional di berbagai wilayah indonesia. Program ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam pembangunan pasar tradisional yang berskala nasional untuk dapat ber-daya saing di era modernisasi , serta dalam rangka meningkatkan pelayanan kebutuhan masyarakat pedagang pasar tradisonal.Upaya revitalisasi pasar tradisional ini merupakan bukti keberpihakan Kementerian Perdagangan RI  pada pengembangan pasar tradisional sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2007. Intinya Dengan mengembangkan pasar percontohan, diharapkan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan potensi ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan asli daerah dan menjaga kestabilan harga bahan.

Pasar panorama di kota Bengkuludilirik sebagai salah satu sasaran pembangunan pasar percontohan nasional yang merakyat, modern, dan refresentatif. Harapan pemerintah dalam hal ini sangat mulia.Akan tetapi, kecurangan yang terjadi disekitaran pasar seringkali ditemui oleh penulis, hal ini merupakan dampak pengelolaan yang tidak diawasi oleh pihak yang berwenang.lahan parkir yang dikelola oleh dinas perhubungan akhir-akhir ini digunakan oleh pedagang kaki lima, juru Parkir Zona 6 Pasar Panorama diketahui menjual titik parkirnya kepada para pedagang. Tarif pun bervariasi,dari Rp 5 ribu hingga Rp 30 ribu per lapak yang dilihat dari lebar dan panjangnya lapak. Dari sudut pandang penulis hal ini akan menyebabkan bertambahnya pendapatan daerah, tapi setelah dianalisa, PAD tidak bertambah secara signifikan. Malah menurut informasi yang didapatkan Anggaran daerah malah berkurang. lantas pertanyaan kita sekarang kemana mengalirnya semua uang retribusi ini? Jadi, penyimpulan dini dilakukan seperti bahwa pemanfaatan pembangunan Pasar Percontohan nasional sangat diharapkan oleh pihak-pihak tertentu.

Kecurangan dan indikasi korupsi juga tercium dalam pembagian kios dan auning.. Bagi pihak pedagang yang mempunyai modal akan sangat mudah untuk membeli beberapa auing atau kios, tapi bagi pedagang kecil terutama pedagang kaki limaPersaingan seperti ini sangat dirasakan meresahkan mereka. Alhasil, mereka mendapatkan tempat-tempat yang tidak strategis dalam penjualanan,dan ukuran tempat berdagang yang tidak masuk akal. pengahasilan dari kecurangan itu sangat bervariasi, diketahui dari berbagai informasi pedagang auning tersebut dijual dengan harga dari 2 juta sampai 5 juta tergantung strategis tidaknya tempat. sedangkan kios sampai berpuluh-puluh juta. semua pendapatan tersebut tidak masuk dalam PAD karena hal tersebut merupakan pungutan ilegal tidak sesuai dengan koridor hukum.

Yang terakhir kita akan membahas aspek pembangunan yang tidak sesuai dengan Site-plan (Perencanaan Pembangunan).Salah satunya adalah pihak kepala pasar (Kapas) yang mendirikan bangunan pribadi yang cenderung akan menguntungkan pihak bermodal. Alhasil, bagi pedagang yang tidak mempunyai modal akan mendapatkan tempat yang tidak strategis dan jauh dari jangkauan pembeli. Maka dari itu secara otomatis ketimpangan sosial akan kembali terjadi, karena tidak ada pemerataan dan keadilan pembagian tempat.

Jadi inilah ajang pertarungan ala “teori Darwin”. Bahwa yang kuat akan menang, dan yang punya modal akan semakin kaya. Maka ini akan berdampak pada tidak meratanya pendapatan pedagang. Maka lambat laun perekonomian rakyat kecil akan semakin diinjak oleh yang punya modal dan kuasa. Dan akan berujung di kemiskinan yang berkelanjutan.

Maka Kesimpulan penulis adalah Setiap pembangunan seharusnya diimbangi dengan pembangunan moralitas mendasar pada setiap aspek. Mulai dari pembangunan moralitas setiap elemen dari pihak eksekutif, legislatif, aparat penegak hukum hingga setiap lapisan elemen masyarakat sampai pembangunan dari segi tatanan hukum yang berdasarkan keadilan sosial.

Pemerintah Daerah dan DPRD merupakan representasi cerminan masyarakat disuatu wilayah. Maka dari tu ketegasan dan kemuliaan pemimpin dalam mengambil kebijakan serta peran aktif dalam pengawasan pembangunan akan menimbulkan sikap kepercayaan masyarakat. Kemudian ketegasan aparat penegak hukum dalam menumpas setiap korupsi dankecurangan yang terindikasi hingga keakar-akarnya. Setelah masalah tersebut dapat diselesaikan tidak mustahil keberhasilan pembangunan Pasar Percontohan Nasional akan benar-benar dijadikan contoh bagi pembangunan pasar di daerah lain. Dan hal itu secara alami akan berdampak pada kemajuan perkonomian daerah bahkan nasional. Demi mengwujudkan perekonomian yang merata dan masyarakat yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun