Judul Buku: Melogika Rasa
Penulis Buku: Rosyiid Gede Prabowo
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun Terbit: 2023
Jumlah Halaman: 246 halaman
ISBN: 978-623-186-023-1
Pernah merasa terombang-ambing antara logika dan perasaan? Di satu sisi, kita ingin mengikuti kata hati, tetapi di sisi lain, kita juga perlu berpikir rasional. Ya, semua itu dibahas dalam buku "Melogika Rasa" karya Rosyiid Gede Prabowo.
Melogika Rasa mengajak kita untuk menggali lebih dalam tentang bagaimana cara mengelola logika dan perasaan. Buku self-healing ini dapat menjadi panduan yang menarik untuk menemukan keseimbangan yang ideal antara keduanya.
Melogika rasa bukan berarti menampik perasaan, melainkan memahami akar emosi kita dan mengelola perasaan tersebut dengan cara yang lebih sehat. Salah satu hal yang menarik adalah pikiran sengaja diciptakan tidak lebih kuat daripada perasaan. Karena perasaan lebih kuat daripada pikiran, maka perubahan hidup seseorang lebih sering terjadi ketika dia mulai mampu mengubah perasaan.
Kita memang diajarkan untuk selalu berpikir positif. Namun, ada kalanya saat berpikir positif justru muncul perasaan negatif. Misalnya, ketika kita berdoa meminta panjang lebar tetapi masih muncul keraguan, maka itu menjadi tanda bahwa getaran pikiran masih lebih lemah daripada perasaan.
Ini bukan berarti kita meremehkan pikiran positif, justru bagaimana kita bisa menyelaraskan keduanya agar mempunyai daya ubah yang lebih besar. Jadi, ketika kita berpikir positif, maka pastikan perasaan kita juga ikut positif. Dengan begitu tidak ada lagi penolakan di dalamnya.
Pentingnya Mengelola Logika dan Perasaan
Menjaga keseimbangan emosi sering kali menjadi tantangan tersendiri. Rosyiid Gede Prabowo memberikan berbagai teknik sederhana namun efektif untuk mengelola emosi. Kita diajak untuk menggali lebih dalam tentang diri sendiri, termasuk kekuatan, kelemahan, serta pola pikir yang sering muncul.
Dengan memahami perasaan dan pikiran, kita dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dan sejalan dengan nilai-nilai kehidupan kita. Ada bab yang menarik perhatian saya, yaitu tentang impian. Kenapa saat impian diceritakan malah gagal?
Pertama, saat kita menceritakan impian kita kepada orang lain, pikiran bawah sadar kita akan menganggap seolah-olah impian itu sudah tercapai. Maka secara tidak langsung kita merasa bangga dan puas, padahal impian tersebut belum terwujud. Karena sudah ada rasa puas, dorongan untuk mewujudkan mimpi itu menjadi menurun.
Kedua, ketika kita menceritakan impian kita kepada orang lain, mungkin saja orang tersebut tidak suka sama impian-impian kita. Bahkan, ada beberapa orang yang menganggap itu mustahil tercapai karena tidak sesuai dengan karakter kamu. Di titik ini terjadi "getaran" di mana kamu yang optimistis dengan getaran mereka yang pesimistis.