Mohon tunggu...
Oktiani Endarwati
Oktiani Endarwati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pencerita Cerita perjalanan, kunjungi Instagram @oktiwul Blog: http://kicauanoktiwul.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suku Penguasa Angin 2

25 Mei 2014   05:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:08 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seorang kakek turun mendekatiku dengan layang-layang kecil yang hanya muat dinaiki satu orang. Baju hitam yang agak kebesaran melambai-lambai tertiup angin. Kepalanya dibalut penutup kain. Aku terdiam, merapikan topiku yang hendak terbang karena angin. Kakek itu mengulurkan tangannya dan berkata, “Selamat datang wahai pemuda.” Aku menyambut uluran tangannya dan tersenyum. Bingung. Bingung dengan apa yang kulihat ini. Rasanya usahaku selama ini telah membuahkan hasil. Suku penguasa angin memang benar-benar ada. Mereka berada di utara, terus, dan terus berjalanlah ke utara dan kau akan menemukannya.

“Apakah kau adalah kepala suku?” tanyaku ragu. Kakek itu tertawa terkekeh-kekeh mengangguk. “Benar. Akulah kepala suku penguasa angin. Rakyatku sedang merayakan perayaan tahunan. Mereka semua ada di atas layang-layang besar yang kau lihat di atas itu.” katanya seraya menunjuk ke atas. Aku mendongak ke atas sekali lagi. Ratusan orang dari layang-layang raksasa melambaikan tangan ke arahku. Mereka berteriak seperti mengucapkan salam perkenalan. Aku membalas lambaian tangan mereka. “Jika kau punya waktu luang, mampirlah ke wilayah kami.” Kata kepala suku. Dia menurunkan layang-layang kecil dari atas dan menyuruhku untuk naik. “Naiklah. Jangan khawatir, aku yang mengendalikan angin. Kau tinggal naik dan seimbangkan tubuhmu. Ini cukup mudah karena layang-layang kecil ini adalah alat transportasi di wilayah kami.” Kata kepala suku.

Aku menurut. Kuinjak layang-layang kecil itu. Sempat miring, mungkin karena berat badanku. Aku berdiri, menyeimbangkan diriku. Perlahan kepala suku memainkan tangannya, mengendalikan angin sekitar dan ajaib! Layang-layang kecil yang aku naiki bisa terbang. Sedikit demi sedikit layang-layang melayang, terbang menjauh dari tanah. Sampailah aku di layang-layang besar. Ternyata jika dilihat dari dekat layang-layang besar tersebut lebih mirip perahu besar. Sangat besar. Ada seorang pengemudi layang-layang yang tentu saja dia sangat ahli mengendalikan angin.

“Wahai suku penguasa angin! Kita kedatangan tamu jauh. Aku mengajaknya untuk mengenal daerah kita tinggal.” Kata kepala suku. Sorak-sorai dan tepuk tangan terdengar riuh. Aku hanya tersenyum. “Terima kasih kepala suku penguasa angin. Aku sangat senang sekali bisa bertemu kalian semua. Sudah sejak lama kau mencari kalian dan akhirnya aku menemukan suku penguasa angin. Perkenalkan, aku adalah penjaja cerita. Pekerjaanku tentu saja menjajakan cerita. Aku mempunyai banyak cerita. Kalian bisa meminta cerita apa yang kalian inginkan. Dengan senang hati aku akan menceritakannya.” Kataku.

“Mengapa kau sangat ingin bertemu dengan suku penguasa angin?” tanya salah satu seorang penduduk suku angin.

“Aku ingin menjajakan ceritaku. Untuk itu aku ingin bertemu kalian agar aku bisa menjajakan ceritaku tentang suku penguasa angin.” Jawabku.

Layang-layang bergerak ke utara. Tidak lama kemudian tibalah di sebuah tempat yang sangat luas. Hamparan rumput hijau, aliran sungai yang tidak terlalu deras, bukit-bukit yang landai, tebing-tebing yang cukup tinggi, dan tidak ketinggalan angin lembut menyejukan sangat terasa di tempat ini. Layang-layang raksasa mendarat di sebuah tempat yang luas. Satu per satu orang-orang turun dari layang-layang raksasa. Mereka semua kembali beraktivitas.

Seperti namanya, suku penguasa angin sangat pandai menguasai angin. Rumah mereka terlihat sederhana seperti rumah pada umumnya. Letaknya antara bukit-bukit dan lereng. Aktivitas mereka kebanyakan sebagai bertani, berkebun, dan berladang. Penduduk di sana hidup tentram dan sejahtera. Jika ingin bepergian mereka menggunakan layang-layang kecil untuk sampai ke tempat tujuan. Tidak ada sepeda ataupun kendaraan bermotor di sini. Ukuran layang-layang bervariasi dari anak-anak hingga dewasa. Aku mencoba belajar menaiki layang-layang dibantu seorang lelaki yang mengendalikan angin. Ternyata sangat tidak mudah untuk menjaga tubuhmu tetap seimbang di atas layang-layang.

Malam hari, aku diajak kepala suku penguasa angin ikut berpesta atas keberhasilan panen mereka. Semua penduduk berkumpul di ladang besar. Mereka menyajikan makanan dari hasil bertani, berkebun, dan berladang. Tidak hanya itu, mereka juga menyajikan pertunjukan yang menarik, tentu saja ada yang menggunakan angin. Malam itu semua penduduk berpesata, makan besar. Sebagai rasa terima kasih, aku menghadiahkan mereka sebuah cerita yang sangat menarik. Pertama, aku bercerita untuk anak-anak. Mereka semua berkumpul melingkar dekat api unggun. Sungguh senang melihat wajah mereka yang antusias mendengar ceritaku. Selesai bercerita untuk anak-anak, kini giliran orang dewasa. Anak-anak bersama ibu mereka pulang terlebih dahulu. Tinggallah ayah mereka bersama pemuda dan orang tua. Dan aku mulai bercerita.

Sudah dua hari aku tinggal bersama suku penguasa angin. Kurasa sudah saatnya aku pergi menuju tempat berikutnya. Masih ada beberapa tempat yang aku cari. Aku berterima kasih kepada suku penguasa angin. Banyak sekali yang aku dapat selama di sini. Aku belajar mengendarai layang-layang kecil, bermain dengan angin, dan mendapatkan banyak pelajaran dari penduduk sekitar tentang kerja keras, usaha, dan kesabaran. Aku pamit kepada kepala suku penguasa angin. Seluruh penduduk mengantar kepergianku. Tidak ada yang bisa kuberikan selain cerita ini. Iya, karena aku penjaja cerita maka aku akan menjajakan ceritaku tentang suku penguasa angin. Suku penguasa angin yang selama ini terdengar seperti dongeng ternyata nyata. Kepala suku memberiku layang-layang kecil sebagai kenang-kenangan. Setelah berpamitan, aku pergi menuju barat. Kali ini aku harus menuju barat untuk bertemu dengan suku lainnya.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun