[caption id="attachment_112134" align="aligncenter" width="640" caption="Perajin Perak Kotagede-Perajin menyelesaikan pembuatan kerajinan perak di kawasan Kotagede, Yogyakarta, Rabu (25/8/2010). Kotagede merupakan kawasan di Yogyakarta yang terkenal sebagai industri rumahan kerajinan perak. Berbagai perhiasan dan kerajinan perak dikerjakan secara manual di sini/Admin (KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO)"][/caption] Tidak bisa dipungkiri, jika berbicara tentang kerajinan perak, maka tidak akan jauh dari perak asal Kotagede. Sejak dulu, Kotagede telah menjadi sentra kerjaninan perak terbesar di Indonesia melebihi daerah lain seperti Lombok atau Bali. Kualitas unggul yang ditawarkan, menjadi daya tarik bagi para wisatawan lokal maupun wisatawan asing untuk membeli kerajinan perak asal Kotagede. Di musim liburan penjualan perak memang cenderung meningkat, berbeda di masa bukan liburan seperti sekarang ini. Hal ini terlihat dari sepinya toko-toko perak skala kecil, menengah maupun besar di sepanjang jalan daerah Kotagede.(24/05) Daerah yang terletak sekitar 10 km dari pusat kota Yogyakarta ini, sebenarnya tidak sulit untuk dijangkau. Bagi yang tidak memiliki kendaraan pribadi, terdapat transportasi umum seperti Trans Jogja yang memiliki rute ke daerah Kotagede. Kawasan wisata Kotagede tidak hanya terkenal dengan kerajinan Peraknya saja. Terdapat Masjid Agung peninggalan Kerajaan Mataram serta tembok-tembok tebal yang bisa menjadi wisata sejarah. Selain itu, dari sisi wisata kuliner, banyak makanan khas yang ditawarkan seperti Kipo. Sebenarnya ada banyak hal menarik di daerah Kotagede, sehingga wisatawan yang awalnya datang untuk mencari kerajinan perak, bisa menikmati alternatif wisata di kawasan ini. Para pengrajin perak biasanya memiliki showroom yang terletak di pinggir jalan. Salah satu sentra showroom kerajinan perak berada di Jalan Kemasan Kotagede. Kawasan ini merupakan daerah strategis penjualan perak. Terdapat sekitar 40 showroom atau toko-toko kerajinan perak dalam skala kecil, menengah maupun besar. Sebelum terjadinya gempa di tahun 2006, jumlah showroom lebih banyak dari yang ada sekarang. Namun, bencana gempa memberikan dampak terhadap penurunan penjualan perak. Sehingga, banyak pemilik showroom dalam skala menengah ke bawah terpaksa untuk gulung tikar. Sedangkan pemilik showroom besar dan menengah ke atas, masih bisa bertahan di dalam masa-masa krisis tersebut. Beberapa tahun kemudian, para pengrajin perak kembali bangkit. Terbukti dengan adanya beberapa showroom yang dibuka kembali, walaupun jumlah tidak sebanyak sebelum tahun 2006. Dengan harga sekitar Rp 75.000-85.000 per gram, kerjinan perak dapat dikatakan terjangkau oleh semua kalangan. Akan tetapi di musim bukan liburan seperti ini, tetap saja penjualan perak dapat dikatakan menurun. Hal ini dikarenakan, sebagian besar konsumen dari kerajinan perak adalah wisatawan lokal maupun asing. “Sebenarnya masyarakat Jogja sering membeli perak, hanya saja mereka cenderung tertarik ke beberapa produk seperti cincin pasangan” ujar Devi, salah seorang pemilik showroom SH. Untuk mengatasi penjualan perak yang menurun di masa sekarang ini. Banyak pemilik showroom skala menengah ke bawah memutar otak dengan membuka jasa pembersihan perhiasan perak atau mengubah bentuk perhiasaan perak dengan dilebur ulang. Hal ini dilakukan agar ada perputaran uang untuk memenuhi kebutuhan proses produksi pembuatan perak. Naiknya harga baku perak serta turunnya omset penjualan membuat para pemilik toko perak dalam skala menengah ke bawah harus berjuang cukup keras. “Dalam sehari paling cuman ada satu atau dua pembeli, kalau lagi rame ya mentok-mentok sampai lima pembeli.” ungkap Hari, pemilik Nin’s Silver. Dengan jumlah pembeli yang cenderung sedikit, otomatis omset yang dicapai pun tidak sesuai dengan harapan. Untuk showroom skala menengah ke bawah seperti ini, omset perbulannya sekitar Rp 1.000.000-3.000.000. Omset tersebut bisa dikatakan kecil, mengingat ada gaji untuk karyawan serta kebutuhan produksi yang terus berputar. Oleh karena itu, para pemilik showroom sekaligus pengrajin perak tidak bisa memasok bahan baku perak dalam kuantitas yang cukup besar di masa-masa seperti ini. Sebuah rumah produksi perak dalam skala menengah seperti Moeljodihardjo Silver atau lebih dikenal MD Silver pun merasakan dampak sepinya pasar penjualan kerajinan perak. Industri rumah tangga yang berdiri sejak tahun 1936 dan memiliki sekitar 20 orang karyawan tetap merasa kesulitan untuk mengatur proses produksi agar berjalan lancar. “Untuk membuat perak itu dibutuhkan ketelatenan dan proses produksi yang panjang serta dibutuhkan tenaga yang trampil. Dengan kondisi keuangan seperti sekarang, para karyawan harus lebih sabar dengan pendapatan, karena untuk membeli bahan baku perak saja sudah mahal.” ungkap Surono, karyawan MD Silver saat ditanya seputar kesulitan yang dialami industri ini. Untungnya industri rumah tangga MD Silver sudah memiliki pelanggan tetap di berbagai daerah di Indonesia bahkan ada di beberapa negara. Sehingga hasil produksi perak mereka masih dapat disalurkan ke daerah lain, jika tidak terlalu laku di showroom MD silver. Melihat realita seperti ini, sangat disayangkan apabila kerajinan perak semakin terpuruk. Kondisi menurunnya penjualan perak seharusnya tidak hanya menjadi perhatian dari para penjual atau pengrajin perak saja. Dari pemerintah maupun masyarakat lokal lebih baik mendukung bertahannya kerjaninan perak ini dengan cara masing-masing. Dari pemerintah bisa saja mendukung dengan memberikan sarana promosi kerajinan perak agar masyarakat lebih tertarik untuk datang ke Kotagede. Selain itu, dari masyarakat sendiri mulai meningkatkan budaya cinta produk dan budaya Indonesia. Karena sangat disayangkan jika para pengrajin perak terpaksa gulung tikar, apalagi kerjinan perak juga merupakan warisan budaya leluhur. Jadi harus terus dilestarikan dan dijaga eksistensinya. (Tesa)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H