Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kemurahan Hati, Kunci Public Speaking

16 Oktober 2019   22:07 Diperbarui: 17 Oktober 2019   22:01 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unsplash; Kane Reinholdtsen

Saya tidak pernah percaya diri jika berbicara atau melakukan presentasi di depan banyak orang. Ini terjadi sejak saya masih di bangku sekolah hingga saat ini. Alasannya berubah-ubah, sesuai usia dan perkembangan hidup. 

Dulu, saat masih sekolah atau kuliah, saya tidak pede karena karena saya belum terbiasa berbicara di depan banyak orang. Lambat laun, saat awal-awal bekerja, saya tidak pede karena merasa saya tidak punya kapasitas atau materi yang cukup untuk disampaikan kepada banyak orang. 

Saat ini, setelah sekian tahun bekerja, saya tidak pede karena merasa saya tidak berbakat sebagai pembicara atau presentator yang dapat menyampaikan materi penting kepada banyak orang dengan baik dan menarik. 

Menulis ok lah, bisa sangat lancar dan cepat, malah. Tapi, berbicara di depan umum? Saya rasa bukan itu talenta saya.Dan, jujur, itu bukan sekadar perasaan. 

Saya merasa saya ini membosankan ketika menyampaikan satu materi di depan banyak orang. Itu membuat saya tidak pede, karena bagi saya jika materi tidak bisa dipresentasikan secara menarik kepada audiens, bagaimana mereka bisa tertarik untuk mengikuti atau melakukan apa yang saya bicarakan? Dan, jelas bukan itu tujuan presentasi.

Tapi, kok ya ndilalah saya tidak bisa lolos dari tugas presentasi ini dari kantor. Padahal ya, presentasi saya begitu-begitu saja, tidak ada yang memukau atau keren. Karena risiko pekerjaan, ya mesti dijalani. Jadilah setiap kali saya diberi tugas presentasi, saya akan mengalami sindrom ini selama berhari-hari: mulas, mual, bangun malam-malam dengan tidak nyaman karena mengingat presentasi, tegang, dan tangan dingin. 

Situasi yang menyebalkan dan sangat membuat tertekan. Mau bagaimana lagi? Tugas harus dikerjakan, dan saya harus tetap mengatasi semua hal tidak enak tadi. Hasilnya? Meski tidak pernah malu-maluin, tetap saja saya merasa saya bukan orang yang tepat untuk melakukan presentasi. Alias, masih tidak pede.

Nah, beberapa minggu lalu, saya diberi tugas atasan untuk melakukan presentasi 10 menit dalam acara seminar untuk memperingati HUT kantor. What? Ya, di depan sekitar 500 tamu undangan. OMG, that's huge! Bisa jadi itu adalah kesempatan pertama atau terakhir saya untuk berbicara di depan audiens sebesar itu. 

Meski hanya dalam kurun sepuluh menit, pasti rasanya akan seperti sejam. Haduh, bisa dibayangkan dong betapa tertekannya saya. Wong sebelumnya, dengan peserta belasan atau puluhan orang saja, saya sudah stres. Ini 500 orang. Ampun, bisa membeku saya nanti di depan orang-orang itu. Tapi, mau gimana lagi, menolak tidak mungkin, mengelak apa lagi. The show must go on.

Saya pun menyampaikan kegundahan ini kepada suami, sebagai orang yang sudah lebih berpengalaman dalam ber-presentasi. Menurutnya, semua perasaan itu justru menjadi mental blocking atau hambatan bagi saya sendiri. Dan, meski membenarkan pemikiran itu, saya tidak jadi terhibur atau jadi termotivasi dengan usaha suami tercinta. 

Perasaan tertekan pun terus hinggap, dan saya jadi semakin tak bisa menyusun outline presentasi untuk disampaikan. Stuck. Padahal, deadlinenya tinggal beberapa hari sebelum hari H.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun