Mohon tunggu...
Oktav Unik Ardiana
Oktav Unik Ardiana Mohon Tunggu... Guru - Hamba Allah yang tengah menjadi seorang pembelajar. (Mahasiswi dan Guru IPA yang berdomisili di Banyumas dan Cilacap)

Anak perempuan pertama dari 4 bersaudara yang tengah belajar mengabdi pada dunia pendidikan. Masih terus belajar, belajar, dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Al-Quds, Masjid Menara Kudus Gambaran Toleransi Agama Nusantara

9 April 2023   02:57 Diperbarui: 9 April 2023   06:09 1679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalanan panjang terlewati. Dimulai dari pusat pemberhentian bus melewati masjid terminal dan menuju ke dalam pasar pusat oleh-oleh. Jalan kami beriringan, setidaknya jalan dua atau tiga orang sebaris. Keluar dari pusat jajanan, puluhan bapak ojek menghampiri kami menawarkan jasanya sebagai pengantar menuju tempat tujuan. Aku hanya tersenyum sambil berlalu, menolak dengan halus tawaran beliau-beliau. Tekadku bulat. Benar-benar ingin merasakan nikmatnya jalan kaki di salah satu kota bagian utara propinsi Jawa Tengah ini. Terlebih kami tidak sendiri. Sekitar 800an peserta didik kami melakukan hal yang sama sepertiku, berjalan kaki sampai tempat tujuan.

Sekitar dua kilometer kami berjalan, bangunan toleransi tiga agama akhirnya terlihat dengan jelas di depan mataku. Bangunan yang menjadi salah satu tujuan wisata religi kami kali ini. Aku bersama anak-anak memasuki masjid melewati gapura yang bernama gapura Bentar. Hal yang pertama kulakukan ialah meletakkan mukena dan mencari tempat wudhu untuk segera melakukan ibadah shalat Dzuhur serta menanti salat Asar.

Sepanjang menuju tempat wudhu putri yang letaknya kalau tidak salah di sebelah barat, aku terkagum-kagum dengan arsitektur bangunan yang benar-benar masih menjunjung tinggi kearifan lokal. Tumpukan bata merah kecoklatan seolah menjadi ciri khas bangunan ini. Bahkan, air wudhunya pun sungguh sangat menyegarkan. Masya Allah. Tak menyesal aku memutuskan untuk berjalan kaki sejauh ini menuju salah satu peninggalan Islam di Indonesia, masjid Menara Kudus.


Kota Kudus sendiri pernah menjadi pusat perkembangan agama Islam di tanah air. Kisah perjuangan para penyebarnya abadi terdengar hingga kini. Hal ini menjadi salah satu pengingat bagi kita yang masih merasakan indahnya dunia supaya jangan lelah berbuat kebaikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman.

Kota ini tersohor menjadi salah satu destinasi wisata religi di tanah air hingga sekarang. Kota yang terletak di wilayah utara Jawa Tengah ini sarat akan kisah para tokoh terdahulu dalam menyebarkan Islam di nusantara, di antaranya yakni Sunan Kudus dan Sunan Muria. Keduanya merupakan bagian dari jajaran wali sanga, sembilan wali penyebar agama Islam yang disegani di Pulau Jawa.

Ketika berada di kota Kudus pastikan tidak sampai terlewat menelusuri jejak sejarahnya satu per satu. Tidak lengkap rasanya apabila ke kota Kudus namun tidak mampir ke masjid Menara Kudus. Hal ini dikarenakan Kudus begitu istimewa yang menyimbolkan bahwa syiar Islam berwujud dalam berbagai bentuk.

Menara Kudus merupakan bagian dari kompleks masjid kuno Al Aqsha yang dahulu didirikan oleh Sunan Kudus pada tahun 1594 Masehi. Hal yang paling unik dari masjid ini ialah sudah jelas pada arsitektur bangunannya. Perpaduan karakteristik Hindu- Budha dengan Islam membuat bangunan masjid ini terlihat mirip sebuah candi. Kata seorang warga sekitar, di bagian puncak menara  tersimpan lebih banyak dokumentasi berbagai cerita.

Pada saat Sunan Kudus menyebarkan syiar Islam di Kudus, beliau tidak menggunakan kekerasan tetapi lebih banyak menggunakan pendekatan-pendekatan budaya. Sebagai contoh beliau membangun masjid dengan memanfaatkan arsitektur lokal di mana di bagian sebelah timur masjid, terdapat menara yang berfungsi untuk mengumandangkan adzan. Para penyebar agama Islam menggunakan keraifan lokal atau local wisdom supaya Islam mudah diterima oleh masyarakat nusantara dengan budaya yang beraneka ragam.

Mereka memperkenalkan Islam pada masyarakat Hindu pada waktu itu melalui bangunan masjid yang mereka dirikan bersama.  Atap masjid berbentuk limas tersusun rapi seolah-olah menyampaikan pada umat Hindu bahwa dewa-dewa tidak hanya di gunung saja namun juga ada di dalam masjid. Penjelasan ini disampaikan supaya umat Hindu pada saat itu berkenan memasuki masjid dalam rangka memperkenalkan Allah dan mengajak beribadah kepada Allah.

Berdasarkan uraian tersebut, kita teringat salah satu nasihat yang Allah wahyukan dalam Al Quran bahwa sejatinya Allah mengutus Nabi Muhammad untuk menyebarkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

"Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam" (Q.S.  Al Anbiya: 107)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun