Mohon tunggu...
Oktav Unik Ardiana
Oktav Unik Ardiana Mohon Tunggu... Guru - Hamba Allah yang tengah menjadi seorang pembelajar. (Mahasiswi dan Guru IPA yang berdomisili di Banyumas dan Cilacap)

Anak perempuan pertama dari 4 bersaudara yang tengah belajar mengabdi pada dunia pendidikan. Masih terus belajar, belajar, dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Petak Umpet, Gobak Sodor, Hingga Wayang: Nostalgia Ramadan yang Berkesan

19 April 2021   22:42 Diperbarui: 19 April 2021   23:25 1282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://sebutkanitu.blogspot.com/2019/09/wayang-yang-terbuat-dari-kertas-disebut.html

Ramadan, setiap diri memiliki cerita di dalamnya. Setiap tahun, setiap periode ada kisah yang memberi  kesan dan penuh makna. Bahkan kenangan masa kecil ketika Ramadan masih tergambar jelas dalam memori dan menjadi kerinduan yang terekam dalam ingatan. Terkadang, ketika berkumpul dengan teman sepermainan masa kecil, cerita-cerita pada zaman kanak-kanak akan dibicarakan untuk saling mengenang karakter masing-masing pada masa kecil. Istilah zaman ini disebut nostalgia.

Pelataran rumah simbah belasan tahun lalu memang penuh cerita

Selepas melaksanakan salat tarawih di bulan Ramadan, kami biasanya berkumpul di pelataran rumah simbah yang cukup luas. Rentang usia kami saat itu beragam. Ada yang lebih tua dariku dan ada yang lebih muda namun tak ada yang seumuran denganku. Formasi lengkap biasanya terdiri dari delapan orang, lima laki-laki dan tiga perempuan. Kakak sepupu perempuanku berusia tiga tahun di atasku. Kakak sepupu laki-lakiku berjarak dua tahun lebih tua dariku. Om kecilku berusia satu tahun di bawahku. Sisanya ialah teman perempuan yang usianya dua tahun di bawahku serta empat orang tetangga kami yang usianya satu tahun diatasku.

Biasanya kami akan memulai babak pertama dengan permainan petak umpet yang sering disebut jonjang umpet di tempat kami. Sebelum permainan dimulai, masing-masing dari kami akan menyiapkan gaco (tanda kepemilikian diri atau kami sering menganggap jimat permainan). Gaco kami bisa berupa kereweng (pecahan genteng yang ukurannya sebesar telapak tangan anak bayi baru lahir) atau menggunakan pecahan keramik yang sudah tidak terpakai. Masing-masing gaco antara satu orang dengan orang yang lain boleh dari bahan sama tetapi memilliki bentuk berbeda. Setiap gaco harus mempunya ciri-ciri khusus agar tidak tertukar dengan milik teman yang lain. 

sumber: gurupintar.com
sumber: gurupintar.com

Setelah menyiapkan gaco, kami melakukakan hom pim pa untuk menentukan siapa yang bertugas menjadi pemain jaga (pemain yang kalah hom pim pa). Pemain yang kalah harus membuat lingkaran di tanah dan menyusun gaco di dalam lingkaran tersebut dengan cara gaco ditumpuk ke atas serta tidak boleh jatuh. Saat pemain yang kalah tengah menyususn gaco, pemain lainnya akan bergegas lari menuju tempat persembunyian masing-masing.

Selesai menyusun gaco, pemain yang kalah harus menemukan tempat persembunyian teman yang lain sembari menjaga gaco yang sudah ditumpuk agar tidak dijatuhkan oleh pemain yang sedang bersembunyi. Saat pemain yang kalah telah menemukan tempat persembunyian salah satu temannya, maka ia wajib menyebut nama pemain tersebut sambil berlari menuju lingkaran tempat gaco disusun lalu mengatakan litong. Semua pemain yang bersembunyi harus ditemukan agar pemain yang kalah bebas dari hukuman penjagaan gaco.

Biasanya permainan akan berlanjut sampai ada salah satu di antara kami yang menangis atau marah seketika. Ketika sudah ada yang menangis atau ngambek, sebagai solusi ialah melanjutkan dengan permainan lain atau istirahat membeli jajanan di dekat perempatan sebelum pulang ke rumah. Tentunya hal tersebut berdasarkan kesepakatan bersama.

Namun, apabila simbah sudah mulai memanggil, "Balik Cah, wis mbengi, sesuk krainan" (Pulang Nak, sudah malam, besok kesiangan) maka kami akan segera bergegas bubar karena simbah buyut kami ini terkenal galak dan selalu bawa tuding (kayu panjang tipis yang biasa digunakan untuk memukul papan tulis) untuk menakut-nakuti kami agar segera pulang ke rumah.

Gobak sodor pun masih menjadi kenangan

sumber: kompasiana.com
sumber: kompasiana.com

Kini pelataran rumah simbah sudah beralih fungsi. Tak hanya pelatarannya saja, namun bangunan rumah simbah yang berbentuk Joglo memang sudah dipugar menjadi garasi dan kebun pisang. Sesekali ketika kumpul bersama keluarga besar saat lebaran, kami masih suka mencoba permainan gobak sodor di sisa pelataran simbah yang masih bisa digunakan untuk bermain walaupun sudah tak seluas dulu. Bahkan sebelum kedua kakak sepupuku menikah sekitar empat tahun yang lalu, kami pun menyempatkan berkumpul sekadar untuk bermain gobak sodor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun