Mohon tunggu...
Oktavia Wardah
Oktavia Wardah Mohon Tunggu... Human Resources - mahasiswa

hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tanggung Jawab Pemerintah dalam Kasus Pelanggaran HAM

24 Juni 2024   16:51 Diperbarui: 24 Juni 2024   17:11 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

nama: elok oktavia wardah 

nim: 1322300030

Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) merupakan isu krusial yang membutuhkan penanganan serius oleh pemerintah. Di Indonesia, berbagai peraturan perundang-undangan telah dibuat untuk mengatur tentang HAM dan tanggung jawab pemerintah dalam menangani pelanggarannya, seperti penyiksaan atau penangkapan sewenang-wenang oleh aparat, adalah masalah serius yang membutuhkan tanggung jawab pemerintah. HAM sendiri didefinisikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia

Tanggung jawab pemerintah dalam kasus pelanggaran HAM meliputi perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM dengan cara menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan kesejahteraan manusia. Pemerintah harus menghukum pelaku pelanggaran HAM yang terbukti bersalah dan memberikan santunan, rehabilitasi, dan kompensasi kepada korban. Pemerintah juga harus memastikan penerapan HAM dan mengadili pelaku pelanggaran HAM dengan cara yang adil dan transparan. Pasal 28I ayat (4) UUDNRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Pemerintah harus mengupayakan pemenuhan HAM melalui kebijakan dan tindakan yang efektif.

Negara mempunyai kewajiban untuk memberikan Kompensasi dan Restitusi terhadap Korban pelanggaran HAM Berat. Kewajiban ini mengandung makna bahwa Negara bertanggung jawab untuk melakukan pemulihan (reparation) yang efektif terhadap Korban. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2018 jo No 35/2020 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban. PP ini mengatur detail tentang pemberian kompensasi, restitusi, dan bantuan kepada korban, termasuk korban pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat merupakan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh penguasa negara (state actors) atau organisasi/ kelompok yang terorganisir,serta tindakannya memiliki dampak yang luas atau dilakukan secara sistematik. Sedangkan, pelanggaran HAM biasa adalah pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok masyarakat atau individu tertentu terhadap individu atau kelompok masyarakat lain dan diadili di Peradilan Umum.

Pengaturan tanggung jawab negara secara tidak langsung ditunjukkan pula oleh Pasal 30 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan: “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.” Pemahaman atas ketentuan pasal tersebut, bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara, sehingga tanggung jawab negara dibebankan kepada pihak kepolisian. Tugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum apabila dielaborasi, maka tidak hanya berfokus pada bidang pertahanan dan keamanan saja, melainkan menyentuh pula ranah HAM. Tindakan kepolisian seperti melakukan penyelidikan atas pelanggaran hukum tertentu, mengatasi terorisme, pengawalan kegiatan demonstrasi, maupun tindakan lainnya merupakan bagian dari perlindungan dan penegakan HAM.

Sehubungan dengan adanya pelanggaran berat hak asasi manusia, perlindungan terhadap korban dan saksi adalah tanggung jawab negara pula selain membantu penyelesaian pelanggarannya. Perlindungan saksi tersebut juga mencakup pemberian ganti kerugian bagi korban dan keluarganya termasuk kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi. UU No. 26/2000 telah memberikan jaminan perlindungan saksi dan korban seperti diatur dalam Pasal 34 dan Pasal 35. Tata cara pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Korban dan Saksi bagi Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia dan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia.

Dapat dipahami bahwa selain penghukuman kepada pelaku, pemberian kompensasi kepada korban merupakan salah satu bentuk tanggung jawab negara ketika terjadi pelanggaran berat hak asasi manusia. Pemberian kompensasi tidak harus menunggu pelaku atau pihak ketiga tidak mampu untuk memenuhi tanggung jawabnya, namun merupakan kewajiban yang sudah melekat bagi negara.36 Dengan lain perkataan, dibebaskan atau dihukumnya terdakwa tidak akan mempengaruhi kewajiban negara untuk memberikan kompensasi bagi korban pelanggaran berat hak asasi manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun