Pemindahan ibu kota negara menjadi sebuah polemik baru di negeri ini semenjak pertama kali diumumkan pada tahun 2019. Isu tersebut kini menimbulkan berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa pemindahan ibu kota negara merupakan keputusan yang bijak dikarenakan tingginya populasi penduduk di ibu kota pada saat ini dan dianggap baik dalam segi penyetaraan infrastruktur. Namun di kalangan tertentu pemindahan ibu kota negara dianggap bukan sebuah keputusan yang tepat dan dinilai memiliki urgensi yang kurang dikarenakan banyaknya isu lain yang dianggap memiliki nilai urgensi yang lebih tinggi seperti kesejahteraan masyarakat, pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir dibandingkan dengan pemindahan ibu kota negara. Masyarakat pun mempertanyakan darimana dana yang digunakan untuk pemindahan ibu kota negara. Isu tersebutpun membuat khawatir berbagai kalangan mengenai keadaan paru-paru dunia yang ditakutkan terancam dan menimbulkan dampak buruk tidak hanya untuk Indonesia namun dunia.
Pemimpin memiliki peranan penting dalam meyakinkan masyarakat mengenai pandangan tersebut. Bagaimana sikap pemimpin dalam meyakinkan masyarakat mengenai pemindahan ibu kota negara? Bagaimana pemimpin menyampaikan kepada masyarakat luas bahwa pemindahan ibu kota negara merupakan sebuah keputusan yang tepat? Hal tersebut menjadi tanggung jawab bagi pemimpin atas keputusan yang telah beliau ambil. Sikap pemimpin pun kini menjadi sorotan publik dalam menangani polemik tersebut
Politisi dan pidato merupakan sebuah hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Pidato menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan ide-ide dan tujuan dari penutur kepada petutur sehingga penutur dapat meyakinkan masyarakat luas mengenai ide dan tujuannya. Penggunaan bahasa oleh para politisi dalam berpidato tentunya memiliki tujuan lain selain untuk berkomunikasi yaitu untuk mempengaruhi dan meyakinkan para audiens atau masyarakat.
Fenomena penggunaan bahasa dalam berpidato merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Dalam teks pidato terdapat berbagai tindak tutur yang disampaikan oleh penuturnya. Menurut Yule (1996:47) tindak tutur merupakan tindakan yang dilakukan melalui ujaran. Terdapat berbagai jenis tindak tutur yaitu lokusi, ilokusi dan perlokusi (Saifullah, 2018). Tindak tutur lokusi merupakan ujaran yang memiliki makna terlepas dari konteks apapun dalam percakapan. Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang memiliki fungsi untuk menyampaikan pesan atau makna kepada mitra tutur. Tindak tutur perlokusi merupakan tindakan sebagai dampak dari tuturan ilokusi penutur kepada petutur (Saifullah, 2018). Tindak tutur ilokus merupakan tindak tutur yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan diantaranya terdapat dalam pidato.
Pada peresmian Nasdem Tower, Jokowi menyinggung sedikit mengenai ibu kota negara baru yaitu Nusantara. Jokowi menuturkan, "Sebuah transformasi besar sebuah perubahan besar sebuah gagasan besar pasti ada pro dan kontra." Tuturan tersebut tersebut merupakan sebuah tindak tutur ilokusi yang memiliki fungsi untuk menyampaikan sebuah fakta bahwa selalu ada pro dan kontra dalam sebuah perubahan. Beliau pun menjelaskan bahwa hal tersebut adalah hal yang biasa. Namun Jokowi meminta agar polemik mengenai perpindahan ibu kota negara segera diakhiri dalam pidato tersebut beliau mengatakan bahwa "Dalam sistem politik kita jelas bahwa undang-undangnya sudah dicetus UI oleh DPR dan disetujui oleh delapan fraksi dari sembilan fraksi yang ada artinya secara hukum politik sudah selesai." Tuturan tersebutpun memiliki fungsi yang sama yaitu untuk menyampaikan sebuah fakta dan bentuk sebuah penegasan bahwa pemindahan ibu kota negara sudah sah secara hukum dan tidak perlu diperdebatkan.
Namun melaui pidatonya, Jokowi seolah-olah menjawab pertanyaan masyarakat yang menimbulkan polemik salah satunya mengenai dana yang digelontorkan pemerintah terkait dengan pemindahan ibu kota. Secara tegas dalam pidatonya, beliau mengatakan bahwa "Dana yang dikeluarkan dari APBN untuk pemindahan ibu kota hanya 20%, sebesar 80% berasal dari investor." Tuturan tersebut merupakan pernyataan sebuah fakta yang dituturkan oleh Jokowi agar masyarakat lebih memahami mengenai dana dan tidak menjadi permasalahan kembali.
Jokowi pun dalam pidatonya membahas mengenai infrastruktur ibu kota negara baru. Jokowi menyampaikan bahwa, "Ibu Kota Negara baru memiliki konsep smart forex city, dimana ibu kota baru memiliki lahan hijau lebih besar." Tuturan tersebut tidak hanya memiliki makna pernyataan sebuah fakta namun juga memiliki makna penegasan mengenai infrastruktur ibu kota baru.
Tidak hanya itu dalam pidatonya Jokowi mengatakan bahwa "Ekosistem hutan di Kalimantan beberapa sudah ada yang rusak dan justru akan di rehabilitasi sehingga jangan ada anggapan bahwa kita kesana untuk merusak ekosistem." Tuturan tersebut tidak hanya memiliki makna menyatakan sebuah fakta namun juga memiliki makna penegasan mengenai kondisi ekosistem hutan di Kalimantan serta mengandung makna berjanji bahwa ekosistem masih tetap terjaga walaupun adanya pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan.
Pidato tersebut digunakan Jokowi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan polemik. Dapat terlihat bahwa isi pidato tersebut berisikan pernyataan sebuah fakta serta beberapa penegasan mengenai pemindahan ibu kota negara. Hal tersebut disampaikan agar masyarakat luas bisa menerima keputusan atas adanya pemindahan ibu kota negara dan berharap tidak ada lagi perdebatan mengenai isu tersebut, karena pemindahan ibu kota negara merupakan sebuah keputusan yang tepat bagi kemajuan dan masa depan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H