Mohon tunggu...
Oktavia Sri Wahyuni
Oktavia Sri Wahyuni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Malang

Mahasiswi Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kebutuhan Layanan Kesehatan Reproduksi Mahasiswa, Baiknya Seperti Apa?

7 Mei 2023   23:46 Diperbarui: 8 Mei 2023   00:08 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kesehatan reproduksi pada remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja, pengertian sehat disini tidak semata-mata bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural. Namun pada kenyataannya remaja masih menghadapi kendala kebijakan dan hukum dalam mengakses jenis pelayanan kesehatan reproduksi ini. Hasil survei dari Komisi Nasional Perlindungan Anak terhadap 4.500  remaja  di  12  kota besar    di    Indonesia    tahun    2007 menunjukkan   97%   dari responden pernah  menonton  film  porno,  93,7% pernah   ciuman, petting, dan   oral seks, serta   62,7%   remaja   yang duduk    di    bangku    SMP    pernah berhubungan  intim,  dan 21,2%  siswi pernah menggugurkan kandungan. penyebab  permasalahan  kesehatan remaja   juga   dapat   terjadi   karena kurangnya akses pelayanan kesehatan   remaja,   yang   meliputi tidak  adanya  fasilitas,  remaja  tidak tahu  jika  dirinya  bermasalah,  remaja tidak  tahu  ada  fasilitas,  remaja  tahu tapi   tidak   terakses   (waktu,   biaya, dating   harus   dengan   orang   tua), remaja tahu ada akses tapi tidak mau (waktu  tunggu  lama,  petugas  tidak friendly). (Sari et al., 2017)

Pada awal kegiatan, mahasiswa matakuliah lelang analisis layanan kebutuhan kespro dan KIA mendapatkan pengantar tentang materi dan guideline mini survei oleh dosen pengampu matakuliah.  Setelah mendapatkan pengantar, mahasiswa melakukan kegiatan pra-survei berupa pembagian kelompok dan merancang kuesioner. Kuesioner dibagi menjadi 4 aspek, yakni tentang pengetahuan, sikap, perilaku, dan kebutuhan layanan kespro remaja. Kemudian, pertanyaan teserbut akan diinput ke google form. Tim menyebarkan kuesioner ke salah satu perwakilan disetiap offering yang kemudian dijadikan koordinator offering. Selanjutnya, koordinator offering tersebut menyampaikan ke masing-masing grup offeringnya untuk menghimpun anggota offering mengisi kuesioner tersebut. Apabila hasil respons kuesioner sudah mencukupi perhitungan sampel, akses pengisian google form tersebut akan ditutup. Selanjutnya, tim akan melakukan analisis data dengan bantuan tabel frekuensi. Dari hasil tabel tersebut, tim akan melakukan pembahasan dengan mengaitkan hasil dan referensi peneliti lain.  Selanjutnya terdapat tahap akhir dari kegiatan survei yaitu tim akan menyusun laporan akhir survei dan pembuatan artikel media massa sebagai output perkuliahan ini. Sehingga, tidak hanya tim saja yang mengetahui hasil survei, melainkan khalayak umum. Kendala yang terdapat saat kegiatan survei adalah kesulitan mengumpulkan dan menghubungi responden yang telah ditentukan.

Dari hasil mini survei yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa mayoritas sasaran adalah laki-laki sejumlah x mahasiswa dengan usia mayoritas (33%) 21 tahun, sisanya yakni usia 22 tahun sejumlah 26,7% dan 20 tahun sejumlah 18,3%. Berdasarkan hasil survei, pengetahuan, sikap, dan perilaku sasaran tentang kesehatan reproduksi menunjukkan hasil yang baik. Contohnya seperti pernyataan pengetahuan tentang organ reproduksi yang sehat menunjukkan tingkat kesehatan sistem reproduksi yang baik, 100% sasaran menjawab setuju akan hal tersebut. Selanjutnya terdapat pernyataan sikap tentang membicarakan tentang kesehatan reproduksi adalah suatu hal yang tabu. Mayoritas sasaran (65%) merasa tabu apabila membicarakan tentang kesehatan reproduksi. Hal ini akibat kekhawatiran masyarakat akan timbulnya keinginan tahu yang tinggi apabila remaja diberikan pendidikan kesehatan reproduksi. Sesuai penelitian Pakasi dan Kartikawati (2013), yang menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas tabu dibicarkan secara publik, karena dianggap dapat memengaruhi remaja beperilaku semakin permisif terhadap seksualitas, atau biasa dikenal dengan tindakan seks bebas. Padahal, pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas dianggap penting oleh pemangku kebijakan sebagai bekal remaja tersebut dalam bertindak. Perlu adanya pemahaman atas alur berpikir remaja terhadap pendidikan kesehatan reproduksi ini. Selanjutnya pada pernyataan perilaku tentang mengikuti kegiatan pendidikan dan penyuluhan kespro untuk mendapatkan informasi kespro, mayoritas sasaran menjawab iya (60%). Menurut penelitian Lisna Khairani Nasution, Rahmah Juliani Siregar, Elvi Suryani (2022) disebutkan mengikuti kegiatan pendidikan dan penyuluhan reproduksi kesehatan memang memiliki banyak tujuan, salah satunya yaitu mendapatkan informasi yang lengkap terkait aspek-aspek kesehatan reproduksi. Pada aspek kebutuhan layanan kespro remaja, mayoritas sasaran (78,3%) mengatakan bahwa pengembangan dan media informasi tentang kesehatan reproduksi sudah sesuai. Berdasarkan Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan bahwa Kesehatan Reproduksi mencakup 5 (lima) komponen atau program terkait, yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak, Program Keluarga Berencana, Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, dan Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut. Kesehatan remaja masuk dalam 5 program penting pemerintah dimana hal ini sangat penting dilakukan. Kemudian dalam pelaksanaannya penting juga mengetahui bagaimana permintaan para remaja diluar sana. Hasil survei menyebutkan sebesar 18 sasaran (30%) menginginkan materi tentang dampak melakukan seks bebas pada remaja dengan mayoritas sasaran (50%) memilih metode penyuluhan yaitu ceramah. Ceramah memiliki beberapa keunggulan salah satunya yaitu dapat diikuti banyak audiens, oleh karenanya metode ini  sangat disarankan dalam penyuluhan. Durasi yang diinginkan responden mayoritas (31,7%) 20 menit. Selain itu mayoritas sasaran (68,3%) memilih layanan kesehatan yaitu konseling masalah kesehatan reproduksi dan seksual. Hasil survei menyebutkan bahwa sasaran lebih memilih tenaga kesehatan yang memberikan layanan kesehatan reproduksi pada remaja (53,3%). Sebesar 35% sasaran bersedia untuk datang jika disediakan layanan kebutuhan kespro. Namun.  dalam pelaksanaannya, menurut responden (48,3%) pelayanan kesehatan perlu adanya digitalisasi.  Digitalisasi pelayanan kesehatan salah satunya bisa dengan pelayanan dari rumah menggunakan handphone, sehingga bagi remaja yang malas untuk keluar rumah tetap bisa melakukan layanan kesehatan. 

Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi karena remaja merupakan masa pencarian jati diri ingin mengetahui, menjelajah, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Dari model regresi, ditemukan bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi remaja yang berpengaruh secara individu terhadap pengalaman berpacaran adalah pengetahuan tentang HIV/AIDS, pengetahuan tentang Napza dan pengetahuan tentang cara untuk menghindari HIV/AIDS. Keterbatasan akses dan informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja di Indonesia yang masih sangat kurang karena masyarakat umumnya masih menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang tabu dan tidak untuk dibicarakan secara terbuka. Pengetahuan responden menunjukkan  bahwa hampir seluruh responden sudah memahami tentang kesehatan reproduksi. Hampir seluruh responden menyetujui adanya penyuluhan kesehatan reproduksi lebih lanjut. Hampir seluruh responden sudah mengetahui dengan baik tentang perilaku terhadap kesehatan reproduksi yang baik dan benar.

Tetapi juga terdapat banyak perbedaan pendapat responden terkait sikap, perilaku, pengetahuan dan kebutuhan kesehatan reproduksi antara remaja satu dengan yang lainnya. Hal itu bisa disebabkan masalah yang dialami oleh remaja berbeda satu dengan yang lainnya. Tetapi, mayoritas memiliki jawaban yang sama seperti dalam mematuhi larangan untuk tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah dan hampir semua sasaran mematuhi hal tersebut yaitu (95%) yang menunjukkan mereka menjaga kesehatan reproduksi. Maka dengan hal ini, adanya kebutuhan layanan reproduksi diharapkan dapat membantu remaja melalui pemberian informasi, pelayanan konseling, dan pendidikan keterampilan hidup. Selain itu, banyak manfaat dan tujuan yang didapatkan, misalnya menambah wawasan dan pengetahuan kesehatan reproduksi, seperti kerugian hubungan seksual di luar nikah dan penyakit yang dapat ditularkan dari hubungan seksual yang tidak sehat, akan melindungi si remaja dari berbagai penyakit menular, sifilis, herpes, HIV/AIDS dan lainnya.

TIM: 

Anisya Nurdania P , Fatrya Dhea Ikhtyari , Nur Faizah, Oktavia Sri Wahyuni, Putri Nurika Dewi

REFERENSI 

Sari, N. D., Musthofa, S. B., & Widjanarko, B. (2017). Hubungan Partisipasi Remaja dalam Kegiatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dengan Pengetahuan dan Persepsi Mengenai Kesehatan Reproduksi di Sekolah Menengah Pertama Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 5(5), 1072-1080.

Nasution, S. L. (2012). Pengaruh pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja terhadap perilaku seksual pranikah remaja di Indonesia. Journal of Widyariset, 15(1), 75-84.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun