Sebagai umat muslim sudah seharusnya kita mengetahui al-quran dan hadist. Megetahui bukan sekedar mengakui bahwa kitab al-quran dan hadist ada. Melainkan mempelajari lebih dalam mengenai al-quran dan hadist tersebut dan juga mempercayainya. Kita harus mengetahui beberapa ilmu yang ada untuk lebih memahami al-quran dan hadist tersebut. Ulumul hadist merupakan suatu ilmu yang di dalamnya mengkaji ilmu-ilmu tafsir al-quran dan hadist.Â
Tujuan kita mengetahui atau mempelajari ilmu ini adalah agar tidak berbeda faham atau mempunyai kepercayaan yang salah jika kita tidak mengkaji nya lebih dalam. Dan kita tahu bahwa hadist yang adalah untuk memperjelas daripada al-quran. Karena tidak semua orang atau ulama yang bisa menerima dalil tersebut.Â
Ada yang menerima dalil tersebut ada pula yang menolaknya. Sehingga memunculkan berbagai perselisihan, maka dari itu ada penggantian atau penghapusan suatu dalil hadist untuk diganti dengan yang lebih baik atau sudah dikrmpromikan oleh beberapa ulama.
Pengertian Ilmu nasikh wa mansukh adalah salah satu cabang dari ulumul hadist. Ilmu nasikh wa mansukh berasal dari istilah nasikh adalah bentuk isim fȃ’il berasal kata naskh (masdar) yang secara etimologi mempunyai beberapa makna.
Salah satu makna nya yaitu menghapus atau menghilangkan bentuk dari kalimat fiil yaitu pelaku, yang lain yaitu mengganti dengan dalil yang lain. Dan pengertian kata mansukh adalah yang dihapus yaitu obyek kata kerja. Secara keseluruhan nasikh wa mansukh dapat diartikan bahwa menghapus dalil yang sudah ada dan menggantikannya dengan dalil yang baru.
Berasal dari penyataan atau defisini-definisi diatas, jika kata naskh mempunyai banyak makna diantaranya mengganti, menghilangkan, memindahkan, menghapus, mengubah menyalin. Ini berkaitan dengan konsep nasikh wa mansukh dalam al-quran. Para ulama pun memperdebatkan beberapa pernyataan tersebut dan mencari penyataan mana yang paling tepat.Â
Secara terminologis kata naskh juga masih menjadi perdebatan oleh para ulama. Ada perbedaan definsi dari ulama mutaqaddin dan ulama mutaakhkhir. Ulama mutaqaddim menjelaskan bahwa naskh secara luas tidak mempunyai batasan dengan kata lain bebas (mutlaq).Â
Bukan hanya sekedar mengubah dalil yang sudah ada ke dalil yang lain. Selagi dalil itu tidak diberlakukan secara terus menerus dan masih mencakup pengertian pembatasan dan pengertian pengkhususan atau makhasshish. Dan ulama mutakhkhir sebaliknya yaitu lebih mempersempit batasan-batasan pengertian itu untuk menijilkan perbedaan nasikh dan makhasshish. Ketentuan yang terdahulu dihapuskan dan ada ketentuan baru.
Dalam penafsiran al-quran dan hadis ada beberapa ketentuan dengan menggunakan kaidah nasikh wa mansukh. Menyebut bahwa ayat al-quran tida boleh di naskh kan kecuali dengan ayat al-quran. Ketentuan ini sudah tercantum dalam Q.S Al-Baqarah yat 106. Ketentuan lainnya bahwa ayat al-qur-an boleh di naskh kan dengan hadist karena hadist juga berasal dari Allah SWT melalui rasulullah.Â
Selain itu ketentuan lainnya adalah jika hadist itu berasal dari wahyu Allah maka boleh dipakai untuk menaskh kan ayat al-quran. Dan apabila itu hanya berupa ijtihad maka tidak boleh untuk menaskh kan ayat-ayat al-quran. Ketentuan ini juga sesuai dengan pendapat Ibn habib al-Naisaburiy dalam cara tafsirnya.
Mengetahui nasikh wa mansukh merupakan suatu kewajiban bagi orang-orang yang ingin lebih memahami mengenai hukum-hukum syariah, mempelajari nasikh wa mansukh penting bagi orang-orang tersbut karena jika kita ingin mengkaji lebih dalam mengenai hukum-hukum syariah yang ada, maka lebih dulu memhami beberapa cabang ulumul hadist. Yang salah satunya adalah inlmu nasikh wa mansukh ini. Ilmu nasikh wa mansukh menurut ulama juga termasuk ilmu yang penting untuk dipelajari dalam ulumul hadist.Â