“Wardah adalah perusahaan kosmetik Indonesia. seluruh produknya yang berjumlah 200 macam telah mendapat sertifikasi halal, yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia. Penjualan yang dimulai sejak tahun 1995 melalui door to door ini kemudian telah berkembang menjadi 1500 outlet yang tersebar di Department Store dan Pusat perbelanjaan lengkap dengan konsultan kecantikannya.” (Asahi Shimbun, 2011)
Walaupun banyak orang bilang orang Jepang “suka” berbasa-basi, tetapi Asahi Shimbun merupakan Koran yang pelit untuk berbasa-basi dan memuji suatu produk tanpa prestasi “luar biasa” yang menggelayutinya. Liputan Asahi Shimbun adalah bentuk pengakuan atas “keberhasilan” Wardah bisa menjadi sebuah merek kosmetik kecantikan yang menyasar segmen pasar yang “sempit” (niche market) tapi kedepannya mampu sukses dan mendapatkan porsi pasar yang cukup lumayan di percaturan kosmetik Indonesia.
“Pujian” Asahi Shimbun memang sungguh beralasan, karena ketika berdiri kala itu, hampir gak ada orang memikirkan “kosmetik halal” yang ditengarai pasarnya sangat sempit. Asahi shimbun pasti berpikir di kala itu dengan positioning sebagai kosmentik yang berlabel sertifikat “halal” yang didapat dari MUI (Majelis Ulama Indonesia), itu seperti membangun bisnis yang “merepotkan” diri sendiri. Betapa tidak, semua orang tahu persis kalau kosmetik menjual “kelembutan dan kehalusan kulit”itu dalam prosesnya membutuhkan “lem” dari gelatin dan asam lemak yang menyertainya. Dan biasanya bahan itu diambil dari bahan yang “tidak halal” bagi umat muslim. Ini sebenarnya yang diinginkan oleh Wardah.
Selain itu, karena mengusung label “produk halal”, pencitraan dibangun dengan membawa artis menggunakan kerudung dan jilbab menjadi bahan tertawaan serta olok-olokan tersendiri. Mosok jualan produk kecantikan, malah artis yang dijadikan model malah yang berkerudung. Persepsi seperti ini tentunya “bertabrakan” dengan hingar bingar panggung kosmetik Indonesia kala itu yang sangat memuja pencitraan. Tapi toh Wardah jalan terus. Dan keberhasilan Wardah menembus ini yang menyebabkan sebuah institusi pers Asahi Shimbun perlu untuk merilis liputan ini.
Inilah problem yang dihinggapi ketika meluncurkan sebuah produk yang yang segmen-nya sangat sempit. Kalau gak benar-benar “menyadarinya”, gak banyak orang yang mau mengkonsumsinya. Itupun diakui oleh para pendiri PT. Paragon Technology&Innovation, perusahaan produsen kosmetik Wardah yang menyatakan 5-7 tahun pertama sejak pendirian merupakan masa-masa sulit untuk “menjual”. Embel-embel “halal” tidak serta merta mendongkrak popularitas produk ini. Justru seakan membuat ruang gerak bisnis Wardah “terbatas”. Tapi sekarang Wardah tidak lagi pada posisi itu lagi, sekarang Wardah termasuk kosmetik yang banyak mendapat tempat di hati konsumennya.Kalau Anda mempunyai produk yang sangat “segmented” seperti Wardah ketika lahir dulu, apa yang harus dilakukan?
Pertama, mempunyai keyakinan yang kuat bahwa walaupun medan pasar yang disasar kecil, akan bertumbuh kembang produk itu. Karenanya misi dan visinya gak boleh gampang digoyahkan. Misalnya pesan yang ingin Si bunga Mawar rengkuh (Wardah artinya bunga mawar) menjadi kosmetik “Islami” berarti tidak boleh goyah dan tidak pernah bosan untuk menggaungkan hal itu. Konsistensi untuk mengibarkan hal itulah yang akan dipelototi oleh konsumen setia dan juga potensial klien yang ingin menjajalnya.
Kedua, harus mempunyai “nafas kuda” untuk meladeni segala hambatan yang menghadang, tidak gampang menyerah. Misalnya karena “mengklaim” jualan barang berstempel halal, maka kalau mau memasang harus mempunyai icon ambassador yang islami (sesuai syariat) juga. Tentunya gak mudah mencari sosok yang diharapkan, tapi harus tetap mencari pilihan-pilihan yang tidak banyak ini tidak boleh membiarkan didera hal itu. Ini juga berarti juga kelihaian untuk memilih “medan pertempuran” sendiri punya saham penting.
Ya, mempunyai produk yang sangat segmented seperti kasus yang dialami Wardah memang harus extra hati-hati karena melayani ceruk pasar yang kang khusus. Kabar baiknya adalah kalau hal itu bisa dikelola dengan strategi yang baik, bukan tidak mungkin akan bisa diterima lapisan target market yang lebih luas.
Apakah Anda mempunyai segmented product yang akan ditawarkan? Bagaimana strategi bisnisnya?
Tulisan ini pernah dimuat di blog Manuver Bisnis (www.manuverbisnis.wordpress.com), sebuah Blog yang membincangkan perihal bisnis, manajemen dan kewirausahawan, posting seminggu sekali tiap hari Kamis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H