Mohon tunggu...
Oktaviana ira virnanda
Oktaviana ira virnanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Oktaviana

Oktaviana Ira Virnanda Mahasiswa sastra Inggris universitas Islam Sultan agung Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seimbangkan Intelektual dan Spiritual Generasi Milenial

22 Juli 2023   18:07 Diperbarui: 22 Juli 2023   18:12 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seimbangkan Intelektual Dan Spiritual Generasi Mileneal
 
Sekarang ini banyak orang yang kemampuan intelektualnya tinggi atau pintar, tetapi spiritualnya rendah. Negara ini bisa rusak jika kebanyakan isinya hanya orang-orang yang tinggi ilmu atau intelektuanya, tetapi dari sisi spiritual mereka berahlak rendah. Pernyataan tersebut diungkapan oleh KH Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) pada acara penyambutan Mahasiswa Baru Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY), bertajuk "Membangun Generasi Milenial Berkarakter Unggul"
Gus Miftah Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji Tundan Sleman Yogyakarta tersebut menyampaikan bahwa kemajuan teknologi selain memberikan kemudahan bagi generasi muda masa kini yang biasa disebut generasi mileneal, juga dapat melemahkan kualitas sumber daya manusia jika tidak diimbangi dengan akhlak, etika dan adab. Untuk itu ia menyambut dan mengapresiasi UTY yang menyambut mahasiswa baru dengan menghadirkan pembicara-pembicara dari kalangan yang diharapkan dapat memberikan materi terkait etika, adab dan akhlak.
Lebih lanjut menyampaikan bahwa secara umum generasi milenial kini banyak menghabiskan waktu dengan sibuk berselancar di dunia internet dengan gadget-nya masing-masing. Hal ini berakibat 'menjauhkan yang dekat', karena interaksi sosial yang ada di kehidupan sehari-hari jadi sangat berkurang, yang dapat menggerus karakter bangsa. Minimnya tatap muka secara langsung dalam berkomunikasi, berakibat menurunnya rasa tanggung jawab, etika, sopan santun, dan rasa empati. Seharusnya, ketikan jari saat memberikan komentar maupun posting tentang suatu hal dalam media sosial, diusahakan sama dengan kualitas bicara yang santun dan beretika. Bijak dalam berselancar di dunia maya menggunakan kecanggihan internet dapat dilakukan dengan menyatukan akal dan hati yakni dengan memadukan fikir dan dzikir.
Dalam paparannya, beliau menyampaikan, mahasiswa baru yang masuk ke dalam golongan generasi Z, yaitu yang lahir pada tahun 1995 hingga 2014, harus cerdas menghadapi kemajuan teknologi sehingga menjadi pribadi yang sukses, dengan memiliki karakter yang unggul. Mahasiswa harus selalu mengingat tujuan utamanya, yakni menimba ilmu yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Jadilah orang yang bijak, yang bisa menerapkan prinsip dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Taatilah peraturan agama dimanapun berada, taati peraturan yang berlaku di mana lingkungan anda berada pula. Termasuk peraturan di UTY, karena Saudara telah memilih untuk studi di UTY, jelas Gus Miftah.
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa generasi milenial yang berkarakter unggul dicirikan dengan etika yang baik. Dalam kehidupan akademik dapat dicontohkan dengan kualitas interaksi antara mahasiswa dan dosen. Mahasiswa selayaknya dapat menjaga nama baik dan kehormatan dosen yang telah mengajarkan ilmunya. Sikap sopan dan santun harus terus dijunjung sehingga mahasiswa akan mendapatkan kesuksesan dunia dan akhirat. Kualitas akal, hati dan sikap harus seimbang sehingga menciptakan generasi yang berkarakter unggul.
Dalam sesi tanya jawab, Gus Miftah menjelaskan bahwa mendalami ajaran agama tidak menghambat pergaulan anak muda. Hal ini dapat dilakukan jika seseorang bijak memilih lingkungan dan kegiatan, serta cerdas dalam membagi waktu. Apalagi, mempelajari ajaran agama saat ini mudah dilakukan dengan mengakses media sosial yang berkonten keagamaan karena dakwah pada era ini juga dilakukan melalui media sosial.
Gus Miftah pun memberikan kesempatan pada mahasiswa yang ingin mempelajari ajaran agama lebih mendalam dengan ikut bergabung menjadi santri di pondok pesantren yang ia bina. Hal ini bertujuan untuk turut membentuk generasi milenial yang memberikan kemajuan bagi bangsa dan negara dengan bekal iman dan taqwa. Di Pondok yang diutamakan bagi mahasiswa yang memiliki kendala ekonomi tersebut, santri tidak dipungut biaya tempat tinggal, biaya pendidikan dan biaya konsumsi, tambah Gus Miftah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun