Mohon tunggu...
Oktaviani Putri Nur Hamidah
Oktaviani Putri Nur Hamidah Mohon Tunggu... Relawan - Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Gadis Pecinta hujan yang mengharapkan ridho tuhannya

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review "Bumi Manusia" 2019

19 Agustus 2019   10:14 Diperbarui: 19 Agustus 2019   10:20 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum saya menonton film ini, saya sudah di buat kagum dengan hidangan pertamanya karena kita diajak menyanyikan lagu "Indonesia Raya". Ini adalah pertama kalinya saya menonton bioskop di awali menyanyikan lagu kebangsaan. Tentunya dengan menyanyi lagu itu semakin tumbuh rasa nasionalisme dan membangun euphoria kemerdekaan dalam diri.

Bumi Manusia, film yang diangkat dari karya besar Pramoedya Ananta Toer yang Posisinya bukan hanya dianggap novel lagi, melainkan sudah dianggap sebagai dokumen sejarah (bersama dengan kisah hidup tragis pengarangnya) yang mewakili pergulatan manusia Indonesia melawan kolonialisme.

Bukunya setebal 535 halaman yang sdah berumur 40 di tahun depan membuat saya bertanya-tanya apakah generasi millennial sekarang masih akan membacanya ? apakah film ini akan di sambut baik oleh orang-orang yang lahir setelah masa orde baru berakhir?

Namun pertanyaan-pertanyaan itu telah berhasil di jawab oleh Hanung Brahamantyo selaku sutradara dari film yang saya anggap memukau ini. Hanung menghadirkan pemeran-pemeran yang sangat di gandrungi millennial sekarang seperti Iqbal Ramadhan (Minke) dan Mawar Eva De Jongh (Annelies).

Pemilihan Iqbal sebagai Minke juga sangat tepat karena iqbal yang sudah lekat dengan sebutan 'Dilan' itu memiliki karakteristik remaja yang cerdas dan memiliki seribu rayuan gombal untuk merayu millea yang dalam film ini adalah Annelies. 

Dulu saya sempat ikut menduga-duga bahwa acting iqbal tidak akan sebagus ini dalam artian tidak cocok memerankan 'minke' seorang pribumi ini. Namun setelah saya melihatnya, saya di buat kagum oleh kefasihan bicaranya dalam berbahasa belanda dan jawa.

Mawar (Annelies) seorang keturunan Indo-Belanda namun ia yang kebih suka di panggil pribumi, Mawar sangat cantik sekali di film ini, mampu menggambarkan sosok annelies dan terlihat serasi dengan iqbal saat memainkan sosok peran yang strong dan fragile.

181 Menit yang menurut saya singkat karena begitu hanyut dalam film ini dan membuat saya menahan ke kamar mandi agar tak kelewatan sedikitpun adegan dari film ini. 

Ine Febriyanti salah satunya juga yang sangat menyita perhatian saya karena ia begitu cocok memainkan pernanan sebagai Nyai Ontosoroh, seorang perempuan pribumi yang dipaksa menjadi gundik oleh bapaknya yg di jual kepada Tn. Herman Mellema. 

Nyai Ontosoroh merupakan istri simpanannya., Statusnya sebagai istri simpanan membuat Nyai Ontosoroh dikucilkan dan dianggap perempuan tidak terhormat oleh masyarakat. Namun, hal itu tidak membuat Nyai Ontosoroh bungkam. Ia terus melawan cemoohan dan pandangan buruk dari masyarakat.

Konflik kuat muncul saat Herman Mellama meninggal secara misterius. Minke pun menjadi tertuduh atas kematian Herman Mellama. Didampingi Nyai Ontosoroh dan Annelies, Minke menghadapi pengadilan orang-orang kulit putih. "Kita akan menjadi pribumi pertama yang akan melawan pengadilan kulit putih," kata Nyai Ontosoroh dalam adegannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun