Mohon tunggu...
Oktav Primas
Oktav Primas Mohon Tunggu... lainnya -

manusia biasa-biasa saja yang ingin menjadi luar biasa blog pribadi : note-oktav-leben.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waspada: Generasi Amnesia Sejarah

7 Juli 2013   00:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:54 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13731318661302700758

“Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca benggala dari pada masa yang akan datang”

(Pidato HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1966, Soekarno)

Seorang ahli filsafat yang hidup pada abad ke-20, Wilhelm Dithey pernah mempunyai pandangan, bahwa sebenarnya manusia adalah makhluk yang menyejarah, oleh sebab itu manusia hanya dapat diterangkan melalui sejarahnya. Menurutnya, seperti apa saja bentuk hidup itu, sejarahlah yang akan memberitahukan kita. Kita dapat menelisik dari pandangan Dithey, sejarah menjadi suatu media yang cocok untuk memberi pelajaran hidup terbaik dari seseorang, sebab sejarah sendiri tidak akan muncul tanpa adanya Verstehen (Pengalaman “dalam” yang menembus jiwa dan seluruh pengalaman kemanusiaan). Kita sama-sama sepakat, kita tidak akan rela mengulangi kembali kesalahan masa lalu dimasa depan kita nanti. Oleh sebab itulah akhirnya –tujuan- sejarah bukan lagi hanya sebuah “dongeng” bahkan “sampah” manusia, yang cukup didengar dan akhirnya dilupakan, atau malah justru dibuang. Justru dari sejarah, kita dapat menentukan sikap apa yang baik untuk kita lakukan dimasa kini dan masa depan kita nanti. Sebenarnya masih banyak para ahli sejarah maupun pemikir lainnya yang mengungkapkan betapa pentingnya mempelajari sejarah, seperti Ibnu Khaldun, M.Yamin atau presiden pertama kita sendiri, Ir. Soekarno. Bahkan seorang Soekarno pernah sempat berpesan kepada kita “Belajarlah dari sejarah, jangan sekali-kali melupakan sejarah”.

Namun pada masa sekarang, generasi yang masih muda ini sudah mulai mendekati lupa akan sejarah. Banyak kata-kata anekdot sinis yang terucap dari lidah para generasi muda saat ini, mulai dari “sejarah kan masa lalu, untuk apa diingat-ingat” hingga “yang lalu sudah lah berlalu, kita harus move on”. Seakan-akan sejarah tiada bedanya dengan sampah masa lalu yang kotor, menjijikan dan harus dibuang. Sehingga wajarlah akhir-akhir ini banyak pemberitaan mengenai tindak korupsi, penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan narkotika, pertikaian fisik yang tajam antar komunitas masyarakat, hingga banyaknya bencana yang terjadi akibat ulah manusia. Penyakit-penyakit ini sebenarnya bukan penyakit yang baru menjangkit diera baru ini, tetapi merupakan penyakit lama yang kini secara tidak kita sadari diulangi kembali. Nyaris kita seperti sedang “dikutuk” oleh sejarah.

Memperlambat Kehancuran : Ingatkan kembali peristiwa sejarah bangsa ini

Merintis lalu berdiri, setelah itu berkembang dan berjaya, akhirnya menurun kemudian hancur. Skema ini memang hal yang selalu terjadi dalam cerita peradaban manusia. Itulah mengapa gerak sejarah dapat dikatakan seperti lingkaran. Namun sekali lagi, yang membuat sejarah itu adalah manusia itu sendiri. Perjalanan sejarah berikutnya pun tetap berada ditangan kita sendiri. Hari ini kita berbuat, akan menjadi sejarah dihari berikutnya.

Bangsa ini pernah berjaya, kita pernah menjadi sumber inspirasi bagi Negara-negara Asia Tenggara dan menjadi Negara yang patut diperhitungkan, bahkan kita sampai pernah dijuluki sebagai Macan Asia. Sekarang Macan ini sedang tertidur, akankah sang Macan ini dapat bangun kembali atau akan tertidur sampai akhirnya mati tertembak oleh pemburu? Saya pikir, jawaban kita adalah ingin bangkit kembali. Karena secara manusiawi, setiap manusia ingin hidupnya lebih baik dari hari-hari sebelumnya.

Ingatkah apa tujuan awal dan mengapa akhirnya beberapa bangsa Eropa -seperti Portugis, Spanyol, Belanda dan Portugis- berebut untuk menguasai wilayah yang sekarang kita kenal sebagai Indonesia ? tidak lain adalah mencari rempah-rempah atau Sumber Daya Alam dan letak wilayah yang sangat strategis karena terletak disilang dunia dagang yang kita miliki. Pada pertengahan abad ke 20 pun Jepang menguasai Indonesia, tujuannya adalah mencari bahan baku untuk kebutuhan Perang Dunia jilid 2, apa bahan baku itu? Jawabannya adalah minyak mentah. Pada akhirnya Sumber Daya Alam juga yang menjadi daya tariknya. Apabila kita mengingat hal ini semua, mungkin kita tidak akan rela melepaskan Sumber Daya Alam yang kita miliki kembali jatuh ke orang lain.

Sekitar 2 abad yang lalu, dibangsa ini sudah pernah ada kenyataan, ada sebuah lembaga yang sangat besar, akhirnya hancur lantak akibat melakukan tindak korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Perusahaan dagang milik Belanda (VOC) merupakan kongsi dagang terbesar didunia pada masa itu, akibat mabuk akan kejayaan, banyak petinggi dan pegawainya melakukan korupsi. Berlahan tapi pasti akibat korupsi sudah merajalela diperusahaan tersebut, membuat VOC koleps dan tidak dapat memperbaiki kapal-kapal dagang dan perangnya yang semakin usang, hingga kewalahan untuk membiayai dana perang yang berkobar di Jawa dan Sumatera. Tahun 1800 akibat perekonomian VOC tidak menunjukan peningkatan yang baik, VOC dinyatakan sebagai lembaga yang kritis dan tidak dapat dipulihkan, akhirnya ratu Belanda pada masa itu membubarkan VOC.

Kita dapat berkaca dari peristiwa tersebut dengan kondisi pada masa kini, di bangsa yang kita cintai ini. Korupsi di Indonesia pada masa sekarang ini, hampir sama dengan apa yang pernah terjadi pada VOC. Kondisi bangsa ini hampir sama persis dengan kondisi di Indonesia pada dua abad yang lalu. Sejarah tengah berulang kembali, akankah bangsa ini akan mengikuti pola yang sama dan hancur? Jawabannya adalah, kalau kondisi seperti ini terus, bangsa ini kelak akan hanya tinggal menjadi cerita dan sebuah kenangan saja. Menjadi sebuah cerita penghantar tidur untuk anak cucu kita nanti. Sungguh mengerikan untuk dibayangkan.

Indonesia memang pada awalnya bukan negara kesatuan, namun dahulu wilayah ini mempunyai banyak kerajaan. Tetapi dalam perjalan waktu, akibat beratnya menjadi bangsa yang terjajah, akhirnya pada tahun 1928 terjadi sebuah peristiwa sejarah yang mengubah pola perjuangan bangsa Indonesia. Sebuah gerakan yang dipelopori pemuda yang berasal dari berbagai suku, golongan bahkan agama, menyatukan tekad dan cita-cita mereka, yang sampai sekarang peristiwa tersebut kita kenal dengan “Sumpah Pemuda”. Sehingga pada tahun-tahun berikutnya, rakyat Indonesia pada masa itu tidak lagi berjuang untuk golongannya sendiri-sendiri, melainkan bersatu untuk memerdekakan Indonesia.

Bagaimana dengan generasi pemuda kita pada saat ini? Memang sebagian orang setiap tanggal 28 Oktober memperingati “Hari Sumpah Pemuda”, namun sayangnya, momentum yang seharusnya dapat merefleksikan diri, hanya menjadi momentum biasa-biasa saja. Pada masa kini tidak banyak generasi muda orang yang dapat menyebutkan isi “Sumpah Pemuda” dan mengetahui mengapa setiap tanggal 28 Oktober diperingati “Hari Sumpah Pemuda” serta mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi. Apabila setiap orang dapat menjiwai makna dalam dari sebuah peristiwa “Sumpah Pemuda”, mungkin hari ini kita jarang mendengar tawuran antar golongan suku, agama atau organisasi massa lainnya.

Dahulu, ketika pelajar satu bertemu dengan pelajar yang lain, maka akan terjadi, tukar fikiran untuk memajukan bangsanya. Ketika masa sekarang sering terjadi, apabila ada sekumpulan pelajar bertemu dengan pelajar lain, yang terjadi adalah saling ejek dan akhirnya tawuran. Lucu memang, tapi itulah kenyataan yang ada, ditengah –yang katanya- kemajuan jaman, generasi muda kita ini sikapnya justru mundur dari masa yang sudah kita anggap kuno. Pertanyaan berikutnya, apakah kita benar-benar lebih pintar dari generasi yang lampau? (Silahkan jawab sendiri).

Mari kita mengingat kembali, mengapa bangsa ini dengan mudah dijajah oleh bangsa lain? Ingat politik Devide et Impera ? ketika bangsa ini masih belum bersatu, masih mementingkan kepentingan suku maupun golongan, kita sangat mudah “diadu domba” dan diruntuhkan. Ada pepatah lama yang sering kita dengar –namun sayangnya belum kita aplikasikan dengan seluruh jiwa- mematahkan sebatang lidi lebih mudah dibandingkan sapu lidi. Pendahulu kita pernah bersusah payah untuk berupaya dan akhirnya berhasil menyatukan “lidi-lidi” yang berserakan, namun sekarang “lidi-lidi” yang sudah disatukan, berlahan mulai lepas satu persatu. Sekarang apakah kita membiarkan “lidi-lidi” itu terlepas kembali? kita harap jawabannya adalah TIDAK..!!!. Ini adalah sebuah perumpamaan untuk menggambarkan kondisi bangsa ini.

Peristiwa yang sudah kita bahas diatas, hanya sedikit dari ratusan pengalaman manusia yang dapat kita ambil nilainya. Masih ada peristiwa Perjuangan Pembebasan Irian Barat, Rengasdengklok dan lain sebagainya.

Untuk menghacurkan suatu bangsa sangatlah mudah, “Jauhkanlah anak mudanya dari ingatan sejarah negerinya” (Perkataan dari seorang pendiri sebuah komunitas pecinta sejarah di Indonesia yang bernama Asep Hambali). Ucapan ini cukup relevan, karena salah satu alat perekat bangsa ini adalah persamaan sejarah. Bayangkan kalau seandainya perekat ini “diserang”, hal yang sangat terjadi pastilah kita dapat membayangkannya. Sejarah dapat berfungsi sebagai penumbuh rasa nasionalisme. Kalau sejarahnya saja sudah meluntur, apalagi nasionalisme.

Kembali lagi dengan pertanyaan kita tadi, kita pastilah sama-sama sepakat untuk tidak sudi melihat bangsa yang pernah besar ini hancur. Kunci utama kita adalah membangun kembali ingatan sejarah kepada generasi muda Indonesia. Setidaknya kalau saja memang semua peradaban bangsa dapat hancur, kita dapat memperlambat kehancuran itu. Harapan mengembalikan kejayaan untuk bangsa Indonesia masih ada, dengan membekali generasi muda Indonesia dengan sejarah supaya kelak akan membijak untuk menentukan sikap. “Bangun pemudi pemuda Indonesia, lengan baju mu sisingkan untuk negara. Masa yang akan datang kewajiban mu lah” (Petikan lagu dari “Bangunlah Pemudi Pemuda”).

SAVEINDONESIA….!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun