Mohon tunggu...
Okta HerlinaPutri
Okta HerlinaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa HI

be a better person everyday

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perang Korea: Perbandingan Kebijakan Pertahanan Kedua Negara dalam Menghadapi Konflik

17 April 2022   13:00 Diperbarui: 19 April 2022   22:23 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, dimana ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima pada tahun 1945, sejak itu pula sejarah mengenai pemisahan negara Korea dimulai. Berawal dari Jepang yang mengaku kalah terhadap Amerika Serikat, negara-negara bekas jajahan Jepang mulai melakukan deklarasi kemerdekaannya, termasuk Korea. Akibatnya Korea menjadi negara yang berada di bawah pengaruh dua negara Besar, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet. Terpecahnya negara Korea menjadi dua pemerintahan adalah akibat adanya pengaruh perbedaan ideologi dari dua negara besar dalam memperebutkan wilayah kekuasaan Korea. Akhirnya, berdasarkan pemilihan umum, Negara Korea resmi terpisah menjadi dua kubu yang memiliki pemerintahannya masing-masing,  yakni Korea Selatan bersekutu dengan Amerika Serikat yang menganut ideologi liberal dan Korea Utara bersekutu dengan Uni Soviet yang menganut ideologi komunisme.

Pada masa Pemerintahan Dinasti Chosun tahun 1392-1910, pada dasarnya kedua negara tersebut merupakan sebuah negara kesatuan. Namun hal itu hanya menjadi sebuah sejarah karena pada akhirnya kedua negara tersebut memisahkan diri dan bahkan berkonflik. Konflik yang muncul di antara keduanya adalah akibat dari perebutan wilayah. Konflik akibat perebutan wilayah kekuasaan itu yang kemudian mengakibatkan pecahnya perang Korea pada tahun 1950-1953. Perang tersebut dimulai ketika Korean’s People Army yang merupakan tentara militer Korea Utara melakukan invasi terhadap Korea Selatan pada tahun 1950.

Meskipun telah banyak upaya yang dilakukan untuk menciptakan perdamaian di antara kedua negara, tetapi hingga saat ini penyelesaian konflik masih belum benar-benar selesai. Kedua negara itu terus berlomba-lomba meningkatkan kapabilitas kekuatannya terutama dalam bidang pertahanan. Antisipasi yang dilakukannya ini untuk mencegah kemungkinan pecahnya kembali konflik yang selama ini membuat hubungan dua negara tersebut bersitegang. Strategi pertahanan kedua negara memiliki fokus yang berbeda, kita dapat membandingkan kebijakan pertahanan yang mereka gunakan untuk menyeimbangkan kekuatan diantara keduanya.

Korea Utara merupakan salah satu negara yang memiliki senjata nuklir terbanyak. Negara ini memiliki tingkat keamanan privasi yang sangat tinggi terkait informasi-informasi dapur rumah tangganya. Meskipun informasi tentang anggaran pertahanannya tidak diketahui secara pasti, namun angkatan militer Korea Utara merupakan salah satu yang terkuat. Pada dasarnya, salah satu alasan Korea Utara terus mengembangkan kekuatan militernya adalah untuk memberikan perlindungan kepada negaranya. Korea Utara melihat bahwa musuh utamanya yaitu Korea Selatan, memiliki sekutu besar yakni Amerika Serikat. Hal ini menjadi sebuah ancaman bagi Korea Utara, sehingga berusaha untuk terus meningkatkan kekuatannya dengan mengembangkan berbagai senjata nuklir.

Senjata nuklir yang dikembangkan oleh Korea Utara kemudian digunakan sebagai alat untuk merealisasikan konsep deterrence, yakni konsep yang meyakinkan lawan bahwa risiko yang akan diterimanya apabila melakukan serangan terhadap negara tersebut akan lebih besar dibanding keuntungan yang akan didapatkan. Secara singkat, kebijakan deterrence ini digunakan untuk menakut-nakuti lawan supaya berpikir dua kali untuk menyerang negara tersebut. Selain itu, kekuatan militer yang dimiliki oleh Korea Utara juga digunakan untuk melakukan kerja sama dengan negara lain baik dalam bidang politik, ekonomi, dan hubungan kerja sama lainnya. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa Korea Utara memiliki power yang cukup kuat untuk mencapai kepentingan nasionalnya.

  • Kebijakan Pertahanan Korea Selatan

Korea Selatan sebagai salah satu tokoh utama dalam kasus ini juga memiliki kebijakan pertahanan dalam menghadapi ancaman senjata nuklir dari Korea Utara. Begitu banyak kebijakan yang telah dilakukan oleh Korea Selatan untuk menciptakan konsep balance of power terhadap Korea Utara. Salah satunya yaitu melakukan aliansi dengan Amerika Serikat dan menerapkan kebijakan THAAD (Terminal High Altitude Area Defense). Program awal yang dilakukan antara Korea Selatan dan Amerika adalah mengirimkan pasukan Korea Selatan ke dalam program PSI (Proliferation Security Initiative) untuk menghindari ancaman nuklir dari Korea Utara.

Selain itu, mereka juga banyak melakukan latihan militer bersama, seperti dalam program UFL (Ulchi Focus Lens) dan Key Resolve. Latihan militer gabungan ini pada dasarnya dilakukan sebagai basis pertahanan Korea Selatan dalam menghadapi Korea Utara dan persiapan apabila terjadi konflik di Semenanjung Korea. Di sisi lain, Korea Selatan juga telah menerapkan kebijakan pertahanan dengan memperkuat militernya melalui keikutsertaan warga sipilnya. Warga pria berkebangsaan Korea Selatan diwajibkan untuk mengikuti sistem wajib militer yang dilakukan pada pria berusia 19 hingga 35 tahun.

Setelah melihat perbedaan kebijakan pertahanan yang diterapkan oleh kedua negara, kita dapat membandingkan tingkat kekuatan militer yang mereka miliki. Pada dasarnya, upaya yang kedua negara tersebut lakukan merupakan sebuah langkah yang tepat untuk mengatasi ancaman dari luar yang tidak dapat diprediksi. Hal ini juga sesuai dengan konsep self-help dalam teori Hubungan Internasional. Dimana negara akan terus berusaha meningkatkan kekuatan militernya untuk melindungi keamanan negaranya dari ancaman negara lain.

Jika kita bandingkan, dapat dilihat bahwa pada dasarnya kedua  negara memiliki kekuatan militer sama besarnya, namun Korea Utara memiliki ancaman yang lebih besar bagi Korea Selatan. Hal ini dikarenakan Korea Utara merupakan negara yang tertutup, dimana akses informasi mengenai negaranya tidak mudah untuk didapatkan, sehingga kekuatan yang dimilikinya pun sulit untuk diprediksi. Senjata nuklir milik Korea Utara juga dianggap sebagai ancaman utama bagi Korea Selatan yang tertulis dalam Buku Putih Pertahanan Korea Selatan tahun 2012. Selain itu, kita melihat bahwa kebijakan Korea Selatan dalam melakukan aliansi dengan Amerika Serikat membuktikan bahwa Korea Selatan tidak dapat berdiri sendiri untuk melawan Korea Utara. Ia membutuhkan negara lain untuk mendapatkan dukungan keamanan bagi negaranya sendiri.

REFERENSI

Mamentu, F. U. M., & Tulung, T. E. (2019). PROSPEK PENYELESAIAN KONFLIK KOREA SELATAN DAN KOREA UTARA. JURNAL POLITICO, 7(4).

Anastasia, N. U., & Yuniasih Tulus. (2020). Strategi Nuclear Deterrence Korea Utara Terkait Perkembangan Militer Di Kawasan Asia Timur Pada Tahun 2018-2020. Budi Luhur Journal of Contemporary Diplomacy.

Sumampouw, A. S. (2015). KERJASAMA PROLIFERATION SECURITY INITIATIVE (PSI) ANTARA AMERIKA SERIKAT DAN KOREA SELATAN DALAM MENGHADAPI ANCAMAN NUKLIR KOREA UTARA (2009-2012). Repository UPN Veteran Jakarta.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun