Mohon tunggu...
Okta Fitriana
Okta Fitriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mewujudkan Kesetaraan Gender Dalam Perjuangan Pahlawan

7 Desember 2024   14:22 Diperbarui: 7 Desember 2024   14:30 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Okta Fitriana, Nadhila Amanina, Isna Sania Marsanti

Kesetaraan gender merupakan keadaan setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki hak, kesempatan, dan perlakuan pada berbagai aspek kehidupan, tanpa adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atau gender. Kesetaraan gender bertujuan untuk menghilangkan ketidakadilan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai Pancasila.

Kesetaraan gender bukan berarti laki-laki dan perempuan harus memiliki kesamaan peran, tetapi lebih kepada pengakuan dan penghargaan terhadap hak, pilihan, serta kesempatan yang setara bagi semua orang. Hal ini berarti setiap individu tanpa memandang jenis kelamin, memiliki kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya dalam mengembangkan potensinya, dan berkontribusi dalam masyarakat tanpa adanya hambatan berdasarkan cara pandang seseorang terhadap gender.

Secara fakta pada dasarnya semua orang sadar dan harus sepakat bahwa perempuan dan laki-laki berbeda dalam sisi kodrati yang telah diberikan Tuhan. Namun gerakan kesetaraan gender bukan melihat pada sisi kodrati antara laki-laki dan perempuan. Tetapi lebih menitik-beratkan pada peranan dan fungsi antara laki-laki dan perempuan yang ada dalam masyarakat (Bank, 2023).

Pahlawan yang memperjuangkan hak-hak wanita, keadilan, dan kesetaraan gender dalam mendapatkan pendidikan yang dikenal sebagai pahlawan kaum wanita, yaitu Raden Ajeng Kartini. Perjuangan dan pemikiran tentang emansipasi wanita telah dirasakan sejak lama, sehingga perempuan tidak lagi terjebak dengan adat istiadat yang mengekang dan menghambat cita-cita. Dengan perjuangan R.A  kartini,  perempuan  Indonesia  mendapatkan  keadilan  dalam  dunia  pendidikan untuk mencapai cita-cita (Ima et al., 2020).

Menurut penulis, meskipun perempuan memiliki kemampuan, keterampilan, dan kecakapan yang memadai unuk menjadi pemimpin di berbagai bidang perusahaan bukan suatu masalah, karena perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Perempuan sering kali mengahadapi tantangan lebih besar dibandingkan laki-laki dalam mencapai posisi puncak, keberadaan perempuan di posisi kepemimpinan semakin dilihat sebagai langkah positif menuju kesetaraan gender.

Kesetaraan gender juga mencakup pengurangan kesenjangan kompensasi antara laki-laki dan perempuan yang memimpin perusahaan. Meskipun perempuan semakin banyak menduduki posisi manajerial, data menunjukkan bahwa mereka masih sering kali dibayar lebih rendah daripada laki-laki dalam posisi yang setara.

Pemimpin perempuan Indonesia seperti Megawati Soekarno Putri, memberikan contoh nyata dalam perjuangan kesetaraan gender, khususnya dalam konteks politik dan pemerintahan. Megawati sebagai Presiden ke-5 Indonesia pada tahun 2001-2004, merupakan pemimpin perempuan  pertama di Negara Indonesia dengan jabatan tertinggi. Kepemimpinannya membuka jalan bagi perempuan di Indonesia untuk melihat bahwa posisi puncak dalam pemerintahan atau politik bukanlah hal yang mustahil bagi mereka.

Hal ini menunjukkan bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin negara yang dihormati. Meskipun banyak tantangan, tetapi Megawati bisa membuktikan bahwa kesetaraan gender dalam kepemimpinan tidak hanya mengutamakan seorang laki-laki. Gambaran sikap dan kebijakan politik Megawati memberikan kesan bahwa dia adalah sosok dan pemimpin yang tegas dan tidak takut mengambil resiko dari keputusannya (Raranta, 2022).

Kesetaraan gender bagi perempuan masih menjadi tantangan besar, meskipun ada banyak kemajuan. Masalah yang sering muncul yaitu upah yang tidak setara, kekerasan berbasis gender, keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan, serta kurangnya berpartisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun