Mohon tunggu...
Oktafia Nur Al
Oktafia Nur Al Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Hukum Semester Dini

NEWBIE - I scribble random stuff everywhere, so that people can see what I see, everyday!

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ada Kalanya Keputusan yang Kita Ambil Menyakitkan dan Kita Harus Mulai Terbiasa dengan Itu

22 Maret 2021   13:19 Diperbarui: 22 Maret 2021   13:32 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
koleksi pribadi (oktafia nur al)

Aku duduk di lantai menyenderkan tubuhku ke dinding dekat pintu rumah. Dengan segelas kopi dan buku self-improvement Tak Mungkin Membuat Semua Orang Senang karya penulis Jeong Moon Jeong, aku sedang berusaha mengubah suasana hati yang hancur lebur menjadi lebih rasional dan terkontrol. Barangkali memang ada saat-saat hidup terasa menyebalkan. Satu jam yang lalu, aku membuat keputusan besar untuk mengalihkan tanggungjawab atas rasa sakit dan pengabaian yang aku terima. Bukan keputusan baik, justru aku mengetahui keputusan tersebut hanya akan membuat luka yang sangat lebar dalam beberapa jam kedepan bahkan mungkin di masa depan. Bukan hal yang mudah hingga akhirnya aku membuat keputusan gila itu. Ada baiknya bersikap gila. Ada kalanya kita harus memilih keputusan yang menyakitkan, dan kita dipaksa terbiasa dengan rasa sakit itu. Jauh di dasar hatiku, aku tidak ingin membuat kegaduhan seperti ini. Tetapi, dimanakah akal sehatku ketika dadaku terasa sesak, mataku sembab, dan kerongkonganku seperti tercekik? Mungkin dia sedang bersembunyi malu-malu melihat keadaan tuannya yang sedang amburadul. Atau jangan-jangan aku memang tidak memiliki akal sehat karena seringkali dia tidak muncul ketika seharusnya dia ada.

Penegasan atas kekecewaan yang aku alami justru membuat rasa sakit itu semakin mencekik. Kadang sebaiknya kita mengabaikan perasaan-perasaan negatif agar tidak mengganggu keseluruhan hari kita yang sejak pagi sudah buruk. Penyangkalan dibutuhkan. Aku baik-baik saja, meskipun kalimat tersebut adalah palsu tapi bukankah hal itu merupakan afirmasi positif untuk memanipulasi perasaan agar tidak bertambah kacau? Ah sebenarnya tidak juga. Hanya saja aku sedang melakukannya dan karena itu aku butuh pembenaran atas emosiku sendiri.

Pesan-pesan yang kukirimkan itu sudah jelas tidak bisa ditarik kembali. Pesan itu sudah terkirim, hanya saja aku tidak berani membaca balasan apa yang aku akan dapatkan sehingga langkah selanjutnya yang aku pilih adalah mematikan telepon selularku untuk sejenak lari dari kenyataan dan keputusan yang aku pilih. Aku juga menon-aktifkan semua akun media sosialku untuk jaga-jaga jika peristiwa terburuk terjadi. Aku ingin bersembunyi dari rasa sakit yang lebih besar dari sekarang. Dan benar saja, detik ini aku merasa lebih baik bahkan aku bisa menulis diary ini dengan ekspresi yang wajar dan normal layaknya tidak terjadi masalah apapun. Berapa banyak orang yang akan membenci dan mengutukku setelah ini? Memikirkannya membuatku ingin sembunyi selama-lamanya dari orang-orang yang masuk dalam lingkaran setan keputusanku. Meskipun ada kemungkinan bahwa semuanya akan baik-baik saja dan peristiwa baik akan terjadi sesuai dengan harapanku. Kemungkinannya sangat kecil sih.

Sangat menjengkelkan ketika tiba-tiba terpikir hari kemarin dimana semuanya terasa sangat normal tetapi malahan hari ini keadaan berubah sangat drastis menjadi sangat, sangat, sangat buruk. Sial.

Bun, hidup berjalan seperti bajing*n

Seperti landak yang tak punya teman

Ia menggonggong bak suara hujan

Dan kau pangeranku, mengambil peran

Terima kasih Nadin Amizah atas lirik lagunya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun