Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Hampir segala hal yang ada di dunia ini menjadi mungkin dan mudah dengan adanya teknologi. Namun meskipun teknologi (tampaknya) memberikan banyak dampak positif bagi kehidupan manusia, ternyata teknologi tak luput dari berbagai macam dampak negatif yang mampu merusak kehidupan manusia.
Pada masa ini dunia sudah dikuasai oleh teknologi. Teknologi dengan segala keanggunan dan kecanggihannya berhasil memikat berbagai kalangan usia mulai usia manula, dewasa, remaja, bahkan anak-anak. Orangtua kerap memfasilitasi putra-putri mereka yang masih belia dengan gadget atau barang-barang berbau teknologi lainnya untuk memanjakan putra-putri mereka seperti komputer dan handphone. Namun orangtua patut waspada terhadap fasilitas teknologi canggih yang mereka berikan kepada putra-putri mereka karena ternyata teknologi mampu membawa dampak negatif pada sang buah hati. Berikut adalah segelintir dampak negatif teknologi pada anak-anak dan remaja:
1) Kehilangan kemampuan bersosialisasi
Teknologi mampu meracuni dan menyebabkan candu pada penggunanya, layaknya zat psikotropika. Zat psikotropika dikenal mampu menghilangkan rasa depresi dan menimbulkan efek tenang selama beberapa saat, namun diam-diam zat psikotropika mampu merusak tubuh penggunanya dan menyebabkan candu. Sama halnya dengan teknologi. Anak-anak yang mengalami kecanduan teknologi pada umumnya hanya menghabiskan waktu di rumah untuk bermain komputer dan jarang keluar rumah untuk bersosialisasi. Tentu saja hal ini sangat berbahaya dan mampu membuat anak-anak yang mengalami kecanduan teknologi menjadi sulit menyatu dengan nilai, norma, dan struktur sosial di dalam masyarakat. Salah satu fenomena yang berhubungan dengan dampak negatif yang satu ini adalah fenomena hikikomori di Jepang, dimana para remaja Jepang menarik diri dari hubungan sosial dan lebih suka mengurung diri di rumah. Ada banyak faktor yang menyebabkan munculnya fenomena hikikomori, salah satunya adalah kegemaran remaja-remaja Jepang akan game dan gadget.
2) Pornografi
Secara tidak langsung, teknologi berhasil mempengaruhi remaja-remaja di bawah umur untuk melakukan tindakan asusila, melalui situs-situs porno yang banyak ditemukan di internet. Remaja dapat bebas mengakses berbagai situs porno di internet tanpa diawasi orangtua karena kebanyakan para orangtua sibuk mencari nafkah dan kurang mengawasi pertumbuhan anak-anak. Sebenarnya bukan salah para remaja bila mereka mengakses situs porno karena usia remaja adalah usia dimana para remaja mencari jati diri dan berusaha mempelajari sesuatu yang belum mereka ketahui. Namun orangtua sebaiknya mendampingi dan mengawasi sang buah hati ketika mengakses internet agar si buah hati tidak terjerumus ke hal-hal negatif.
3) Menurunnya prestasi belajar
Seperti yang dikatakan pada poin 1, "teknologi mampu meracuni dan menyebabkan candu pada penggunanya, layaknya zat psikotropika". Hal itu tidak hanya dapat menurunkan kemampuan anak-anak bersosialisasi namun juga mampu menurunkan prestasi belajar anak-anak. Anak-anak yang pada awalnya senang belajar menjadi tergila-gila terhadap game dan gadget sehingga prestasi belajar anak-anak pun menurun. Sebenarnya game memang baik untuk mengasah ketajaman berpikir anak-anak namun jika terlalu sering bermain game bisa membawa dampak buruk. Solusi untuk menanggulangi masalah ini adalah membatasi jam bermain game anak-anak dan menjadikan game dan gadget sebagai sarana belajar yang mengasyikkan bagi anak-anak sehingga prestasi belajar anak-anak tidak menurun. Orangtua sebaiknya mengisi laptop/komputer/tablet dengan game-game yang bermutu dan mengandung unsur pendidikan di dalamnya untuk dimainkan sang buah hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H