Mohon tunggu...
Oktaviana KK
Oktaviana KK Mohon Tunggu... Koki - human

human

Selanjutnya

Tutup

Nature

Padi Merusak Ozon?

17 September 2018   20:27 Diperbarui: 17 September 2018   20:31 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Meningkatnya suhu permukaan bumi diakibatkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca di atmosfir bumi. Gas polutan terbesar di muka bumi adalah karbondioksida (CO2) yang merupakan hasil dari pembakaran bahan bakar.  Gas polutan lainnya adalah klorofluorokarbon (CFC) yang digunakan untuk pendingin ruangan, lemari es, kaleng aerosol, dll.  Di samping CO2 dan CFC, metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), karbon monoksida (CO), sulfur oksida (SO), dan nitrogen oksida (NO).

 Selama ini pengetahuan yang umum yang kita ketahui adalah gas rumah kaca dihasilkan oleh sektor energi, industri  dan transportasi. Namun belakangan ini sektor pertanian dikatakan sebagai penyumbang gas emisi rumah kaca yang cukup tinggi. Para ahli menilai bahwa sawah merupakan salah satu sumber utama emisi gas metan. Di sisi lain, berdasarkan Survei Sosial dan Ekonomi Nasional konsumsi beras pada rumah tangga dan rumah makan mencapai 114kg/tahun. Belum lagi  kebutuhan akan beras di negara-negara lainnya. Nah hal inilah yang menjadi permasalahan di mana manusia memerlukan beras sebagai bahan makanan namun di sisi lain sawah dapat meningkatkan dengan pesat gas emisi metana ke atmosfir.

The World Bank melaporkan bahwa Indonesia masuk dalam tiga besar negara penghasil gas emisi rumah kaca setelah Amerika Serikat dan China pada tahun 2008, di mana kasus ini disebabkan oleh penggundulan hutan, pembakaran lahan gambut, dan usaha tani padi sawah yang dibahas khusus Conference of The Parties di Bali pada Desember 2007.

 Mungkin kebanyakan dari kita masih bingung kenapa sawah merupakan penghasil emisi gas rumah kaca padahal di sawah terdapat tanaman padi yang seharusnya sebagai tanaman akan memberikan dampak yang baik bagi lingkungan seperti menghasilkan oksigen dan mengurangi karbokdioksida.  Emisi gas rumah kaca dihasilkan karena kegiatan pembusukan bahan-bahan organik secara anaeobik (tanpa oksigen), pembakaran biomassa, penggunaan kapur pertanian, penggunaan pupuk urea, lahan sawah tergenang, fermentasi enternik, penguraian oksigen dari dalam tanah oleh mikroba yang menyebabkan ketersediaan nitrogen di dalam tanah melebihi kebutuhan nitrogen oleh tumbuhan ditambah lagi penggunaan pupuk kimia sintesis yang memiliki kandungan nitrogen yang banyak, dan pengolahan lahan gambut.

 Negara-negara di Asia merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca di bidang pertanian yang tertinggi, seperti di Indonesia, China, Bangladesh, Vietnam, Thailand, Jepang, Filipina, dan Myanmar. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara di Asian merupakan penghasil beras tertinggi di dunia. Walaupun penghasil gas emisi rumah kaca tertinggi tetap dari sektor energi, industri, dan transportasi, namun pada tahun 2010 bidang pertanian tercatat menghasilkan 278,7 juta ton emisi gas rumah tangga di Indonesia, 40,8 juta ton di Papua Nugini, 34,5 juta ton di Malaysia, 30,6 juta ton di Bangladesh. Maka dari itu banyak negara-negara berkembang yang mendapat tekanan internasional untuk segera menanggulangi permasalahan ini.

 Menurut Dr. Soeryo Adiwibowo emisi gas rumah kaca didominasi oleh padi jenis hibrida yang rakus akan air dan pupuk buatan. Berdasarkan penelitian Dr. Yahya Husein sumbangan emisi gas rumah kaca dapat dikurangi dengan menerapkan sistem sawah tadah hujan dan sawah pasang surut karena ada saatnya padi tidak memerlukan banyak air. Beberapa varietas padi yang dapat mengurangi sumbangan gas metana antara lain ciherang, cisantana, tukad balian, way apo buru. Keempat varietas ini juga tahan terhadap hama dan penyakit sehingga dapat mengurangi penggunaan pestisida. Selain itu varietas padi IR36 dan dodokan juga termasuk varietas padi yang memroduksi gas metana dalam jumlah yang rendah. Hal ini dikarenakan kedua varietas ini memunyai kapasitas pengoksidaan akar yang lebih baik dibanding varietas lainnya sehingga konsentrasi oksigen dapat meningkat dan gas metana teroksidasi secara biologis oleh bakteri metanotropik. Selain itu emisi gas metanan dapat direduksi hingga 17,3% dengan penggunaan pupuk ZA (Zwavelzure ammoniak yang artinya amonium sulfat). Teknologi tanpa olah tanah mereduksi laju emisi gas metana hingga  31,5-63,4%. Serta teknologi irigasi berselang mereduksi gas metan 34,3-63,8%  dan penggunaan pupuk organik juga dapat mengurangi emisi gas metan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun