Desir angin menghujam raga
Sejuk menusuk kalbu menenangkan jiwa
Menguapkan iba merobek sukma
Membisikkan semilir dibalut doa
Raga ini tak bisa bersuara
Bisik hati membahana di telinga
Kala sang surya menampakkan wujudnya
Mengalahkan segala kelakar jiwa
Menandai bertambahnya usia
Sudah lebih kepala tiga
Tanggung jawab kian membahana
Dewasa menjadi cermin usia
Bijaksana pertanda matang
Ikhlas wujud hati yang lapang
Kerja keras bentuk upaya melihat peluang
Muhasabah bentuk perenungan yang panjang
Perlu kah aku malu pada semut
Yang sedari tadi berbaris mengurut
Bahu membahu rapi tanpa carut
Membuat malu aku yang hanya memikirkan isi perutÂ
Daun melambai oleh angin yang menerpa
Pasrah tergerak bukan tanpa upaya
Namun bentuk tawadhu dari peristiwa
Yang sudah digariskan oleh sang pencipta
Perlukah aku malu pada ayam
Yang selalu terbangun saat mentari bersemayam
Melawan lemah diri dari malas yang kejam
Bangkit berdiri dengan suara lantang "selamat tinggal malam"
Setiap hari jatah usia berkurang
Setiap denting waktu merupakan lambang
Yang sudah lalu tak bisa terulang
Hanya bisa dijadikan renungan
Aku duduk disini,
menatap semut, dedaunan yang melambai
Dan menghilangnya malam yang terurai
Menjadi mentari pagi yang membingkai
Merenungi setiap denting waktu
Setiap desir angin yang menerpa wajahku
Mengingatkan diri akan usiaku
Yang tak lagi muda seperti dulu