Mohon tunggu...
OKSAND
OKSAND Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Storytelling dan Editor

- Menulis 2 buku fiksi: novel Tuing! (2018), novelet CMYK (2021) - Menulis 2 buku nonfiksi: CBLK (2020), CBLK2 (2022) - Salah satu penulis dari 5 buku antologi: Tunas Cinta (2017), Baper Jangan? (2018), Lomba Menulis The Writers (2020), Kutunggu Jandamu (2021), Rempah Kita Nusantara (2022) - Editor 7 buku: Cinta 25+ (Antologi POF, 2019), Panggil Aku Mama (Tya Subiakto, 2020), Kutunggu Jandamu (Antologi The Writers, 2021), Anak Tak Bernama (Tya Subiakto, 2022), Rempah Kita Nusantara (Lily Setiadinata, 2022), Kisah di Balik Kesuksesan Hakuhodo (Budiman Hakim, 2022), Markas Cinta (Antologi The Writers, 2023)

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Dear CEO

7 April 2024   17:07 Diperbarui: 7 April 2024   17:16 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demi bumi yang lebih baik.  

  1. Berdaya Beli Lebih Baik

Sebagai sebuah perusahaan semen besar, dan bukan pemain baru, ia ingin membela kepentingan konsumen dalam proses membangun. Yaitu berdaya dalam membeli. 

Semen adalah pengikat. Ketika bertemu pasir dan air, ia menjadi pasangan dan plesteran dinding. Ketika pertemuannya dengan pasir dan air tadi ada kehadiran batu, ia menjadi beton. Dan ketika ia berdiri hanya berduaan bersama air, ia menjadi acian sang penutup plesteran untuk memberi kehalusan permukaan. 

Semen adalah material penting dalam membangun rumah, jalan beton, ruko, gedung berjingkat, jembatan, dan konstruksi lainnya. Tapi jika harganya dirasa tidak terjangkau, semen menjadi hal yang kurang membangun. Harganya yang sangat bervariasi, menjadikannya kurang mengikat, kurang keterikatannya dengan konsumen. Bukankah semen itu bahan pengikat? Termasuk membentuk ikatan emosi dengan konsumen.

Maka harga semen seharusnya dapat dijangkau masyarakat luas. Karena dengan itu, masyarakat dapat membangun. 

Bagaimana bisa visinya membangun Indonesia lebih baik, tapi produk impor malah bisa membangun lebih baik, karena harganya yang lebih terjangkau. Akhirnya, banjir produk impor. Dan kenyataannya, produk impor tadi berterak tinggi, dan menjual murah. Produk bagus harga murah, konsumen mana yang tidak senang?

Produsen semen berkoar-koar bahwa kapasitas produksi saat ini sudah sekitar 116 juta ton, padahal konsumsinya hanya 65 juta ton. Over production, harga produk menjadi berdarah-darah di pasar. Produsen menangis, konsumen senang dapat harga murah. Tidak peduli dari mana. 

Maka perusahaan semen ini, seharusnya dapat merangkul masyarakatnya. Ia harus hadir membela pengguna semen. Nilai saham, profit, cuan, itu adalah dampak, dari hasil usahanya dalam membela masyarakat yang membutuhkan semen. 

Usahanya dalam membela masyarakat, menggerakkan roda organisasi (para karyawan) bagaimana caranya melakukan usaha itu, sehingga produknya berhasil diterima (dibeli konsumen), dan mendatangkan uang, laba, dan nilai saham yang baik. 

Dear CEO,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun