Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah aksi militer TNI di Jawa Tengah yang menjadi bagian dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, melawan upaya Belanda merebut kembali negara ini dengan dukungan Inggris dan Australia. Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949 berkaitan dengan penulisan sejarah yang dianggap problematis dan distorsi fakta pada masa Orde Baru yang otoriter, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai kebenaran peristiwa tersebut hingga kini. Serangan Umum 1 Maret 1949 penting karena menunjukkan kemenangan TNI atas Belanda, mencerminkan semangat persatuan bangsa, dan meyakinkan dunia internasional serta PBB untuk mendesak Belanda berunding, yang akhirnya mengarah pada pengakuan kedaulatan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar pada Desember 1949.
Perjuangan    Indonesia     mempertahankan     kemerdekaan  dimulai dengan Proklamasi pada 17 Agustus 1945, namun berlanjut setelah kedatangan NICA pada 29 September 1945 yang memicu babak baru perlawanan. Puncaknya adalah Serangan Umum 1 Maret 1949, ketika pasukan Indonesia di bawah pimpinan Panglima Sudirman berhasil merebut kembali Yogyakarta dan menegakkan kembali kedaulatan Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan tiba-tiba melalui Lapangan Udara Maguwo, berhasil menguasai Yogyakarta. Serangan ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II dan merupakan pelanggaran terhadap Perjanjian Linggajati. Bangsa Indonesia menanggapi serangan ini dengan melibatkan seluruh rakyat dan pasukan bersenjata resmi (TNI) dalam strategi yang disebut Perang Rakyat Semesta. Puncak perlawanan terjadi pada 1 Maret 1949, saat pasukan Wehrkereise III melancarkan serangan serentak ke Yogyakarta. Serangan ini penting dalam perjuangan diplomasi Indonesia di kancah internasional, memaksa Belanda kembali ke meja perundingan melalui KMB. Akhirnya, setelah perjanjian Roem-Royen, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dan menyerahkan kekuasaan atas Federasi Negara Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949. Perlawanan rakyat dan perjuangan diplomasi selama 1948-1949 menjadi tonggak sejarah penting Indonesia, yang dikenang dengan berdirinya Monumen Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta pada 15 Desember 1972, sebagai penanda mundurnya tentara Belanda dari Yogyakarta pada 29 Juni 1949.
Salah satu kontroversi utama adalah mengenai tokoh yang dianggap sebagai penggagas utama Serangan Umum 1 Maret. Sejumlah sumber menyebut bahwa Sultan Hamengkubuwono IX memiliki peran besar dalam merancang serangan tersebut, termasuk koordinasi dengan militer dan strategi operasional. Di sisi lain, beberapa pihak menyoroti peran Letkol Soeharto, yang pada saat itu menjabat sebagai Komandan Wehrkreise III Yogyakarta, dalam memimpin pelaksanaan serangan secara langsung. Perdebatan ini sering kali dipengaruhi oleh kepentingan politik di masa setelah kemerdekaan, terutama setelah Soeharto menjadi presiden.
Selain itu, narasi mengenai tujuan utama Serangan Umum 1 Maret juga menjadi topik yang diperdebatkan. Sebagian pihak menyatakan bahwa serangan tersebut bertujuan untuk mematahkan semangat pasukan Belanda dan menunjukkan kekuatan TNI kepada dunia internasional. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa serangan ini lebih dimaksudkan sebagai langkah simbolis untuk menjaga moral rakyat Indonesia di tengah situasi perang gerilya yang sulit. Pandangan ini mencerminkan adanya perbedaan interpretasi terhadap dampak dan tujuan strategis serangan tersebut.
Kontroversi lainnya berkaitan dengan pengakuan atas peran berbagai pihak dalam peristiwa ini. Selain Sultan Hamengkubuwono IX dan Letkol Soeharto, peran tokoh-tokoh lain seperti Jenderal Sudirman dan para prajurit TNI di lapangan sering kali terabaikan dalam narasi resmi sejarah. Hal ini menimbulkan kritik bahwa penulisan sejarah Serangan Umum 1 Maret cenderung berfokus pada tokoh-tokoh tertentu, sementara kontribusi kolektif dari rakyat dan prajurit kurang mendapatkan perhatian yang seharusnya. Akibatnya, perdebatan mengenai peristiwa ini terus berlangsung, mencerminkan kompleksitas perjuangan kemerdekaan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hutagalung, Batara R. (2010)  "Serangan Umum 1 Maret 1949, Dalam Kaleidoskop  Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia" (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta). 3-4
Zulfansyah,Rian. et al (2024) "Pengaruh Sejarah Kontroversi Dalam Materi Serangan Umum 1 Maret Pada Buku Teks Sejarah Kelas X Kurikulum 2013 Terhadap Pemikiran Siswa" Sindoro : Cendikia Pendidikan 5,7.
Margana, Sri. et al (2022)  "Naskah Akademik : Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai Hari Nasional Penegakan Kedaulatan Negara" DIY :  Dinas   Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.Â
Eliyani, Erma (2022) "Analisis Pengaruh Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap Pembentukan Karakter untuk Meningkatkan Sikap Nasionalisme Mahasiswa UNNES" Jurnal Mediasi 1,2. 167
Setiawan, Nanang (2020) Â "Ruang Tanpa Batas : Sejarah Dan Politik Memori Pada Public Space Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949" Mozaik : Kajian Ilmu Sejarah 11,2. 190