Mohon tunggu...
Okmu Aidillah
Okmu Aidillah Mohon Tunggu... -

Seorang penulis pemula yang mencoba menyalurkan hobinya.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Interpretasi Industri Hulu Migas untuk Masyarakat

17 Maret 2015   16:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:31 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia sering disuguhkan dengan tayangan tentang usaha Minyak dan Gas (migas) di Indonesia. Jauh lebih sering dari pada waktu-waktu sebelumnya. Jika sebelumnya hal-hal tentang industri perminyakan hanya dalam liputan-liputan khusus tetapi kemarin itu sering berkali-kali menjadi tajuk utama dalam pemberitaan. Tetapi disayangkan bahwa apa yang disuguhkan adalah masalah-masalah yang terjadi dalam upaya pengelolaan migas tersebut. Seakan masyarakat baru disadarkan bahwa kekayaan negara ini, kekayaan kita semua masyarkat Indonesia sedang bermasalah dalam pengelolaannya. Harta kita yang kita percayakan kepada negara untuk dikelola sesuai undang-undang, sedang dipertaruhkan. Hal positifnya bahwa mata pikiran kita mulai terbuka. Masyarakat mulai ingin tahu bagaimana sesungguhnya harta kekayaan indonesia ini dikelola. Apa yang salah sebenarnya? Mengapa Indonesia yang selalu digembor-gemborkan sebagi negara yang kaya kenapa banyak diantara kita masyarakatnya tidak menikmati apa yang menjadi hak kita tersebut? Untuk itu penulis mencoba menggambarkan bagaimana pengelolaan sumbernya daya alam indonesia, terutama migasnya dan khususnya pada industri hulu migas agar menjadi bahan koreksi kita bersama.

Apa itu industri hulu migas? Mari kita jabarkan bersama.

Menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Jadi jelaslah bahwa Negara bertanggungjawab penuh terhadap kekayaan Indonesia  ini termasuk di Minyak dan Gas buminya. Dan Negara harus menggunakan kekayaan tersebut sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Ketentuan dalam hal Migas ini Kemudian diperjelas lagi dengan Undang-Undang Republik Indonesia no. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam UU tersebut dijelaskan pada pasal 1 poin 7, 8 dan 9 bahwa Kegiatan usaha hulu (migas) adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah kerja yang ditentukan. Ekspoitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan.

Kemudian dalam Undang-Undang yang sama pada pasal 1 juga dijelaskan pengaturan tanggung jawab antara Badan Pelaksana yang mengendalikan kegiatan usaha hulu industri migas dan Badan Pengatur yang melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi pada kegiatan usaha hilir migas.

Lembaga yang ditunjuk untuk menjadi Badan Pelaksana adalah SKK MIGAS atau Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi yang saat ini dikepalai oleh Amien Sunaryadi. Sebelumnya lembaga yang menjadi Badan Pelaksana adalah BP Migas. BP Migas digantikan oleh SKK Migas alasannya menurut Rudi Rubiandini selaku orang yang pertama mengepalai lembaga SKK Migas ini adalah untuk untuk lebih menjamin kepastian hukum dan kenyamanan usaha para Kontraktor migas. BP Migas sebelumnya mempunyai kewenangan yang besar sampai mengatur hal yang bersifat mikro dan mendetail sehingga memperlambat langkah kontraktos migas dalam kegiatan usaha migas. Kemudian yang ditunjuk sebagai Badan Pengatur adalah BPHMIGAS atau Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Peran langsung pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM adalah membawahi kedua badan SKK Migas dan BPHMIGAS sehingga wajib mengatur dan mengawasi agar menaati peraturan yang berlaku. Kementerian juga yang menetapkan kebijakan terhadap suatu wilayah kerja kegiatan industri migas. Kebijakan yang diambil berkaitan dengan survei dan penyiapan wilayah kerja serta menetapkan penawaran Kontrak Kerja Sama bagi para Kontraktor migas. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana tercantum dalam UU No 22/2001 adalah paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan selanjutnya Kontraktor dapat mengajukan perpanjangan lagi paling lama 20 (dua puluh) tahun. Kontrak Kerja Sama terdiri dari jangka waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi. Jangka waktu Eksplorasi dilaksanakan selama 6 tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 kali periode paling lama 4 tahun. Jadi pengelolaan suatu sumber daya tidak menjadi hak suatu pihak untuk selamanya atau bisa mengeruk semua kekayaan migas sampai habis, tetapi harus mematuhi kontrak yang mempunyai jangka waktu. Kontrak Kerja Sama ini harus melalui pembahasan di DPR agar disetujui dan bisa ditetapkan.

Selanjutnya yang kita bahas adalah tentang Kontraktor migas. Menurut Wikipedia Kontraktor migas adalah pihak yang memiliki Kontrak Kerja Sama dengan Pemerintah RI (SKK Migas), merupakan Badan Usaha Tetap atau Perusahaan Pemegang Hak Pengelolaan dalam suatu Blok atau Wilayah Kerja yang memiliki hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Jadi kontraktor migas adalah perusahaan-perusahaan seperti Pertamina, Chevron, Medco dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan inilah yang mengolah kekayaan migas kita dengan kontrak yang disepakati agar menjadi bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Jadi jelas peranan masing-masing komponen dalam mengelola kekayaan Minyak dan Gas Bumi Indonesia ini. Wilayah atau daerah yang memiliki sumber migas baik yang baru ditemukan maupun yang sudah dikelola sebelumnya atau selanjutnya disebut Wilayah Kerja akan diserahkan pengelolaannya kepada kontraktor minyak yaitu perusahaan minyak baik dalam maupun luar negeri. Untuk itu dipersiapkan Kontrak Kerja Sama yang dibuat oleh Badan Pelaksana yaitu SKK Migas yang kemudian Ditawarkan oleh Kementrian ESDM kepada para Kontraktor Migas. Kontrak ini berisi hak apa saja yang dimiliki kontraktor migas nantinya dan perhitungan bagi hasil yang diterima Negara dari hasil pengelolaan Minyak dan Gas Bumi tersebut. Perusahaan yang mendapatkan  Kontrak Kerja Sama kemudian berhak melakukan Ekplorasi dan/atau Eksploitasi terhadap Wilayah Kerja. Hasil Minyak dan Gas Bumi mentah yang dihasilkan dalam Kegiatan tersebut bisa dijual atau diserahkan pada industri selanjutnya yaitu untuk dikelola menjadi Bahan Bakar Minyak dan Gas. Sampai disini ini disebut kegiatan Industri Hulu Migas.

Kemudian Minyak dan Gas Bumi untuk sampai manfaatnya kepada konsumen yaitu masyarakat Indonesia akan melalui proses pengolahan agar menjadi Bahan Bakar Minyak dan Gas kemudian di distribusikan kepada masyarakat atau di jual agar menjadi devisa Negara. Proses pendistribusian dan pengolahan dari bahan mentah menjadi bahan siap pakai ini disebut kegiatan Industri Hilir Migas. Disini Badan Pengatur yaitu BPHMIGAS bertanggung jawab dalam mengatur dan mengawasi prosesnya.

Kita kembali fokuskan kepada Industri Hulu Migas. Sebenarnya seberapa besar kah kekayaan Minyak dan Gas Bumi yang Indonesia miliki? Berapa banyak kah Wilayah Kerja sumber migas yang kita miliki? Siapa saja Kontraktor Migas yang sedang mengelola Migas kita?

Wilayah Kerja

Dalam situs SKK Migas (http://www.skkmigas.go.id/) kita dapat melihat bebagai data tentang industri migas yang ditangani badan pemerintah ini. Pertama kita telusuri Wilayah Kerja. Tercatat pada statik total Wilayah Kerja meningkat mulai dari pembacaan awal di tahun 2002 yang berjumlah 107 dan pada pembacaan akhir di tahun 2012 sejumlah 309. Perhitungan total ini mencakup Wilayah Kerja Produksi, Wilayah Kerja Eksplorasi dan Wilayah Kerja Gas Metana dan Batubara.

Ternyata jumlah Wilayah Kerja Produksi tidak mengalami peningkatan yang berarti sejak 2002 hingga 2012. Jumlahnya hanya bertambah dari 57 di tahun 2002 menjadi 75 di tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa produksi Migas sebagai bahan mentah tidak mengalami perkembangan yang signifikan dikarenakan jumlah Wilayah Kerjanya tidak meningkat banyak. Ini juga yang mungkin menjadi alasan mengapa kita sempat mengalami kelangkaan Migas. Dimana tingkat kebutuhan semakin tinggi tidak diiringi denga tingkat produksi yang signifikan.

Sedangkan Wilayah Kerja Eksplorasi bertambah signifikan dari 50 di tahun 2002 menjadi 180 di tahun 2012. Hal ini menunjukkan makin bertambahnya daerah yang menjadi sumber Migas kita walaupun untuk memperoleh hasilnya masih membutuhkan waktu yang lama. Dari sini kita bisa berharap pada masa-masa mendatang jumlah produksi kita akan meningkat seiring dengan bertambahnya Wilayah Kerja Produksi dari Wilayah Kerja yang telah dieksplorasi.

Kemudian di tahun 2008 mulai muncul dan bertambah Wilayah Kerja Gas Metana dan Batubara berjumlah 7 yang meningkat menjadi 54 Wilayah Kerja di tahun 2012.  Berarti Wilayah Kerja bertambah seiring dengan ditemukannya sumber daya baru yaitu batu bara dan gas metana.

Jumlah Produksi

Jumlah produksi Migas diukur dalam dua aspek. Pertama, jumlah migas yang di sedot dari perut bumi atau Lifting. Kedua Migas yang telah diproduksi, yaitu Migas sebagai bahan mentah yang siap dipasarkan. Jumlah Lifting Migas dari tahun ke tahun berubah Fluktuatif. Dari statik yang ditampilkan SKK Migas jumlah tertinggi Lifting Migas terjadi pada pembacaan pertama pada tahun 2006 yaitu 2317 ribu BOEPD. BOEPD adalah satuan jumlah produksi migas yaitu barrel of oil equivalent per day atau barel ekuivalen minyak per hari. Setelah 2006 produksi Lifting Migas menjadi lebih rendah walaupun sempat meningkat tetapi tidak mencapai jumlah 2317 ribu BOEPD pada tahun 2006. Yang paling mendekati produksi 2006 hanya pada tahun 2013 yaitu mencapai 2280 ribu BOEPD.

Untuk jumlah produksi yang siap dipasarkan SKK Migas Menyediakan Statik produksi Gas Bumi dari tahun 2001. Pada tahun 2001 adalah produksi terendah hanya 6289 MMSCFD. MMSFD adalah satuan produksi Gas Bumi yaitu Million Standard Cubic Feet per Day atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari. Sedangkan pada tahun selanjutnya produksi Gas Bumi meningkat tajam menjadi 7752 MMSCFD pada tahun 2002. Tahun-tahun selanjutnya juga bergerak fluktuatif hingga mencapai produksi tertinggi pada tahun 2010 yaitu 8857 MMSCFD.

Sebagai gambaran umum pada situs SKK Migas juga ditampilkan produksi secara nasional dari Minyak dan gas. Produksi minyak ternyata mengalami penurunan dari tahun ketahun. Pada tahun 2000 Produksi Minyak nasional mencapai 1273 MBOEPD. Huruf M disini menunjukkan ribu. Kemudian produksi Minyak nasional selalu menunjukkan tren menurun hingga mencapai pembacaan 794 MBOEPD pada tahun 2011. Sedangkan untuk produksi gas sama halnya pada statik sebelumnya, menunjukkan grafik yang hampir mirip yaitu bergerak secara fluktuatif.

Penerimaan Negara

Berapakah Penerimaan Negara dari sektor Industri Hulu Migas ini? Mengingat produk yang dihasilkan adalah Minyak dan Gas Bumi mentah yang tidak langsung bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Penerimaan Negara dapat dilihat dari kepemilikan saham dari produksi Migas tersebut. Saham yang dimiliki Negara terdistribusi berdasarkan kontrak dengan para kontraktor migas. Pada tahun 2009 negara menerima jauh lebih sedikit dari pada para kontraktor migas. Setelah dikurangi biaya pemulihan saham yang dimiliki oleh Negara dari sektor Industri Hulu Migas ini hanya 5,694 Miliar Dollar AS. Bandingkan dengan yang dimiliki oleh para Kontraktor Migas yaitu 19,95 Miliar Dollar AS. Untunglah pada tahun selanjutnya jumlah saham yang dimiliki Negara jauh meningkat yaitu 26,497 Miliar Dollar AS untuk Negara Indonesia dan 7,608 Miliar Dollar AS untuk Para Kontraktor. Tren ini kemudian terus berlanjut hingga pada pembacaan tahun 2014 indonesia memiliki saham sebesar 28,454 Miliar Dollar AS dan para Kontraktor hanya memiliki 9,53. Dengan jumlah saham yang jauh lebih besar ini tentunya Negara mendapat keuntungan  yang lebih besar dari sektor Industri Hulu Migas ini.

Kontraktor Migas

Kita juga perlu mengetahui seberapa banyakkah kontraktor migas yang diserahi hak untuk mengelola kekayaan migas kita. Menurut data dari SKK Migas para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ini terbagi menjadi 4 golongan. Penggolongan tersebut antara lain KKKS CBM, KKKS Eksplorasi, KKKS Produksi, KKKS Non Konvensional.

Coal Bed Methane (atau disingkat CBM) adalah suatu bentuk gas alam yang berasal dari batu bara (coal). Perusahaan-perusahaan yang mendapat kontrak untuk CBM ini cukup banyak mengingat CBM telah menjadi sumber energi penting bagi Negara Amerika Serikat. Sehinggaa produksi CBM ini terbilang cukup banyak di Indonesia yang memang memiliki kandungan batubara melimpah. Tercatat sebanyak 57 perusahaan menjadi KKKS CBM pada saat ini.

Kemudian untuk KKKS Eksplorasi jumlah perusahaan yang terdaftar di situs SSK Migas saat ini berjumlah 184 perusahaan. Ini adalah jumlah KKKS terbesar mengingat pada statik sebelumnya kita jabarkan bahwa jumlah Wilayah Kerja yang masih tahap Eksplorasi lebih banyak dari pada jumlah Wilayah Kerja yang telah memasuki tahap produksi.

Untuk KKKS yang telah  memasuki proses produksi jumlah perusahaan yang memiliki kontraknya adalah sebanyak 78 perusahaan.

Migas non konvensional adalah jenis migas diluar Minyak dan Gas Bumi yang telah dikenal. Adalah Shale gas yang dikenal sebagai salah satu jenis gas non konvensional yaitu gas yang diperoleh dari serpihan batuan shale atau tempat terbentuknya gas bumi. Proses yang diperlukan untuk mengubah batuan shale menjadi gas membutuhkan waktu sekitar lima tahun. Perusahaan yang mendapat kontrak KKKS non Konvensional untuk mengelola shale gas adalah PHE MNK SUMBAGUT yang mendapat Wilayah Kerja di Sumbagut.

Begitulah jumlah perusahaan yang menjadi KKKS pengelola Migas Indonesia. Sebagian besar dari perusahaan tersebut adalah anak perusahaan dari perusahaan-perusahaan besar yang kita kenal seperti Pertamina, Medco, Chevron, Total dan lain-lain. Jadi para perusahaan besar ini mendapat kontrak-kontrak KKS dengan membaginya pada anak perusahaan yang mereka miliki. Selain juga terdapat perusahaan independen baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Demikianlah penjabaran Industri Hulu Migas Indonesia untuk diketahui kita bersama sebagai rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun