Mohon tunggu...
okmi astuti
okmi astuti Mohon Tunggu... Guru - Menulis is habit, menulislah sepanjang hayat

Perempuan dengan tiga anak, yang kesehariannya mengajar dan menjadi ibu rumah tangga. Ingin menjadi penulis tapi belum terbiasa menulis. Saat ini sedang mengikuti kelas belajar bersama Omjay dan rekan-rekan. Semoga bisa menjadi penulis hebat seperti mereka.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mural

17 Agustus 2021   13:21 Diperbarui: 17 Agustus 2021   13:30 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mural kosa kata baru bagi saya pagi ini . Dengan cepat tangan ini mencari kamus online? Apa itu mural? Menurut kamus Bahasa Indonesia online mural artinya lukisan pada dinding. 

Setelah membaca makna kata tersebut saya mengangguk dan mulai mengingat dimana kira-kira saya  banyak menemukan mural? Jogyakarta! Benar Jogyakarta! Oh iya, di Pangkalpinang juga ada. Di sepanjang perkuburan semabung lama, pinggiran sungai pasar burung dan beberapa tempat lain. 

Pertanyaan nya adalah apa tujuan membuat mural tersebut? apakah mural boleh dibuat dimana saja dan bagaimana mengaprisiasi kreatifitas pecinta seni dalam membuat mural terutama dalam menyambut HUT RI yang ke-76.

Menurut pendapat saya sebagai masyarakat awam, tujuan membuat mural adalah untuk mempercantik atau memperindah dinding di sudut-sudut kota, desa, atau di sebuah dinding bangunan baik di tempat umum atau pribadi. Maksudnya adalah setiap mural yang dibuat seharusnya berisikan pesan, nasehat, petuah, atau pun hal-hal positif lainnya yang bermanfaat.

Aturan untuk membuat mural itu sendiri sebenarnya dikembalikan ke peraturan daerah masing-masing. Yang jelas ada aturan nya. Aturan tersebut tentu mempunyai alasan mengapa boleh dan tidak nya. Jikalau boleh dihiasi, mural seperti apakah yang sifatnya membangun. 

Wajarkah kritik  disampaikan lewat mural? Terutama kritik terhadap penyelenggaraan negara sekaligus bertepatan dengan peringatan HUT RI. Kritikan dalam bentuk apapun silahkan saja, mau kritikan langsung, lewat mural, video, dan sebagainya, dengan catatan ada batasannya. Mau memberikan komentar lewat momen 17an, silahkan. Yang pasti tahu batasan dan aturan.

Sebagai makhluk yang berpikir dan bermoral, apapun yang kita sampaikan jangan sampai menyakiti mental orang lain. Manusia adalah makhluk yang tidak pernah merasa puas. Apapun yang dilakukan seseorang kadang-kadang salah di mata orang lain. Kita bebas berpendapat begitu pula dalam memberikan kritikan kepada orang lain. Kritikan tersebut bisa membawa seseorang menjadi lebih baik, bisa juga menjatuhkan Pamor seseorang. 

Apapun bentuk kritikan, lewat media apa disampaikan, kembali kepada orang yang memberikan kritikan.  Apa tujuan kritikan dibuat? Kira-kira kritikan yang akan disampaikan memberi manfaat untuk orang lain dan diri sendiri? apa yang dikritik? Kira-kira efek yang timbul untuk diri kita dan orang tersebut apa? 

Apakah kritikan tersebut berbahaya bagi kehidupan dan keluarga ke depannya? Mestinya pertanyaan-pertanyaan seperti itu sempat dimunculkan sebelum mengkritik. Lihat dulu siapa yang dikritik? 

Jangan sampai asal kritik apalagi ikut-ikutan mengkritik. Pertanyaan seperti itu untuk jaga-jaga saja, jangan sampai kita yang mengkritik, kita pula yang diserang.

Sebagai masyarakat, kita tidak mau suatu waktu bangun pagi atau, sedang berjalan tiba-tiba anak kita, generasi bangsa melihat atau membaca mural  yang sifatnya negatif terpajang di dinding atau tembok rumah orang. 

Pemandangan seperti itu pastinya merusak pemandangan dan juga  aklak, bukan hanya bagi masyarakat tapi juga bagi seniman itu sendiri. Sehingga tidak semua tempat bisa dihiasi dengan mural.

Informasi dari Kompasiana pagi ini benar-benar membuka mata saya, mungkin juga bagi pembaca yang lain tentang cara mengaprisiasikan pendapat melalui karya seni salah satunya melalui mural. 

Saya terpikir, seandainya virus korona mereda secara significant atau menghilang sama sekali, saya ingin mengusulkan kepada pembina osis, adiwiyata, guru seni,  agar di sekolah dibuat dinding khusus untuk mengadakan lomba mural yang bertemakan  17an.

Sebelum membuat mural, siswa harus melakukannya di kertas terlebih dahulu. Yang berhak membuat mural adalah siswa yang hasil lukisan nya dianggap paling bagus oleh panitia. 

Dengan demikian sekolah secara tak langsung mengembangkan minat dan bakat anak mencintai karya seni. Mural yang dihasilkan nantinya akan menjadi saksi keberhasilannya dalam berkarya, dan secara tak langsung  akan memotivasi anak untuk terus mengembangkan bakat nya. 

Semoga mural benar-benar dibuat untuk mempercantik, memperindah, dan mempunyai daya tarik sendiri. Semua orang mampu memberikan kritikan tapi tidak semua orang mampu melakukan yang terbaik seperti yang dilakukan orang yang dikritik. Selalu menjadi orang yang positif thinking.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun